Kisahku Mengajar Anak Pramuka Siaga yang Ingusan (Selamat Hari Boden Powell

Bel pulang sekolah berteriak. Kencang sampai memenuhi udara sore itu. Di horizon sana, senja pun ikut terkaget. Lekas semua murid keluar dari kelasnya, dan mengerutkan wajah lesu. Semua tugas sekolah seolah berada di wajah-wajah mereka. Membaur menjadi satu-padu.



Udah, nanti abis kata-kata gue --''



Jadi gini, gue ini Pramuka Penegak, tingkatan Bantara seharusnya. Sebenarnya sih gue udah dilantik, namun ya belum diproses. Jadi, ngegantung gitu. Jadi Pramuka tuh menyenangkan, apalagi di tingkatan Penegak ini. Yang paling menyenangkan menurut gue adalah, ketika kita bisa mengajar anak Pramuka Siaga dan Penggalang yang unyu-unyu itu.



Hari ini gue akan mengajar anak Siaga di salah satu SD dekat Tanah Sereal Jakarta. Sebelumnya gue udah janjian sama Kak Fahrul ketika kami bertemu di kantin,



''Khi!'' panggil Kak Fahrul ketika itu, gue nengkok dan terpampang nyata seutuh tubuh Kak Fahrul yang agak gemuk; memakai seragam Pramuka sampai nggak muat sebab badanya yang tak mau kalah.



''Nanti bantuin kakak yah, ngajar anak SD, nanti kamu ngajar anak kelas 1, 2, 3 terus kakak ngajar kelas 4, 5 ma 6. Gimana?''



''Siap, kak....''



Selepas itu, gue berpikir, ngajar anak SD yang masih orok itu? Gimana caranya?



Ketika di perjalanan menuju TKP menggunakan motor. Gue tanya Kak Fahrul yang sedang asyik mengemudi,



''Kak, nanti ngajarnya gimana?''



''Ya..., terserah kamu. Bikin permainan kayak di seminar-seminar ajah. Sering ikut seminar, kan?''



''Em..., yaudah dah kak.''



Memang, gue sering mengikuti seminar keluar kota. Lebih seringnya sih di Puncak Bogor. Tapi apakah sudah bisa dibilang luar kota yah? *abaikan*



Di seminar itu kan pesertanya anak-anak SMA sederajat yang sudah nalar. Masak gue akan bermain dengan permainan yang gue rasa sulit untuk dinalar anak SD, seperti membuat 9 sisi berbentuk kotak, masing-masing sisi ada titiknya terus gue tanya, ''Coba kalian tarik sisi ini dengan satu garis saja....''



E malah mereka tarik beneran tuh gambarnya, berebutan ke papan tulis. Aduh..., gak kebayang deh ya.



Gue dan kak Fahrul sudah sampai di gerbang sekolah. Ketika kami melangkah beberapa dekap, ada anak Pramuka Siaga yang sedang jajan tak jauh dari gerbang gue berdiri. Secepat kilat mereka pun berlari mengejar gue dan Kak Fahrul, mencium tangan, dan meninggalkan beberapa tetes ingus. Bener deh ya, berasa menjadi guru gitu. Tapi nggak enaknya ya gitu, harus bercumbu dengan ingus. Huuu....



Adzan Ashar berkumandang. Beberapa saat lagi kami akan masuk ke kelas untuk mengajar, tapi alangkah eloknya jangan lupakan sholat. Gue pernah membaca, kalau kita meninggalkah sholat Ashar maka, seolah kita kehilangan semua harta benda dan keluarga. Ataghfirullah. Dan dasar lainnya adalah, Dasa Darma Pramuka pertama: Taqwa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Menjadi Pramuka yang baik, kita tidak bisa lupakan itu, ya, Dasa Darma....



''Kak, gue sholat dulu yah.''



Kak Fahrul mengangguk. Sebenarnya gue ada niatan untuk mengajak dia sholat juga, tapi, ya gitulah. Sebenarnya lagi nih ya, gue juga agak bingung bahasa yang gue pake ke Kak Fahrul. Terkadang pake bahasa baku, gaul dan campuran. Begitulah.



***



Selepas sholat, tiba saatnya ngajar. Weehh gue ngajar. Namun sebelumnya kami menuju ruang guru terlebih dahulu. Di sana kami duduk sebentar, mengobrol mengenai pelantikan dan lalu melesat ke kelas. SD ini masuknya siang, dan pulang sore. Saban hari Rabu seperti ini, mereka diwajibkan Berpramuka. Semua antusias sekali. Ada anak yang ketemu di tangga, mereka salim mencium tangan. Ketika sampai di ambang pintu kelas, mereka berebut salim mencium tangan. Ya rasanya seperti guru. Menyenangkan....



Kelas 1, 2, dan 3 dijadikan satu di suatu ruangan. Ruangan yang seperti kelas biasa. Di dalamnya penuh akan anak Siaga dan hanya gue yang paling tua. Kali ini kami hanya bermain dan belajar di kelas. Kata kak Fahrul, biasanya ada 'apel' pembukaan terlebih dahulu di lapangan, tapi kali ini ndak, sebab, kali ini lebih condong ke materi tekpram (teknhik kepramukaan). Sebelumnya sih harus ada permainan dulu sih ya, ini wajib, kudu dan sangat harus. Karena tanpa permainan, mereka akan bosan dan begitulah, lesu, susah diatur. Harus ada pendekatan batin terlebih dahulu, begitu kata kak Fahrul sebelum kami ngajar.



Nih yah, walaupun gue udah terbiasa presentasi di kelas, berbeda rasanya di depan anak SD. Gue harus banyak ngomong basa-basi yang nggak penting walau gue nggak suka bengoedwt sama ntu basa-basi. Tertuntut keadaan, maka gue harus melakukan hal itu, basa-basi. Hufts.



''Baik adik-adikku sekalian. Udah makan semuanya...?!''



''Belum....!'' jawab mereka kompak dan nyaring.



''Yasudah, makan sana!''



E. Gue lupa, harus basa-basi.



''Becanda yah,'' sambung gue, ''kali ini kakak akan membawakan sebuah permainan yang tidak biasa. Kita akan mengarang....''



''Oh iya, sebelumnya, perkenalkan dulu. Nama kakak Afsokhi Abdulloh. Apah!?''



''Aaafff Sssookkkhhii Abduulllooh!'' jawab mereka sangat antusias. Setelah itu gue memperkenalkan lebih dalam lagi mengenai gue.



Semua mata fokus memerhatikan gue. Cie....



''Nah, nanti kalian membuat karangan tulis. Bercerita gitu, tapi, tiap cerita kalian harus ada kata: Bintang, cita-cita, dan Pramuka. Sekarang, robek kertas tengah.''



Kelas kembali diam. Nggak ada yang robek kertas mereka.



''Ayokk...!''



Baru mereka gasak-gusuk merobek kertas dari bukunya. Setelah siap dengan sobekan kertas dan pensil yang mereka taruh di meja. Kali ini gue menjelaskan lagi dan mulai berkisah,



''Nah..., kalian sudah pernah balajar bahasa indonesia, kan? Em..., pasti sudahlah..., ya, kita akan belajar bahasa indonesia dengan mengarang. Sebagai bentuk cinta bahasa dan tanah-air sebagai pramuka. Kita harus jaga bahasa kita in ya....''



Anggukan kepala bergerak naik-turun. Ada yang nyeropot ingusnya dan ada yang bercanda, yang bercanda sih cuma sedikit.



''Ya, ayo, mulai!''



Wah. Murid gue mulai mengarang. Wajah polos di raut meraka tak terperikan lagi. Ada yang bengong, cengo, dan gasak-gusuk. Tak lama dari pada itu. Ada yang datang ke gue yang duduk di bangku guru.



''Kak, gimana sih maksudnya?'' tanya salah seorang Siaga yang gagah dengan seragamnya.



''Begini. Kamu mengarang. Nulis. Ya, nulis. Di tulisan itu..., yang penting ada kata bintang, cita-cita dan pramuka. Ngerti?''



''Oh..., begitu. Ya, ngerti, kak,'' jawabnya lalu pergi ke alamnya.



***



Mengarang tulisan agaknya sulit bagi mereka. Tapi, ada satu anak yang semangat sekali menulis. Dia fokus dengan apa yang dikerjakan, tampaknya pandai dia mengarang. Lain lagi dengan anak di pojokan sana, dia diam dan termenung, tampak galau sekali. Tak mengerti apa yang dia tulis, mungkin begitu.



''Jangan dikasih nama yah...!'' kata gue memecah keheningan. Mereka pun sontak terkaget sejenak. kenapa gue bilang begitu? Ya biar mereka nggak malu dalam mengarang. Nanti, pas mau dikumpulin baru gue bilang, ''Kasih nama kalian....!'' heheheh.



***



Belasan menit berlalu.



''Selesai...! Sekarang kasih nama lengkap kalian...!''



Wah, kelas gonjang-ganjing, langit kelap-kelip, wuahahaha. Nggak beraturan jadinya kelas gue.



''Kak..., malu kak..., jelek tulisan saya...!'' keluah mereka rata-rata. Gue hanya bergeming. Dan berkata,



''Ngga apa-apa, ayo tulis!''



Mereka pun patuh dan menuliskan namanya. Tak lama dari pada itu, kumpulan kertas telah kumpul di meja gue. Kini, dilanjutkan permainan yang lain lalu pemberian materi. Semua berjalan lancar, dan menyenangkan. Gue suka mengajar.



Saat pulang. Kami berdo'a terlebih dahulu dan seperti biasanya di sekolah. Mereka pun keluar kelas, dan mencium tangan gue. Lagi-lagi ada ingus yang mengalir di tangan gue. Ah, lama-lama menjadi terbiasa.



Sekolah sepi. Sore yang sebenarnya telah tiba. Suasana agak kemalam-malaman.



''Khi, ayo,'' ajak kak Fahrul ke ruang guru. Di sana, kami kembali duduk dan mengisi absensi di buku besar kantor. Selapas itu, kami diberi uang masing-masing LIMA PULUH RIBU RUPIAH. Wah, jumlah uang yang besar tentunya buat gue, buat kak Fahrul..., entahlah. Tak lama dari itu, kami pamit pulang ke guru yang masih ada di rungannya. Termasuk juga penjaga sekolah yang kami temui di tangga. Semua kami cium tangannya tanda hormat.



Gue dan kak Fahrul berpisah karena berbeda jalan pulang. Gue berjalan kaki menuju kosan yang lumayan jauh dari sini. Di perjalanan gue pengin banget baca karya-karya anak-anak SD itu. Dan. Ketika gue sampai kosan, segera gue untuk sholat Maghrib terlebih dahulu dan ngaji bersama Paman yang rutin tiap ari. Selepas itu, gue buka tas gue, dan segera gue ambil tumpukan kertas yang tak beraturan itu. Lekas gue baca satu persatu,



''Saya suka pramuka, saya ingin bercita-cita menjadi TNI yang berbintang.''



''Pramuka melatih karakter saya. Saya bercita-cita jadi arsitek dan bintang film.''



''Di pramuka saya senang, mempunyai banyak teman, saya bercita-cita menjadi penyayi terkenal dan menjadi bintang.''



''Pramuka oke. Bintang senetron cita-cita saya dan menjadi alien.''



Wah ada yang mau jadi alien!!!!!!!

Gue amat terkaget dan melanjutkan membaca lagi.



''Pramuka is the best. Cita-cita nomor satu, bintang di langit.''



''Pramuka oke yes is the best. Bintang cita-cita.''



Ini terpaksa banget kata-katanya....



Ah. Puas gue baca-baca. Tiba saatnya gue menuliskan hal yang lain di notebook sampai larut malam. Hari ini sungguh menyenangkan. Maju terus Pramuka Indonesia...!! #AkuBanggaJadiPramuka.***



Afsokhi Abdullah

Kosan, 21 Februari 2015



NB: KISAHKU KALA ITU YANG BARU SEMPAT KUTULISKAN....
Comments
3 Comments

3 komentar

kelas 1 dah bisa ngarang? hebat kak...

Reply

ehehe... Begitulah, kak. Ya walau sulit untuk dibaca tulisannya ^_^

Reply

Seru ceritanya apa lagi sampe ada yg mau jadi alien segala (y)

Reply

Posting Komentar