SETELAH MEMBACA NOVEL LOOKING FOR ALASKA


IMG_20160322_065539.jpg

Setelah membaca novel Looking for Alaska karya John Green, gue merasakan banyak hal. Mulai dari greget, hampa, rindu, merasa lebih baik, pokoknya campur aduk. Kau pasti akan bertanya, kok bisa begitu?
            Okay, ketahuilah, novel ini bercerita tentang seorang laki-laki remaja ‘Pudge’ (Miles) yang mencari ‘Kemungkinan Besar’. Ia sekolah di sekolah-berasrama, di sana ia bertemu dengan Alaska Young. Cewek yang seksi, kacau, cerdas, menawan, dan sangat memikat. John Green sukses membuat gue jatuh cinta pada Alaska.
            Cerita di novel ini ndak bisa ditebak. Dimulai dari masuknya ‘Pudge’ ke sekolah berasrama dan sekamar dengan ‘Kolonel’. Lalu mereka mengalami masa-masa yang seru ketika juga berteman dengan Alaska, Takumi dan Lara. Sebagaimana seorang remaja, mereka sangat kacau. Mabuk-mabukan, merokok, berciuman, dan seterusnya. Di sisi lain, John Green seperti memberikan cermin kepada gue: ini kehidupanmu, bukan?
            Okay, sampai di sini cerita berlanjut. Mereka berlima mempunyai persembunyian yang mereka namakan ‘lubang merokok’. Di sana mereka sering diskusi, dan merokok tentunya. Pudge yang ndak pernah merokok sama sekali, tampak begitu sulit dalam keadaan tersebut. Awalnya bahkan ia ndak bisa untuk menghisap rokok sekali pun, tapi lama-kelamaan ia terbiasa, bahkan sampai minum minuman keras. Dan hal-hal ini jelas dilarang oleh sekolah, terutama guru yang dijeluki Si Elang itu, jika sampai mengetahui mereka—tertangkap basah—mereka bisa dikeluarkan.
            Kisah percintaan mulai tercium ketika Alaska mencomblangkan Pudge dengan Lara. Dan yeah, akhirnya mereka berpacaran, walau hati Pudge tetap menginginkan Alaska. Tapi sayangnya Alaska sudah mempunyai pacar, Jake. Gue ndak kebayang kalau di posisi Pudge kayak gimana rasanya.
            Di mana letak keseruan di novel ini?
            Okay, jadi begini. Gue merasa letak keseruan di novel ini adalah kehidupan si Pudge itu sendiri. Ia unik dan sangat menggelitik. Ia sangat menyukai kata-kata tarakhir tokoh-tokoh terkenal. Dan menurut gue, pun tokoh Alaska sangat ndak terduga. Bahkan ketika Alaska kecelakaaan lalu meninggal, di situ gue merasa, sial, gue sudah mulai jatuh cinta pada Alaska eh malah dia mati. Dan berharap ketika Pudge dan kawan-kawan mencari tahu sebab kematian Alaska, gue berharap Alaska belum meninggal.
            Alaska pintar, mungkin kematiannya ini hanya sebuah lelucon atau apa. Ternyata bukan Alaska di dalam mobil itu, ternyata ia pergi ke suatu tempat dan menunggu Pudge mendatanginya. Tapi nyatanya memang Alaska meninggal.
            Terlepas dari itu semua, gue mendapat ilmu baru dari novel ini. Mulai dari pelajaran di kelas tokoh dalam novel, sampai gaya menulis novel yang baru pertama kali gue temui ini.

            Seorang Sufi miskin yang berpakaian compang-camping memasuki toko perhiasan milik seorang saudagar kaya dan bertanya kepada saudagar itu, “Apakah kau tahu bagaimana kau akan mati?” Saudagar itu menjaga, “Tidak. Tak ada orang yang tahu bagaimana mereka akan mati.” Dan sang Sufi berkata, “Aku tahu.”
            “Bagaimana?” tanya si saudagar.
            Kemudian sang Sufi berbaring, bersedekap, dan berkata, “Seperti ini,” lalu mati. Si saudagar langsung melepas tokonya untuk menjalani hidup serba kekurangan guni mengejar jenis kekayaan spiritual seperti yang dimiliki sang Sufi.” Hlm. 218

            Rabi’ah al-Adiwiyah, perempuan suci hebat dalam Sufisme, terlihat berlari-lari di jalanan kotanya,  Basra, membawa obor di satu tangan dan seember air di tangan satunya. Ketika seseorang menanyakan apa yang ia lakukan, Rabi’ah menjawab, ‘Aku membawa seember air untuk dituangkan ke api neraka, dan obor ini akan kugunakan untuk membakar pintu gerbang surge sehingga orang-orang yang tidak akan mencintai Tuhan karena ingin masuk surga atau takut masuk neraka, tapi karena Ia adalah Tuhan’
            Permpuan yang begitu kuat sampai-sampai ia membakar surge dan membanjiri nereka. Alaska pasti menyukai perempuan Rabi’ah ini, tulisku dalam buku catatan. Hlm. 219

            Iya, materi-materi (seperti di atas) yang Pudge pelajari di kelasnya memang menyenangkan. Sangat berbeda dengan pendidikan di Indonesia. Dan itu membuat membuka wawasan baru. Jadi ndak harus membaca buku-buku berat untuk menambah wawasan, buku ringan macam novel pun bisa menambah wawasan, dan bisa dibilang novel lebih efektif dalam hal penyampaiannya.
***
Kabar baiknya, novel ini akan difilmkan, dan tahun ini akan diliris. Itu sangat gue tunggu. Dan yang sangat-sangat gue tunggu adalah ketika Pudge mengatakan senyuman Alaska yang hanya ia dan Monalisa yang dapat melakukannya. Ndak hanya itu, pastinya gue menunggu bagaimana adegan di mana Pudge dan kawan-kawannya melakukan kejailan. Mulai dari petasan dan penari telanjang. Itu pasti seru.
Dan yeah, kau harus membaca buku ini. Walau sudah lama terbit, mungkin bisa didapat di toko buku online atau di mana saja. Dunia ada di jempolmu.***      



MULAI TERLENA PADA DUNIA?

Seperti biasa di malam Minggu, sekarang gue lagi di suatu tempat sendirian. Sekarang posisinya: gue lagi duduk di dekat kaca menghadap jalan, sepasang muda-mudi lagi pacaran tepat di depan gue (kami terhalang kaca), orang-orang sibuk di depan, belakang, samping gue. Sekarang masih jam setengah sembilan.

Gue lagi di Lawson Olimo, di sini gue mesen good day dan sukro garuda yang renyah minta ampun. Di samping gue ada tv besar, dan setidaknya gue bisa nonton itu tv setelah lama ndak nonton tv selama ini.

Sempat gue tangkap seorang perempuan dengan jilbab dan berkacamata di depan sana: jalan terhalang kaca. Itu menyebabkan sedikit ada bayangan untuk mengingat seseorang. Tapi ya, itu ndak penting.

Bisa dibilang gue sedang mengalami libur panjang. Dan selama dua hari belakangan, gue di kosan terus tanpa keluar. Sekalinya keluar paling buat beli makanan (kalau sudah lapar banget) dan mandi (kalau sudah bau banget). Ya, lebih sering ndekem di kamar sambil baca buku dan nulis dan baca buku dan nulis. Seperti itu diulang-ulang sampai gue jenuh. GUE JENUH!

Omong-omong, karena banyak waktu, gue pun membaca buku yang belum pernah gue sentuh. Dengan kata lain, itu buku belum pernah gue baca selama mejeng di rak buku. Kebanyakan buku nonfiksi yang berbau agama.

Dan gue mulai membaca buku-buku itu. Buku yang pertama menjadi pilihan: 'Agar Anda Selalu Ditolong Allah'. Selama membaca buku itu, gue sadar bahwa selama ini gue lupa-semua-ini adalah ciptaanNya. Gue lupa hal-hal seperti: Dia menciptakan sesuatu ndak sia-sia, Dia selalu menolong, Dia yang Maha segalanya.

Hal-hal seperti itu kadang gue lupakan. Gue terlalu fokus bahwa Dia sudah menakdirkan gue untuk ini, untuk itu, dan segalanya. Lupa bahwa sudah terlalu menumpuk dosa yang telah gue perbuat.

Tanda-tandanya adalah ketika gue menjalani hari, jadi ndak tenang. Serasa ada yang mengganjal dan seterusnya. Gue sungguh-sungguh seperti merasa ada yang hilang. Selama ini gue ndak tahu apa yang hilang itu.

Keimanan seseorang pasti mengalami masa pasang-surut. Keimanan butuh diberi asupan. Dan gue yakin itu. Maka, gue mulai memberi asupan keimanan gue dengan mambaca buku-buku agama. Dan yeah, itu manjur untuk menenangkan hati labil gue ini..

Setelah membaca buku-buku itu (yang kedua berjudul: Solusi Kehidupan), gue sadar bahwa ternyata gue sudah terlena pada dunia. Dunia yang sementara ini. Gue sudah mulai jauh dariNya. Gue beribadah hanya beribadah, gue shalat hanya sekadar shalat, maksiat ya sudah maksiat. Tanpa berpikir untuk meningkatkan ketakwaan. Keimanan.

Sebenarnya gue yakin, semua ini (dunia) akan hancur. Gue benar-benar menyesal pernah berpikir untuk ndak memikirkan hari akhir. Gue terlalu asyik memerankan 'tokoh ini' di dunia. Dalam keasyikan itulah gue terlena.

Karena bagaimanapun, gue harus bergaul dengan perlbagai orang. Gue bertemu dengan orang yang ndak shalat tapi dia dikasih oleh Allah kenikmatan. Gue bertemu orang yang bukan seagama tapi hidupnya selalu beruntung. Di sini gue mulai tersesat dalam berpikir, berpikir dengan kepala sempit. Gue merasa bodoh.

Gue tahu, sampai sini gue salah. Seharusnya gue jangan lupa untuk bersyukur, jangan lupa bahwa sesungguhnya yang namanya 'menjaga shalat' adalah selama kita menjalani hari. Dan menjadikan hati ini masjid yang isinya penuh dengan dzikir, bacaan al-Qur'an, segala hal ibadah kepadaNya.

Dunia bagai lumpur hisap, jika terlalu terlena maka kita akan lenyap.

Percayalah, bahwa hidup hanya sekali. Dan 'sekali' itu kita mempunyai banyak kesempatan-kesempatan, Tuhan pun memberikan banyak kesempatan bagi kita semua. Hanya tinggal bagaimana kita memerlakukan kesempatan itu. Gue sungguh beruntung ketika mulai terlena akan dunia, dan sadar bahwa itu sementara. Tuhan Maha segalanya, Ia selalu ada buat kita, lebih dekat dari apa pun.***

KELAPARAN TENGAH MALAM DI JAKARTA

Gue pernah berpikir, bahwa hidup hanya masalah kenyang dan lapar belaka. Jikalau perut ndak akan pernah merasakan lapar, maka hidup di dunia ini akan tentram. Tapi kita tahu bersama, bahwa Tuhan menciptakan segalanya ndak untuk disia-siakan. Bisa jadi Tuhan memberikan rasa lapar untuk menguji hambanya. Apakah ia akan kuat. Apakah ia akan mencari makanan yang haram atau halal ketika lapar. Bisa jadi seperti itu.
            Hingga pada suatu malam.
Gue kelaparan dan ndak pegang uang. Malam itu jam 12 lewat. Gue mencari jalan keluar, hingga akhirnya gue ingat bahwa di ATM masih ada saldo beberapa. Maka gue ambil kartu itu dari tas sekolah dan keluar kosan mencari mesin ATM.
            Gue keluar, dan yah seperti yang gue duga. Suasana agak mencekam, dingin, dan semakin membuat gue lapar. Bagaimana bisa tidur kalau lapar begini. Ibarat buang air, lapar gue ini udah di ujung. Gue terus berjalan dengan celana traning dan kaus pendek dan rambut aca-acakan. Akhirnya gue temukan mesin ATM, walau berbeda bank.
            Pas gue mau buka pintu untuk masuk ke tempat mesin ATM, ternyata dikunci. Rasanya gue pengin ngamuk di situ, tapi ya bagaimana, ndak mungkin gue lakukan. Gue harus sabar dan menahan diri. Kalaupun itu terjadi, bisa-bisa gue digebukan massa. Secara, ini Jakarta, apa pun yang mencurigakan akan dimangsa. #teoriapaini
            Dengan jalan sempoyongan akhirnya gue balik lagi ke kosan. Masih dengan perut lapar. Gue pun mencari uang recehan di lemari-lemari, kantong-kantong baju atau celana, di mana pun. Dari pencarian itu, lumayan bisa buat beli roti yang dua ribuan dan minum dingin.
            Masalahnya, warung di tengah malam begini pun banyak yang tutup. Gue harus mencari warung yang masih buka sambil menjaga agar uang yang gue pegang ndak kemana-kemana atau kalau sial, recehan uang ini akan jatuh dan hilang. Ya ampun, ndak, itu ndak akan terjadi.
            Berjalan cukup jauh dan diselimuti rasa khawatir akan nyawa terancam, gue pun megetemukan warung yang masih buka. Gue beli roti dan air dingin dengan recehan uang itu. Dan yeah, gue bawa roti dan air dingin itu ke kosan. Gue makan di sana dengan seksama, dengan ndak mengeluarkan brisik. Takut nanti tetangga pada bangun.
            Gue makan berhati-hati banget. Karena bisa jadi apa yang gue makan saat itu bakal jatuh ke lantai dan ndak bisa dimakan lagi. Gue pegang erat-erat dan mulai memasukan ke mulut dengan hati-hati. Gigitan pertama, oh yeah nikmat, gigitan kedua, hm.. yummi, gigitan seterusnya sampai setidaknya perut gue terganjal. Lalu diakhiri dengan minum air dingin.
            Ohh.. nikmat mana lagi yang kaudustakan…?
            Gue pun bergeges tidur setelah semua tandas. Mengambil posisi paling baik dan akhirnya terlelap seperti bayi.
           
            Yeah. Begitulah pengalaman yang ndak begitu menyenangkan yang gue alami. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua. Terutama pelajaran Ilmu Pengetahuan yang mana mengajarkan bahwa kalau tubuh kekurangan asupan maka akan lemas. Atau pelajaran IPS, bahwa seharusnya gue ketika itu memanfaatkan tetangga untuk berbagi makanan. Tapi ya ini Jakarta, masa malam-malam mengetuk pintu rumah orang tiba-tiba minta makan. Bisa-bisa dihabisi lu sama mereka karena dikira maling.
            Juga ilmu agama, di mana kita harus terus bersyukur masih diberi nikmat. Percuma dikasih banyak makanan tapi sama sekali ndak ada syukur padaNya. Lebih baik sedikit tapi sadar bahwa itu berianNya ketimbang banyak tapi lupa bahwa itu berkatNya.***

            

KESIBUKAN DI KELAS 12



Menjadi siswa kelas 12 sungguhlah sibuk. Kau akan merasakan betapa pusingnya mempersipakan ujian praktik, ujian sekolah, pelajaran yang belum lengkap nilainya, abis lulus mau kemana. Itu semua menyesaki kepala para murid kelas 12. Termasuk gue.
            Hal seperti itu memang bisa dengan mudah membuat siapa saja, kelas 12 stres. Bahkan mereka akan bingung akan mulai dari mana mengerjakan tugas-tugas. Ngomongin tugas, di kelas gue ada beberapa tipe orang yang ngerjain tugasnya unik-unik. Ada yang ngerjain langsung ketika tugas baru aja dikasih, ada yang main-main dulu, ada yang ngerjain di sekolah atau di rumah.
            Semua itu tergantung orangnya sih ya. Tapi kalau gue sendiri sih lebih suka mengerjakan tugas di rumah. Ketika sendiri. Berbeda dengan teman-teman yang lain, mereka akan ketemuan di rumah siapa gitu, abis itu mengerjakan tugasnya di sana. Apa enaknya? Ujung-ujungnya saling nyalin. Mending mengerjakan sendiri, ujung-ujungnya ketiduran. Ckckck…
            Di kelas 12, gue sudah mempersiapkan semuanya. Mulai dari lahir dan batin. Gue berusaha untuk mempertahankan kebugaran tubuh. Juga materi-materi yang akan diujikan nanti. Kan percuma kalau kita mempuni dalam hal materi ujian tapi tubuh ndak mendukung alias sakit-sakitan. Itu perlu dipertimbangkan. Tapi kabar buruknya, sekarang gue bersin-bersin dan keluar ingus tiap beberapa menit sekali secara rutin dan membentuk bilangan geometri. #apaini
            Hm.. sebenernya gue mau pensiun ngeblog beberapa hari ke depan untuk fokus menghadapi UN, tapi menurut gue malah ngeblog ndak membuat gue ndak fokus, malahan tempat di mana gue melampiaskan kegelisahan menghadapi UN. Kerena ketika gelisah, belajar pun serba salah.
            Anehnya, seolah-olah mereka yang bukan anak kelas 12 mengerti bahwa kami sangat sibuk. Mareka ndak akan menghubungi kami, ndak memberi  tahu ada event-event. Ya aneh aja, padahal kami ya ndak sesibuk itu kok. Kita semua punya 24 jam, hanya berbeda bagaimana cara memanfaatkannya. Itu saja.
            Ndak lupa gue juga memikirkan kuliah. Ketika SMNPTN kebetulan gue lolos administrasinya. Tapi pas disuruh milih PTN, itu ndak ada yang sreg. Sehingga itu gue biarkan sia-sia, kan percuma masuk PTN yang ndak sesuai minat? Itu sama saja mencintai perempuan yang ndak dicintai. #maksudnyagimana
            Penginya gue kuliah di fakultas ilmu komunikasi, lebih spesifikinya jurusan jurnalistik. Kalau ndak itu, gue pengin DKV atau ndak pilihan terakhir: Filsafat. Wuah. Itulah pilihan jurusan kuliah gue, sangat bertolak belakang dengan jurusan SMK yang kini gue tekuni: Administrasi Perkantoran. Tapi, menurut gue itu bukan masalah.
            Karena ketika pas gue mau masuk SMK ndak kepikiran jauh ke sana. Gue hanya berpikir bahwa SMK yang dekat dengan kosan adalah SMK terbaik. Tapi, gue sarankan jangan ikuti pikiran gue tadi. Karena SMK yang dekat dengan kosan belum tentu baik. Kita harus menimbang-nimbang, apa sekolah itu punya prestasi?
            Jangan sampai hanya menimbang nem masuk ke SMK tersebut besar. Sebenarnya percuma nem besar-besar tapi pas UN nilai kecil-kecil. Jadi tilik output-nya ketimbang inputnya.
            Gue tahu, bahwa mereka kelas 12 pada sibuk banget sekarang. Dan ndak ada waktu untuk main-main perasaan lagi. Sama seperti gue. Yang perlu diketahui bahwa tahun ini kelulusan ndak berdasar nilai UN, tapi itu tergantung pihak sekolah. jadi ya jangan terlalu takut menghadapi UN, lulus atau ndaknya dirimu tergantung amal perbuatanmu selama tiga tahun di sekolah tersebut. Maka, siap-siap memanen apa yang kautanam..

            Tapi ya kita harus berpikir bahwa nanti hasil UN itu akan terpampang nyata di ijazah. Siap-siap malu kalau melamar kerja, atau dilihat anak cucu nanti kalau nilai UN-nya jelek. Ehm.. pokoknya sih, hasil ndak akan menghianati cinta sejati persiapan yang telah kita tempuh penuh peluh.***

REUNIAN KURANG ASEM!


Pagi itu gue masih tidur nyenyak di kamar kos. Secara, ini hari Minggu, jadi ya gue merasa ini hari di mana gue mambalas dendam hari-hari sebelumnya, hari minim “ruang tidur.” Gue melek ketika hp gue berteriak, yang gue pikir teriakannya ndak cuma sekali dua kali, lebih, tapi teriakan itu malah meninabobokan gue tambah dalam. Hingga akhirnya gue sadar bahwa hari ini ada reuni. REUNI!
            Gue baru bener-bener bangun tidur kira-kira jam 11. Gue angkat itu hp yang suaranya semakin menyayat telinga,
            “Woi, di mana luh?!” tanya seorang laki-laki di ujung sana dengan nada marah.
            “Ehm.. eh, masih di kosan,” jawab gue ndak enak.
            “Anak-anak udah kumpul. Pada nungguin lo!” mampus.
            “Oh iya.”
            “Gece luh!” tut. Mati.
            Gue cek hp gue, yang ternyata sudah ada beberapa nomor yang berbeda menelepon gue berkali-kali, kalau gue ndak salah, ada 15 panggilan ndak terjawab. Wuah, gila, gawat nih. Pasti anak-anak (temen-temen) pada marah sama gue.
            Sesegera mungkin gue mencuci baju yang sudah gue rendem sebelumnya, bagaimanapun ini sangat penting. Gue takutnya pulang malem dan besok ndak ada baju buat dipake. Nyuci sampai ngejemur memakan waktu setengah jam. Itu pun gue ndak yakin, kotoran bekas nganu bakal terbesihkan. Abis itu gue mandi dan pake baju sekenanya.
            Panggilan beberapa kali membuat hp gue berteriak lagi. Untuk kesekian kalinya, gue alihkan itu mode hp ke “diam”. Selesai mandi, jam 12 siang, gue cek hp lagi: ada 8 panggilan ndak terjawab. Rasanya gue kayak diteror ketika itu. Ditambah di facebook anak-anak pada nanyain: lu dimana? Lu dmn? U dm?
            Setelah siap dengan kaus putih-hitam, celana levis  pendek dan sandal jepit hitam, gue keluar ke tempat janjian di mana ada teman gue yang njemput. Lama gue nunggu di situ, dan ternyata orang yang njemput udah balik lagi ke tempat kumpul.
            “Lu dimana? Ini yang jemput lo udah balik lagi?!” bentak seseorang ketika gue menerima panggilan, “Mending sekarang lo naik angkot deh ke sini!”
            “Ya.”
            Perasaan gue udah ndak enak, harap-harap cemas antara digebukin atau ditolol-tololin nanti pas sampai di sana. Rasanya gue pengin melanjutkan tidur gue lagi. Tapi, demi bertemu dengan teman-teman SMP, gue ndak lakukan itu. Apa pun resikonya, akan gue lewati dengan… spik gila.
            Turun dari angkot yang selama perjalanan ngebut, gue langsung jalan kaki. Karena lapar gue beli gorengan dan makan sambil jalan di keramaian orang. Akhirnya gue sampai di tempat kumpul. Gue salaman sama mereka satu-persatu, dan wajah mereka gue liat ndak enak banget. Cemberut, seperti menyimpan dendam di setiap mata yang gue liat.
            “Udah dapet alamat Bu Endah belum?!” tanya Ema, temen cewek. Bu Endah adalah wali kelas kami. Rencananya kami akan ke rumah beliau.
this Ema

            “Eh, belum," jawab gue.
            “YAAAAHHHH.” Kompak semua bersuara begitu.
            Deg. Gue marasa bersalah banget di situ.
            “Udah lah pulang, pulang!” rengek temen yang lain.
            Setelah berdiskusi sebentar, gue menemukan jalan keluar.
            “Jadi gini aja. Hari ini kita nggak usah ke rumah Bu Endah. Hari ini kita gunakan untuk reuni kita aja. Dan bingkisan buat Bu Endah dikasihnya besok aja. Nah, sekarang ada pilihan nih, kita mau kemana. Ke Muara Baru, Waduk, Sevel atau apa?” tanya gue ke temen-temen, yang semuanya pasti kecewa.
            Akhirnya kami putuskan untuk ke Pluit Village, di sana kami makan-makan di KFC. Dan sialnya, gue lupa ndak bawa dompet. Ketika ditanya mau apa, gue lama menjawab. Bukan apa-apa, gue ndak megang duit sekarang.
            “Sebenernya sih gue udah kenyang...,” kata gue lirih, mencoba membuang ingatan tentang makan gorengan sambil jalan tadi.


            Akhirnya gue pesen minum aja. Dan ndak tau dibeliin atau gimana, gue ndak tau. Satu gelas pepsi sudah ada di meja gue.
            “Nanti kalau kita udah kerja, reuniannya di gedung-gedung!” kata gue ke kedua temen: Riki dan PW.
            “Yoi dong, harus!” jawab PW.


            Sambil menunggu pesanan yang lain datang, kami bercengkarama. Dan gue, Riki, PW ngobrolin tentang persiapan reunian ini. Gue jadi inget bagaimana pertama kali gue ketemu sama Ema, PW, Riki dan Mutiara di SMP untuk mempersiapkan ini semua beberapa hari yang lalu.
beberapa hari yang lalu..

            Nah, pas persiapan itu, gue yang paling banyak memberikan masukan. Hingga akhirnya gue marasa menjadi tokoh sentral di reunian ini, ya jadi kalau gue ndak dateng sekarang, mereka pasti pada neror gue.
            Huh.
            “Ini semua sumber masalahnya karena lu, Sokhi!”
            Jleb! Begitu kata temen gue. Tapi ya memang gue akui, dalam hati gue ngomong,
            “Iya, ini sumber masalahnya gue. Kalaupun ini bakal berjalan lancar, kalian juga ndak akan berkata, ‘kelancaran ini semua karena lu Sokhi!’
            Reunion yang kurang hasyem!
            Tapi gue tetap senang bisa melihat wajah-wajah mereka yang lama ndak terlihat itu ^_^


DAPET ILMU DARI PRODUSER FILM DAN PENULIS PRODUKTIF DI "TERBITKAN MIMPIMU #10"





BERUNTUNG. Itulah kata yang pantas saya ucapkan saat ini. Karena apa bukan namanya beruntung jika mendapat ilmu bermanfaat langsung dari produser film dan penulis produktif secara gratis?
            Pagi itu saya berjalan keluar kos yang kecil di Manggabesar. Naik busway dan menikmati perjalanan yang cukup panjang. Sampai di halte SMK 57, saya bertanya di mana itu hostel SMK 57 yang ternyata berada di dalam sekolah. Saya masuk dan sesekali mengaggumi sekolah itu. Sekolah yang asri, sekolah yang penuh pepohonan, sekolah yang mempunyai gedung-gedung yang ndak hanya gedung sekolah.
            Sampai di hostel, ternyata saya orang pertama yang regrestasi. Saya tandatangan dan menunggu pintu dibuka. Acara ini berbayar, tapi karena komunitas fiksimini mendapat jatah tiket gratis, alhamdulilah saya ndak kena biaya.
orang pertama yang datang..

            Jam sembilan acara dimulai. MC yang cukup bikin meringis itu memandu kami yang adalah ibu-ibu, bapak-bapak, mas-mas, mbak-mbak sampai dedek gemes. Bisa dibilang acara ini tanpa batasan usia.
tadinya acara di Senen, terus pindah ke SMK 57

            Ruangan cukup nyaman, ber ac pula, ada kira-kira 40 peserta hadir di sini dan, semuanya mendapat kursi. Setelah berbasi-basi ‘ala MC’, pengisi materi pertama langsung naik panggung. Namaya Pak Suwandi Basyir atau biasa dipanggil Mas Ibas. Beliau ini adalah produser film Tausiah Cinta. Film ini diangkat dari sebuah buku best seller Tausiahku. Mas Ibas membeberkan bagaimana seorang produser melirik sebuah buku yang dapat diadaptasi ke layar lebar:
1.      Ada pesan positif
Khusus PH-nya Mas Ibas ini, ia fokus pada film-film religi. Ia mengatakan jika film yang diproduksinya itu mengandung unsur dakwah. Bahkan, untuk casting film yang diproduksinya, mereka akan dites membaca al-qur’an. Film Tausiah Cinta, film ini mengajarkan menjauhi maksiat dengan jargon: “Jomblo sampai halal.” Itu pesan positifnya.
2.      Memuat bahasa yang inspiratif
Tulisanmu harus bisa menginspirasi pembaca. Jangan gunakan bahasa yang jorok.
3.      Bisa ditampilkan secara visual
Yups, novel yang kaya akan visual itu akan mudah difilmkan. Maka kita harus detil menggambarkan situasi yang dialami oleh tokoh kita. Jika ia naik mobil, mobil merk, warna apa yang ia gunakan, kalau lagi stel radio, ia menyetel radio apa. Pokoknya gunakan panca indra yang kita punya untuk membuat tulisan kita lebih nyata.
4.      Layak promosi kualitas
Jangan lupakan kulitas tulisanmu jika mau dilirik produser, tulisan yang berkualitas bisa dengan mudah dipromosikan.
5.      Layak dijual dari segi cerita
Mas Ibas mengatakan, buatlah sesuatu yang berbeda, namun masih ada jalurnya. Karena produser akan melirik itu. Seperti halnya cerita yang kita angkat di buku kita, itu harus ‘menjual’.
Nah, setelah tahu naskah (novel/skenario) yang bisa dilirik produser, sekarang kita akan berbicara tentang langkah-langkah agar naskah bisa diterima di PH.
1.      Ajukan ke beberapa PH
Yang harus diingat, kita harus tahu visi-misi PH yang kita ajukan. Jangan sampai bersebrangan. Karena ini penting untuk nasib naskahmu dilirik atau tidak.
2.      Cari link produser
Iya, kita harus mencari link produser yang sesuai dengan visi-misi tulisan kita. Kita bisa cari di internet atau dari manapun, dunia ada di jempol kita.
3.      Buat PH sendiri
Ya kalau kita ingin memproduksi film sendiri, maka buatlah PH sendiri jika mampu.
Mas Ibas mengatakan bahwa semuanya butuh proses dan kita harus menikmati itu. Film Tausiah Cinta pun mengalami masa-masa sulit karena tidak mendapat layar bioskop. Tapi itu ndak mematahkan semangat Mas Ibas dan tim. Mereka mengadakan nonton bareng di kampus-kampus dan semacamnya dan terus meyakinkan pada pihak bioskop bahwa film ini layak untuk ditonton. Alhasil Tausiah Cinta mendapat 15 layar dan bisa “balik modal” setidaknya.

***

Pembicara kedua adalah produser film Sepatu Dahlan dan Toba Dreams, Rizaludin Kurniawan. Film-film yang diproduksinya sudah banyak mendapatkan penghargaan di pelbagai festival. Kedua film itu adalah adaptasi dari sebuah novel. Lalu apa saja yang diperhatikan produser jika ingin mengadaptasi sebuah novel ke layar lebar?
1.      Kaya alur
2.      Kaya dinamika
3.      Kaya ide brilian
Itulah tiga hal yang membuat produser mau mengadapatasi sebuah novel. Kendati begitu, Pak Rizal menekankan bahwa sebuah novel yang ingin diadaptasi harus kaya akan ide kreatif. Dan untuk memperkaya ide kreatif itu, kita harus peka terhadap kehidupan kita sehari-hari. Karena sebuah film adalah menstransfer keresahan untuk dirasakan bersama sehingga timbul rasa empati di benak penonton.

***

Pembicara ketiga adalah Brili Agung. Ia seorang penulis 20 buku, CO-writer artis, trainer dan seorang pengusaha. Katanya, ia mempunyai tiga dunia: dunia penulis, dunia membantu orang untuk menjadi penulis, dan dunia penerbit. Ia juga mengajar, menulis, dan mengajar menulis. Latar belangkanya memang ndak ada sastra-sastranya acan, tapi cowok kelahiran Purwokerto ini memilih menulis ketimbang menjadi karyawan. Bahkan ia sempat ndak dianggap oleh orangtuanya karena memilih keluar dari pekerjaan ‘’berdasi’’nya dan memilih untuk menulis.
            Hingga akhirnya semua itu terbantahkan. Brili menerbangkan kedua orangtuanya ke tanah suci dengan hasilnya menulis. Salud.
            Menurutnya, penulis zaman dulu dan zaman sekarang tuh beda. Kalau zaman dulu yang diharapkan penulis hanya bahagia. Ia mengambil contoh penulis Ahmad Tohari, suatu hari ia bertanya pada beliau, dan mendapat jawaban, ‘’hanya ingin bahagia.”
            Padahal, penulis di zaman sekarang itu harus kaya, kalau ndak kaya itu harus dipertanyakan kehidupannya. Kaya di sini bukan hanya kaya uang, tapi kaya hati, imajinasi dan materi. Tiga hal ini yang selalu mengikuti penulis zaman sekarang, atau setidaknya kita harus yakin itu.
            Menurut Brili, jarang ada penulis yang mau membagikan ilmu terkait dunia penerbitan dan semacamnya, bisa dihitung jari. Karena dia ndak pelit ilmu, maka ia menjadikan dirinya solusi untuk orang-orang yang ingin menulis buku tapi ndak kelar-kelar.
            Poin yang bisa didapat dari pembicaraan Brili:
1.      Penulis itu wajib kaya, jika ndak, kehidupannya perlu dipertanyakan
2.      Writers block itu hanya mitos, sama halnya naga-naga di Indosiar.
3.      Sedikit sekali penulis yang menulis karena bakat, yang lebih banyak adalah penulis yang mempunyai teman untuk menyemangatinya.
4.      Jangan membuat patah hati seorang penulis, karena bisa saja ia akan menjadikanmu tokoh dalam bukunya yang menyedihkan dan akan dibaca bayak orang.
5.      Gunakan “baju kreator” ketika menulis dan tinggalkan “baju editor” jangan gunakan kedua baju itu bersamaan, maka jika ya, tulisanmu ndak pernah akan kelar
6.      Kita bisa menulis dengan menutup layar laptop dengan kartas kosong, mulailah menulis, seburuk apa pun. Setidaknya akan ada tulisan yang kamu edit. Daripada ndak sama sekali. Karena sampah bisa didaur ulang.
7.      Editor itu akan memandang penulisnya. Pertama yang editor lakukan jika menyeleksi naskah, ia akan menulis namamu di goggle, jika memang kamu aktif dunia maya, maka naskahmu akan lanjut dibacanya. Poinnya, buat branding dirimu di dunia maya. Mulai dari facebook, chanel youtube, twitter, instagram dan sebagainya. Karena penulis yang aktif di dunia maya, bukunya akan lebih mudah terjual. Penerbit pun untung karena itu.
8.      Cara menjadi penulis best seller. Penulis harus mampu: writing, netwrokhing dan seling.
9.      Cara menjadi penulis itu ndak harus menulis buku sendiri. Menulis buku orang lain dengan menjadi ghost writer pun bisa mendulang uang, apalagi jika bekerjasama artis, politisi dan semacamnya, mereka yang sudah punya ‘nama’.
10.  Contoh hitung-hitungan royalty yang didapat penulis di penerbit mayor:
Contoh itungan diambil dari buku berjudul ME karya Brili terbitan qultummedia
Royalty: 10%
Oplah cetakan pertama: 3000 eksemplar
Asumsi harga jual/buku: Rp 50.000
Hitung-hitungan:
Royalty x oplah x harga jual=penghasilan penulis
10% x 3000 x 50.000 = Rp. 15. 000.000
Itu dalam tiga bulan, 3000 eksempar HABIS.
11.  Hitung-hitungan di self publishing, ambil contoh dari buku Unusual Buiness karya Brili.
Biaya cetak: 20.000/eksemplar
Harga jual: 250.000/eksemplar
Buku terjual: 1000 eksemplar
Pendapatan penulis:
(buku terjual x harga jual) – (biaya cetak x buku terjual)
(1000 x 250.000) – (20.000 x 1000):
Rp 230.000.000
Dalam satu bulan buku itu habis. “Kalau di Purwokerto bisa buat beli rumah,” ucap Brili medok.


Ketika di sesi Brili, kami para peserta diberi kesempatan untuk mengiyakan bahwa writers block itu hanyalah mitos. Kami disuruh untuk menulis tiga kata wajib untuk bakal cerita kami nanti. Tiga kata itu adalah: etika, tenggelam dan laptop. Dalam waktu tiga menit, peserta menulis dengan tiga wajib tadi. Hasilnya kami semua setuju bahwa memang writers block hanya mitos, malah bahkan ada yang kurang diberi waktu tiga menit untuk menulis. Bisa dicoba di rumah..



***

Jam setengah satu siang acara selesai. Ndak lupa kami foto-foto bersama. Sebelumnya ada hadiah-hadiah yang dibagikan pada peserta. Dan beruntungnya saya, mendapat baju dan voucher dari inspirator academy.

Pas mau foto-foto..


Setelah ruangan agak sepi (karena sudah pada pulang), saya keluar dan duduk-duduk di hostel bersama Reza dan Bunga, kami dari fiksimini. Tiba-tiba Brili datang, mengambil posisi duduknya dan mengobrol bersama kami, obrolan kami panjang. Kata-kata pertama yang ia katakan, “Mana, ada yang bawa karyanya untuk saya baca?” dengan semangatnya.
Kemudian kami mengobrol tentang asal kami, profesi, ayam bakar Kak Reza, Manggadua Kak Bunga, hingga buku-buku. Kebetulan kampung saya dengan Brili itu ndak berjauhan, saya Cilacap dan Bliri Purwokerto, kami sempat ngobrol dengan bahasa ngapak. Ia benar-benar kental ngapaknya. Karena kami sama-sama ngapak, saya ndak bisa untuk ndak diam jika melihat orang ngapak sukses seperti dia. Saya harus bisa seperti dia atau mengunggulinya, demi bangsa ngapak! *inindaklucu
Ya.. itulah yang bisa saya bagikan pada teman-teman semua. Semoga bermanfaat. Jangan lupa menulis, itu yang paling penting. J

Hallo kami dari angkatan I Gregetan (0.0)9



KEPUTUSAN-KEPUTUSAN BIJAK ANAK KOS


anak kos.jpg

Ketahuilah, menjadi anak kos itu ndak menyenangkan. Malah menurut gue lebih condong ndak enak, sengsara. Karena di mana lu hanya tidur sendiri di sebuah kamar kecil. Mencari makan sendiri, nyuci sendiri dan menstrubasi apa pun sendiri. Sambil menunggu kiriman dari orangtua yang jauh di sana. Karena itu, terkadang tuh anak kos akan melakukan jalan keluar untuk keluar dari kesengsaraannya itu. Selaku anak kos gue juga punya jalan keluar untuk keluar dari kesengsaraan itu secara bijak. Cekidot!
1.      Jangan sering-sering belanja pakaian
Belanja pakaian menurut gue itu ndak penting-penting amat. Jangan takut kalau keluar dan terlihat oleh teman-teman, kita pakai pakaian itu-itu mulu. Ini bisa disiasati dengan cerdas memilih pakaian apa yang akan digunakan pada hari ini, esok, lusa, langkit. Misal, kita mempunyai dua celana jens warna cokelat dan hitam; dan mempunyai empat baju dengan warna berbeda. Itu bisa kita roling pemakaiannya. Hari ini pakai celana cokelat baju merah, besoknya celana hitam baju kuning, lusa celana cokelat baju hijau. Ditambah asesoris yang kita punya seperti topi atau jaket, teman-teman ndak bakal ngira kita pakai pakaian yang sama selama seminggu.
2.      Beli rice cooker
Iya, kita tahu biaya hidup seperti di Jakarta ini mahal. Keluar dari kosan, kita wajib setidaknya bawa duit dua puluh ribu untuk makan. Itu sudah makan enak, macam nasi padang. Kalau yang ndak enak-enak amat, bisa bawa sepuluh ribu juga cukup. Sepuluh ribu bisa buat beli indomie pake telor dan krupuk. Makan-nya di tempat, lumayan dapat air gratis.
Jalan tengahnya, kita harus beli rice cooker untuk bisa makan yang kita mau. Kita hanya beli beras seliter delapan ribu, dan beli lauk di warteg lima ribu. Nasi itu bisa dipakai seharian. Kalau pengin ganti lauk tinggal pilih di warteg. Bisa beli terongnya aja, tahunya aja, atau sayurnya aja pakai sambel. Terserah. Atau ndak, bisa beli KFC di pinggir-pinggir jalan itu, dada hanya tujuh ribu, campur saus maknyos dah..
Jadi, investasikan uang kita untuk beli rice cooker daripada terus-terus tersiksa dengan biaya makan tiga kali sehari yang sekalinya makan butuh dua puluh ribu. Kalau terus-terus begitu, bisa-bisa besoknya tinggal gigit jari deh.
3.      Beli dispenser
Benda ini penting. Dia bisa digunakan jika memang sedang mepet-mepet amat. Kalau kita benar ndak punya uang, kita tinggal beli indomie mentah, dan air aqua (yang bukan aqua) ukuran 1500 ml. Air itu dipanaskan di dispenser, dan siapkan indome kita (membukanya jangan sampai bungkusnya robek, bungkusan bisa digunakan untuk piring kita). Kemudian tuangkan air panas ke indomie kita yang sudah dicampur dengan bumbu-bumbu langsung dibungkusnya. Tunggu berapa saat dan, nikmatilah. Kalau pengin tambah nikmat, tinggal beli sukro dan susu sachet untuk menemani indomie kita.
4.      Di hari libur, bangun siang-siang biar ndak perlu sarapan
Wuah, ini agak ekstrim sih, tapi menurut gue manjur untuk hemat. Gue juga sering melakukan ini. Ya caranya tinggal pas malam begadang larut, kan abis itu badan kita lelah, terus tidur deh sampai siang. Hehehe…
5.      Menulis
Iya, kita bisa menulis untuk media online atau cetak. Lumayan lho, kita bisa mendapatkan uang dari sana. Dan uang itu bisa buat beli keperluan kita yang lain. Seperti beli sempak yang udah ndak ganti dua tahun itu, atau semacamnya. Selain itu bisa menulis buku dan terbitkan, itu juga bisa mendulang uang dengan elegan.
6.      Kalau dikirimin jangan diambil semua, sisakan
Iya, usahakan jika kita mendapatkan kiriman uang dari orangtua, jangan buru-buru diambil semua itu uang. Coba sisakan beberapa rupiah untuk mengisi tabungan kita. Coba kalau dikirim empat kali, setiap dikirim kita sisakan lima puluh ribu dari kiriman itu, kan mayan..
7.      Jangan lupa bahagia

Bagaimanapun, kita anak kos juga berhak bahagia. Kadang memang penderitaan ini membuat kita terus-terus merasa ndak punya waktu untuk bahagia. Padahal itu semua ndak benar, kita bisa bahagia dengan melakukan hal-hal yang kita suka. Pokoknya jangan terlalu serius menjalani kehidupan, sisakan dari waktu hidupmu untuk ciptakan bahagia itu sendiri, sekecil apa pun, itu manjur untuk menyelamatkan nyawa.***