Hilang Begitu Saja

Naskah atau tulisan yang udah ditulis dengan susah payah, penuh perasaan, penuh lika-liku akhirnya hilang begitu saja. Saat itu gue berasa dibanting ke lantai yang berduri. Kalau gue burung, bulu-bulu akan rontok, kalau gue batu, gue akan hancur lulu-lantah seperti tepung yang biasa dipake Abang gue bikin serabi.

Sekarang, gue lagi murung di perpus sekolah. Beberapa buku yang udah gue pilih; baru aja gue baca setengahnya, mereka pun bisu di depan mata. Melihat gue menulis penuh perasaan di hape. Buku itu seperti menarik gue untuk gaib dari masalah ini.

Di perpus suasananya nggak terlalu ramai juga nggak terlalu sepi. Hanya ada penjaga dan anak PKL yang sedang ria bercanda gurau. Suara mereka seperti mencibir gue yang terus murung.

Gue masih diam tanpa pikiran. Merenung dan, entah apa yang akan terjadi detik selanjutnya. Hampa, kosong, letih, sejuta rasa bersemayam di dada. Sebab, tak ada yang di samping gue saat ini. Berharap ada yang datang lalu menepuk pundak gue dan berkata,

''Sabar, lu pasti bisa mengulangi lagi.''

Ya itu hanya harapan. Nyatanya hanya dingin ac yang menyeruak ke sekujur tubuh. Perpus adalah pelampiasan terakhir gue. Sebab di sini, gue bisa lebih dekat dengan cita-cita gue. Gue bisa lebih (agak) semangat melihat kumpulan buku di rak. Di rak, pasti ada karya yang lahir dari tangan para penulis hebat. Dan itu, jelas, cita-cita gue.

BUKU KBBI, BUKU KUMPULAN CERPEN, BUKU TERJEMAHAN TENTANG KREATIVITAS. Mereka hanya bisu, diam tampak murung tak ubah seperti gue sendiri. Aroma buku membuat gue terpacu untuk menyapu kesedihan di batok kepala. Memang, rasanya sudah tak terperikan lagi. Bayangkan, gue sudah menulis saban hari, saban malam, hilang lenyap begitu saja.

Naskah untuk seleksi @kampusfiksi, naskah yang sudah siap diterbitkan di @nulisbuku.com lenyap. Awalnya gue hanya ingin membuat cover buku dari photoshop. Waktu itu gue instal tuh aplikasi photoshop dari temen gue di notebook gue. Awalnya meyakinkan. Namun, gue masih inget betul, ketika ada yang nyabut kabel dari notebook gue dan terus klep mati gitu aja, dari situlah akhir dari kehidupan notebook gue kala itu. Padahal proses instal sedang berlangsung. Ah, yasudahlah.

***

Hal itu sudah 2 hari yang lalu, tepatnya hari Jum'at tanggal 13 Februari 2015. Sungguh, hari itu menjadi hari titik balik gue buat nulis dari awal. Di sisi lain, itu membuat gue belajar. Di mana gue harus lebih detail lagi dalam menyimpan data. Besok-besok gue bakal beli flashdisk untuk nyimpen tuh naskah. Tapi duit tak kunjung juga kumpul.

Sudah jelas naskah gue yang udah gue tulis nggak bakal balik lagi. Sebab, gue simpan di data C semua. Kan kita tahu, bahwa kalo notebook dan sebagainya kalo diinstal ulang, pasti akan hilang data C-nya. Ya..., gue bisa kok mengambil hikmahnya, seperti kata Winda kala itu, ''Ambil hikmahnya aja....''

Di perpus ini gue bisa tenang bernapas. Bisa mengingat kala-kala di mana gue remuk. Jum'at itu gue duduk di bangku biasa, diam, lalu entah kenapa mulai merasa 'nelangsa' dan akhirnya menangis sedu-sadan. Tak sanggup gue manahan isak. Gue menulis apa yang gue rasa waktu itu ke kertas putih. Gue tulis semuanya penuh perasaan, sampai-sampai gue kira nggak ada ujungnya.

Gue berhenti ketika, Ratna, dateng menghampiri gue, mencolek bahu gue lalu berujar,

''Kenapa Khi? Gara-gara gue yah...?'' tanyanya dengan suara yang sudah gue hafal betul.

Gue diam sejenak, lalu membalas,

''Nggak kok. Itu data yang ada di notebook gue ilang semua, ilang.''

Entah, Ratna mendengar atau tidak. Soalnya gue masih dalam keadaan menangis. Lama ada hening. Ratna masih berdiri di samping gue, sebab nggak ada bangku. Erika pun mengambil inisiatif untuk mengambilkan bangku untuk Ratna. Ratna pun duduk di samping gue. Gue mulai merobek-robek apa yang udah gue tulis di kertas tadi. Ratna hanya diam-diam melirik ke kertas itu, dan dia masih bermain handphone-nya yang lebih besar daripada genggam tangannya.

Kecil-kecil robekan itu sampai tak bisa dirobek lagi. Setelah gue kira tulisan di dalam kertas itu hancur. Segera gue remas sekuat tenaga dengan menahan isak yang menggebu di dada.

Tiba-tiba Ratna berdiri lagi lalu berkata,

''Ven, lu bisa kali Ven!'' suaranya menguasi kelas. Gue sontak seperti anak kecil yang tak dibelikan mainan oleh Ibunya.

''Percuma, na,'' sela Bagus, ''itu mah ilang datanya...!''

Ratna kembali hening. Gue menarik tas sampai ke pipi lalu disenderkan sampai gue seperti tertidur dan tas menjadi bantalnya. Seengganya gue menjadi lebih tenang ketika ada Ratna di samping gue. Dia wanita yang perhatian banget sama gue. Dari sebelum jadian sampai jadian saat ini. Cuma saja, dia nggak suka ngomong. Dia lebih ke perbuatan yang mengandung unsur perhatiannya. Dia wanita tulus, beberapa sahabatnya pun sayang sama dia. Gue tahu itu dan, itu nyata.

Lama Ratna masih bertahan di samping gue. Dan masih memainkan handphone hitam lebar sampai memamakan jari-jemarinya yang kecil.

Gue hela napas keluar-masuk untuk menenangkan dan melapangkan dada. Isi dada gue sudah lumayan nggak nelangsa lagi. Tapi, ketika membayangkan orangtua gue, gue manjadi sedih lagi. Gue sudah menulis target bahwa, dalam waktu dekat ini gue akan menerbitkan buku dan royaltinya gue serahkan ke orangtua gue semua. Dan gue pun sudah bertekad untuk nggak pulang kampung sebelum membawa tulisan gue yang sudah menjadi sosok buku. Ini target, dan sekarang target itu harus gue ulang lagi dari awal.

Tekad dan target itu adalah salah satu penyemangat gue untuk menulis tiap malam, Ratna pun ikut andil di dalamnya. Dan semangat juga harus gue ulang lagi, di mana gue harus memupuk lagi semangat itu dari 'nol', gue nggak mau larut dalam kesedihan ini terlalu lama. Baiklah, gue bakal mulai dari awal sambil menunggu notebook diinstal ulang yang kabarnya masih sulit dilaksanakan. Sabar, ya, sabar. Orang sabar selalu bersama Allah, kata Ratna.

Beberapa orang pun ikut nyemangatin gue. Oh,... Terima kasih. Dalam tiap sujud pun gue berdo'a, agar selalu berkarya yang lebih baik.

Perpus lamat-lamat ramai. Gue pun nggak konsen lagi buat nulis. Maka, gue akhiri tulisan ini.

Pelajaran amat banyak gue lahap dalam masalah ini. Ya, ambil hikmahnya lalu bersabarlah.***

Afsokhi Abdullah
16 Februari 2015, Perpus SMK N 11 Jakarta.
Comments
4 Comments

4 komentar

ditunggu yh tulisan-tulisan yang lainnya

Reply

Kakak ?? Wkwkwkkw org w adik kelaz u kak :v cma beda comentnya pke akun yg 1 nya lagi

Reply

Posting Komentar