TANYAKAN HATI KECILMU

Orang yang jujur memang sudah langka. Kejujuran, kata orang, adalah uang yang berlaku di mana saja. Maka dari itu, jujur amatlah sulit untuk dimiliki setiap orang. Jujur memang sakit, jujur kadang tidak menyenangkan, jujur tidak merasa bebas, dan seterusnya. Jujur itu beresiko, dan memang begitu.



            Namun, orang jujur tidak akan rugi. Dengan jujur, orang akan merasakan hidupnya tentram, dan tidak ada yang berkecamuk dalam pikiran. Berbeda dengan orang yang suka berbohong, dalam pikirannya akan berkecamuk, perbuatannya itu kadangkala menumbuhkan akibat yang buruk.
            Jujur, memang menyakitkan untuk dikatakan. Kita bisa saja bohong dengan diri sendiri dan orang lain, namun ada yang kata orang dinamakan hati kecil, ia tidak bisa dibohongi. Dan memang benar, ada satu bagian dalam diri manusia, yang tidak bisa dibohongi. Iya, tadi, dia adalah hati kecil. Hati kecil akan selalu bertanya apakah yang kita lakukan tadi baik-buruk, atau ia akan menyesali perilaku yang dilakukan.
            Saya yakin setiap orang mempunyai hati kecil. Coba saja sekarang kamu bayangkan sebuah kebohongan dan mencoba membohongi orang lain, apa yang akan diucapkan hati kecil? Ia akan memberontak, dan sesekali membisikimu bahwa yang dilakukan itu adalah buruk, tidak baik.
            Kadar hati kecil di setiap manusia bervariasi. Ada yang suara hati kecilnya hampir tidak terdengar, ada pun yang sangat nyaring suaranya. Hati kecil sesungguhnya adalah diri kita, di sana kita-yang-sebenarnya-tertera.
            Jujur memang memiliki banyak resiko, kata orang, jadi banyak orang yang memilih untuk berbohong agar tidak terkena akibat dari kejujurannya. Mereka berdalih jika perilakunya dijujurkan maka akan sangat memalukan, sangat membuat orang kecewa dan seterusnya.
            Namun ada sebagian orang lagi yang sangat jujur. Entah apa yang membuat mereka seperti itu. Bahwasanya mereka sangat terbuka dan memberi tahu dengan penuh kejujuran. Sehingga apa yang dikatakan kadang menumbuhkan yang dinamakan sakit hati, kecewa dan seterusnya. Iya, karena jujur itu.
            Bagi saya lebih baik seperti itu daripada bohong. Bohong adalah segala usaha untuk menutup-tutupi dalam diri yang sebenarnya.
            Setiap orang bisa dipastikan pernah berbohong dan jujur. Dan kadang, untuk berkata jujur itu sangat berat, berbeda dengan berbohong yang dengan entengnya untuk dikatakan.
            Nah, sekarang, sudahkan kamu betanya kepada hati kecil kamu?

            Apa yang dia katakan padamu?


MEREKA YANG TELAH MENGETAHUI DIRINYA, TELAH MENGETAHUI TUHANNYA—MOHAMMAD, THE PROPHET

JANGAN BERPISAH






Sepasang kekasih akan berpisah di sebuah bandara. Lima menit lagi si perempuan akan diterbangkan, dan kekasihnya yang sedari tadi tidak rela melepasnya pergi, tampak menaruh wajah cemas, sesenggukan, seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan.
          “Kita akan bertemu lagi, yakinlah, Sayang…,” bujuk si perempuan yang sudah siap terbang.
          “Tidak. Tetaplah di sini!” Suara kekasihnya, sedikit membentak khas laki-laki. “Aku tidak yakin, Sayang…,” lanjutnya, kini melunak.
          “Yakinlah. Sebenarnya aku juga tidak ingin berpisah denganmu…”
          Sepersekian detik kemudian mereka berpelukan erat, sang waktu seketika terhenti. Benar-benar terhenti. Orang-orang yang berjalan terhenti. Pesawat yang akan lepas landas terhenti di awang-awang. Burung-burung terhenti. Sebentar lagi pesawat yang akan ditumpangi si perempuan akan terbang juga ikut terhenti. Udara pun, terhenti.
          “Tetaplah bersamaku…,” si laki-laki benar-benar menangis di pundak kekasihnya yang bertubuh lebih kecil darinya. Airmatanya banjir tidak karuan.
          “Iya, iya, Sayang, aku akan bersamamu, selalu.”
          Sang waktu masih terhenti. Air-air minum yang akan dituangkan ke gelas terhenti. Semuanya terhenti, namun manusia-manusia yang tehenti itu masih bisa sadar dengan keanehan ini.
          “Kenapa kita terhenti?”
          “Ada apa ini?”
          “Apa ini tanda kiamat?”
          Seluruh penjuru dunia sudut paling kecil pun ikut terhenti. Hanya sepasang kekasih yang sedang berpelukan di bandara itu yang leluasa memainkan waktu.
          “Tetaplah di pelukanku…,” rengek si laki-laki.
          “Tidak, tidak, Sayang, aku harus pergi…”
          “Kamu sudah yakin?”
          “Iyah, Sayang,” si perempuan mengangguk, “aku harus melanjutkan kuliahku di luar pulau Jawa ini. Aku sudah belajar, mengikuti SMBTN, dan kini saatnya aku mengejar cita-citaku,” paparnya usai.
          “Ya, aku tahu itu.”
          “Jadi?”
          “Baiklah, aku lepaskan pelukan ini.”
          Pelan-pelan pelukan itu lepas. Dan sang waktu pun kembali seperti sedia kala.

          Benar-benar ketidak-relaan yang luar biasa. Sampai sang waktu pun tidak rela jika mereka berpisah.***


Jangan Berpisah

Kini detik menyerupa darah
Darah merah yang menggelikan
Sebab, tidak ada rindu yang dipertemukan
Bagiku, menahan rindu sama saja menyayat kulit sampai berdarah lalu kuminum sendiri

Kini udara menyerupa pasir
Pasir yang bercampur dengan taik kucing
Sebab, tidak ada rindu yang dipertemukan
Bagiku, menahan rindu sama saja dengan menghirup udara yang penuh pasir, sesak

Kini puisi menyerupa wajahmu
Wajahmu yang manis dan jelita
Sebab, tidak ada kita yang dipertemukan

Bagiku, bertemu denganmu sama saja dengan mengenyahkan gemuruh halilintar di angkasa yang setelahnya pelangi akan terlahir cemerlang

untuk seseorang***

TAKUT






Adakah di sini yang merasakan sangat takut kehilangan? Takut ditinggal oleh seseorang? Dan merasa jika satu hari saja tanpa informasi tentangnya, kau akan bimbang? Merasa berkecemamuk di dada jika ia bersama yang lain, walau hanya sekedar berbasa-basi? Dan, merasa bahwa ia, sangat berarti?
            Jika pernah, itu pula yang saat ini gue alami.
            Entah bagaimana menjelaskannya, sampai saat ini, hati gue masih saja tak bisa reda dari gemuruh, masih ada kilat-kilat di sana, dan sesekali mengejap-ngejap.
Dia sudah gue anggap sebagai bagian dari hidup gue, gue cocok sama dia, dan begitu sebaliknya. Dan gue berharap akan selalu seperti itu.
            Lalu, kenapa beberengen dengan itu, ada rasa cemburu yang juga besar mengekori. Benar, sampai saat ini, baru kali ini, gue merasakan hal yang sehebat ini. Sekali lagi, entah, gue tidak bisa menjelaskannya dengan detail, sebab gue, juga tidak-maksud dengan apa yang gue rasa ini.
            Ketika dia tidak seperti biasa, gue merasa resah, hari gue bakal tidak lengkap, hari gue bolong, ada yang menga-nga di dada, tersayat sembilu. Ketika dia sudah tidak lagi perhatian kerena sibuk, di situ ada rasa yang tidak menyenangkan, dan jika mendapat informasi darinya, itu akan terbaca datar, tanpa ada rasa sebagai latar belakang.
            Mungkin setiap orang juga merasakan ini, merasa dicintai dan mencintai anak manusia. Walau kita semua tahu, cinta yang sahih adalah hanya milik-Nya, namun bagi gue, dicintai oleh manusia, adalah kenikmatan dunia.
            Bagaimana tidak, gue merasa hidup menjadi lebih hidup, gue menjadi manusia yang lebih dimanusiakan.
            Bersamannya, gue benar-benar merasakan kisah cinta yang sebenarnya. Sebelumnya, tidak sampai seperti ini. Kami tidak ada batas, dan benar-benar membaur menjadi satu-kesatuan.
            Ada target di mana akan menjalani hari selalu bersama, ada target di mana aset rumah bersama, ada target memiliki keluarga, dan banyak lagi target yang kami miliki.
            Mungkin kata orang, ini yang dinamakan cinta monyet, membuat gila dan seterusnya. Jika memang, berarti benar iya, gue sudah gila. Dan memang begitu.
            Ada rasa takut menyelimuti hari-hari gue. Di mana dia seperti memiliki dua, kepribadian, yang satu baik dan, yang satu kurang baik. Terkadang, ia juga adalah kedua-duanya. Tapi tetap saja, ia gue cinta.
            Bagaimana-menjelaskannya-gue-bisa-takut-seperti-ini, tapi gue mencoba tenang detik ini. Napas gue hirup keluar-masuk, berharap dada berhenti berkecamuk. Apa ini yang dinamakan resiko jatuh cinta?
            Gue merasa takut, suatu hari nanti, kami tidak lagi bersama. Memang siapa yang tahu tentang ini? Manusia tidak ada yang tahu, hanya sang pengendali takdir yang tahu. Lalu jika memang kami tidak diperuntukan untuk bersama, mau apa? Dan situ, gue mulai benci takdir.
            Gue merasa takut, suatu hari nanti, dia mendapati yang lebih dari gue. Mana ada yang tahu isi hati seseorang? Isinya mengerikan, bisa tersimpan kejahatan dan kebaikan saling bersandingan, mana ada yang tahu isi hati seseorang? Apalagi hati perempuan? Sekali lagi iya, hanya sang pengendali takdir yang tahu.
            Gue merasa takut sama diri gue sendiri. Kadangkala gue merasa tidak bisa berbuat apa-apa, kadangkala gue merasa rendah di hadapannya.

            Entah sampai kapan rasa takut ini bercokol dalam hati gue. Lagi, sampai saat ini gemuruh di dada masih saja ada, awan hitam menyelimutinya, dan sesekali petir menyambar, gue rasakan perih. Inikah resiko jatuh cinta? Kalau memang iya, gue takut,  bila menjalani sendiri, gue butuh kata ‘kita’ untuk menghadapi.***  

PENGIN TAHU SEBERAPA MINAT-BACA ANDA? COBA IKUTI TES INI!

Budaya membaca di negara kita tercinta ini bisa dibilang rendah. Untuk itu, kita mesti sadar bahwa apakah kita sendiri masuk dalam bagian mereka yang tidak suka membaca atau tidak. Kerenanya, jika Anda ingin mengetahui seberapa cintanya Anda pada membaca, itu bisa dilihat-hasilnya dengan mengikuti tes di bawah ini. Baca berita ini deh ~> Persentase Minat Baca Indonesia Hanya 0,01Persen 



Anda disarankan terlebih dahulu menyiapkan alat tulis atau bisa juga kalkulator hape untuk melalui tes ini. Tidak terlalu repot, hanya menjumlahkan saja.
Baiklah, sudah siap? Ayo kita mulai! Go!

1.      Dalam tiga bulan terakhir, berapa buku  non fiksi yang sudah Anda baca?
Nilai 3 poin untuk satu buku.____
2.      Dalam enam bulan terakhir, berapa buku fiksi yang sudah Anda baca?
Nilai 1 poin untuk satu buku._____
3.      Berapa jumlah langganan  majalah Anda?
Nilai 1 poin untuk satu langganan.____
a.       Berapa persen dari majalah yang Anda terima Anda baca, atau setidaknya, anda lihat-lihat tiap bulan?
0                                         tanpa poin
1-33%                                            5 poin
34-66%                                          10 poin
67% atau lebih                              15 poin.___   
4.      Berapa banyak langganan buletin Anda?
Nilai 1 poin untuk satu langganan.____
a.       Berapa persen buletin yang Anda baca, atau setidaknya Anda lihat-lihat tiap bulan?
0                                                                    tanpa nilai
1-33%                                         5 poin     
34-66%                                          10 poin
67% atau lebih                              15 poin.___   
5.      Banyak langganan koran Anda?
Nilai 1 poin untuk satu langanan.___
6.      Ketika membaca koran, apakah Anda (pilih salah satu):
a.       Hanya membacanya bagian tertentu, misalnya olahraga, rumah tangga, atau keungan?
Nilai 5 poin.____
b.      Membaca semuanya secara detail, dari depan hingga belakang?
Nilai 10 poin.___
c.       Melihat-lihat keseluruhan koran dan membaca artikel yang menarik secara detail?
Nilai 15 poin.___
d.      Dalam membaca koran, Anda tidak memiliki metodologi khusus.
Nilai 7 poin.___
7.      Dalam beberapa minggu terakhir, sudah berapa banyak Anda membaa terbitan (koran, majalah, buku) yang bukan bacaan yang biasa Anda baca?
Nilai 2 poin untuk tiap terbitan.___
8.      Bulan lalu, apakah Anda melihat-lihat atau mencari layanan online, atau www, untuk suatu terbitan atau majalah?
Jika ya, nilai 10 poin.___
9.      Apakah Anda membuka dan melihat-lihat surat yang Anda terima, bahkan iklan?
Jika ya, nilai 5 poin.____
10.   Apakah Anda membaca bagian belakang kotak sereal?
Jika ya, nilai 5 poin.____
11.   Apakah Anda membaca buku anak (membaca sendiri atau membacakan untuk anak kecil) bulan lalu?
Jika ya, nilai 1 poin.____
12.   Apalah bulan lalu Anda pergi ke toko buku?
Jika ya, nilai 2 poin.____
13.   Pergikah bilan lalu Anda ke perpustakaan?
Jika ya, nilai 2 poin.____
14.   Apakah bulan lalu Anda ke kios dan membaca-baca koran atau majalah?
Jika ya, nilai 2 poin.____
15.   Apakah Anda berlangganan buku atau koran apa saja dalam bentuk kaset?
Jika ya, nilai 5 poin.____
16.   Apakah Anda mendengarkan program belajar lewat kaset dalam sembilan puluh hari terakhir?
Jika ya, nilai 5 poin.____
17.   Pernahkan Anda mempelajari metode untuk meningkatkan kecepatan belajar atau kelancaran berbahasa?
Jika ya, nilai 5 poin.___

Total nilai:_____
Cara menafsirkan nilai
·         Nilai di atas 100. Anda memasok pikiran dengan kaitan-kaitan kreatf sehat dan beragam.
·         Nilai 75-99. Anda sudah berada di jalur yang benar, namun masih perlu meningkatkan variasi baca dengan cara membaca lebih dari topik. Anda bisa juga membaca lebih banyak bacaan bertopik sama.
·         Nilai 50-74. Anda perlu ‘cambuk’ agar meluangkan waktu lebih banyak lagi dan energi untuk membaca.
·         Nilai 50 atau kurang. Budaya baca Anda lemah. Berusahalah sekuat tenaga untuk meningkatkan bacaan tiap hari.

Nah, sudahkah Anda tahu seberapa Anda cinta kepada membaca? Apa Anda perlu cambukan atau Anda sudah sejati dengan kekasih yang bernama membaca?
Kini Anda sudah tahu seberapa cintanya Anda dengan membaca. Jika Anda masih di bawah angka 50, yo diperbanyak lagi bahan bacaannya ^_^

Sumber referensi:
Jordan E. Ayan, AHA! 10 Way to Free Your Creative Spirit and Find Your Great Ideas (Three Rivers Press, 1997), hlm. 165-167.

KAMU KENAPA?





Sulit untuk orang mendapatkan kesempatan kedua, tapi ketika kita mendapatkannya. Maka gunakanlah sebaik-baiknya kesempatan itu.

Aisyah, perjalanan menuju Mangrove
Sudah kuberi tahu Furqon itu agar tidak mengecewakanku lagi, hampir berkali-kali. Memang, cintaku padanya sudah teramat dalam, dan jikalau segores yang bernama kecewa hinggap di hatiku, efeknya bisa luar biasa. Asal kau tahu, aku sungguh mencintainya, dialah laki-laki masa depanku, aku yakin.
          Sekarang aku sedang membonceng motor tapat di belakangnya. Angin bersepoi dan acap kencang mengenaiku. Bersebab itu, kupeluk saja Furqon agar aku tidak kedenginan. Kadang, kucubit perutnya, dia memberontak,
          “Sakit tahu…,” katanya memelas.
          Dialah laki-laki penyabar, menghadapi segala sifatku dengan tenang, segala urusan dia anggap mudah dan dimudahkan. Segalanya, baginya, tidak ada yang sulit. Dan begitulah prinsip hidupnya yang kutahu.
          Beberapa lama kemudian, kami sampai di suatu tempat, Mangrove. Kami sampai pada petang hari jam 3. Ini kali pertama bagi Furqon datang ke tempat ini, dan juga bagiku sih…. Tempat yang rindang akan pohon liar yang entah apa namanya. Ada sungai di samping kiri, di jalanan yang kecil nan panjang ini, kami berjalan terus ke depan sambil berharap ada sesuatu yang unik untuk kupotret.
          Aku sedang tidak bersemangat. Wajah kulipat sedemikian rupa. Dan Furqon berusaha menghiburku dengan tingkahnya yang konyol. Bagiku dia tidak pantas seperti itu. Furqon berusaha membuatku seperti sedia kala yang ceria.
          “Kamu tidak seperti biasanya?” tanyanya ketika kami duduk istirahat.
          “Iyah,” jawabku dingin.
          “Kamu Kenapa?” pertanyaan ritoriter itu kembali terdengar.
          “Tidak apa-apa…,” jawaban kesukaanku ketika ditanya seperti itu.
          Memang, Furqon bukanlah laki-laki yang peka. Tapi anehnya dia itu baper. Kau tahu baper? Yap, bawa perasaan, dia suka bawa perasaan ketika ada pengadaan percakapan di antara kami, dan waktu yang lainnya juga seperti itu.
          Kemarin, aku melihat Furqon didekati oleh perempuan. Yang pasti bukan diriku jika tidak cemburu. Jelas aku cemburu, dan rasanya, dengan itu rasa sayangku padanya semakin tumbuh, semakin dalam. Aku tidak ingin lepas darinya, cukup aku perempuan yang dia cinta, cukup aku!
          Aku terlalu over?
          Iya, begitu memang. Kalau aku sudah sayang dengan seseorang, ya seperti ini, kau harus tahu.
          Mengingat kemarin, aku jadi ingat kejadian waktu itu, dengan cepatnya ia mampir ke tempurung kepalaku. Kejadian ketika Furqon mengecewakanku dan kuberikan kesempatan padanya agar tidak diulang kembali. Entah apa alasan Furqon ketika itu, aku tidak acuh, yang pasti, aku sungguh kecewa karena dia masih menyimpan rasa kepada mantan pacarnya.
          Baiklah. Tunggu sebentar. Aku ingin menarik napas dan menghembuskannya pelan.
          Aku sudah lega sekarang.

****

Furqon, Mangrove
Tidak ada yang lebih misterius di muka bumi ini selain pemikiran seorang perempuan. Perempuan, yap, makhluk yang indah itu, memang sulit untuk ditebak, sulit untuk kata-katanya dicerna dan ditangkap.
          Aisyah, kini dia di sampingku, kami sedang melepas lelah setalah tadi mengitari komplek yang terkenal dengan Mangrove ini. Kini di depan kami ada genangan air, di depan sepanjang kami melihat, ada banyak pohon-pohon, dan petang menjelang senja ini, aku merasa Aisyah berubah, em…, lebih tepatnya dia tidak seperti biasanya, begitu.
          Kenapa dia?
          Tidak seperti biasanya dia cemberut, dia tidak mendominasi perjalanan kami saat ini. Dia tidak ceria seperti biasanya, dan tidak menunjukan rasa senang  bertemu denganku setelah semalam dia katakan rindu padaku. Aisyah, Aisyah…
          Setelah kutanya kenapa, dia lalu menjawab tidak apa-apa. Entah-bertantah, dia kembali menguak kembali kejadian kala itu, kejadian di mana aku mengecewakannya. Sebenarnya tidak ada maksud aku ketika itu mengecewakannya, tapi, yasudahlah. Perempuan memang lebih perasa ketimbang aku yang dingin dan sering seperti es batu.
          Aisyah pandai sekali berbicara, dia memojokanku dan aku tak bisa menjawab pertanyaannya yang sulit, seperti sudah disiapkan di tempurung kepalanya.
          “Aku lamban dalam berpikir,” celetukku kepadanya ketika dia menunggu tanggapan dariku.
          “Kalau sudah tidak bisa menjaga perasaan, buat apa dipertahankan, mending sudahi saja.”
          Begitulah kata-katanya yang masih kuingat betul dan sepertinya sudah menjadi permanen di salah satu sudut kepalaku. Aisyah, kata-katanya menohok pas di hatiku ketika itu. Ditambah lagi, suaranya yang serak dan tingkahnya sedari tadi yang tidak seperti biasanya.
          Dia kenapa?
          Aku bingung dan linglung. Kubiarkan saja dia sesuka hatinya bertingkah ketika itu. Namun, perhatiannya tetap saja ada. Entah, dengan wajahnya yang tampak judes dan sinis— wajah yang sangat kuhindar-hindari darinya—dia tetap saja perhatian.
          Ya, perempuan memang begitu. Dan baru kali ini aku lebih sadar tentang memperhatikan tingkah dan perasaan perempuan. Sebelumnya, benar, aku tidak sama sekali tahu apa yang dipikirkan perempuan di balik senyumnya, di balik tangisnya, di balik judesnya, di balik yang terlihat darinya. Semua itu misterius!
          Iya, aku mulai belajar darinya tentang perasaan….

          Seperti kataku tadi, tidak ada yang lebih misterius di muka bumi ini selain pemikiran seorang perempuan. Dan aku harus menguak misteri itu dengan bimbingan Aisyah jika ia sudi.***

MENULIS BUKAN KARENA KURANG KERJAAN, TAPI KARENA...

Suatu hari saya mendapat inbox dari salah satu teman facebook. Dia meminta kepada saya untuk memberikan ilmu tentang kepenulisan karena mungkin dia melihat facebook saya yang selalu update dengan link-link blog dan beberapa coleteh di status.
Saya bertanya: kamu suka nulis juga?  Lalu dia mengiyakan namun memberi alasan: aku suka nulis tapi tidak sempet nulisnya, aku sibuk pelajaran.
Saya menjawab lagi: bukannya kalau orang sudah suka, akan memberikan segalanya kepada yang dia suka?

                                                ***

Secara tidak langsung, dia mengatakan bahwa orang yang tidak sibuk hanyalah yang bisa menulis. Dan orang sibuk tidak bisa menulis. Tidak keseluruhan salah memang. Tapi ada kejanggalan di sini, bukankah menulis itu menyenangkan? Bukankah dengan menulis kita bisa lebih hidup? Lalu apa itu alasan yang bernama sibuk? Apalagi berasalan pelajaran, huh.
          Entah dari mana saya menjelaskan ini semua. Tapi yang saya takutkan di sini adalah pandangan orang-orang kepada penulis bahwa  penulis adalah orang yang tidak punya (ada) kerjaan, tidak sibuk dan seterusnya.

Gambar: WordPress


          Dan orang akan memilih untuk tidak menulis karena biar orang,  teman-temannya tahu bahwa dia sibuk di dunia nyata walau pada aslinya tidak, malah lebih membuang-buang waktu.
          Bagaimana kalau yang berpikir seperti ini tidak hanya teman saya yang inbox itu? Bagaimana kalau masih banyak lagi? Mau ke mana budaya tulis-baca di negeri ini? Mau ke mana para generasi penerus bangsa, pemikir-pemikir? Para inovator? Mau ke mana kalau tidak ada rasa cinta kepada tulis-baca….
          Semoga saja tidak banyak orang yang beranggapan seperti teman facebook saya itu. Memang sih tidak sepenuhnya salah, ada benarnya kalau orang yang nulis adalah orang yang tidak sibuk. Namun harus dicamkan di sini, tidak hanya orang yang tidak sibuk yang menulis. Orang sibuk pun menulis. Dan penulis adalah si sibuk yang empati kepadamu, kepada keadaan sekitar, kepada negara, kepada dunia.
          Jadi janganlah anggap penulis adalah orang yang tidak ada kerjaan. Jangan. Kasihan. Sebenarnya penulis sungguh amat berharga ketimbang mereka yang tidak menulis (ya iyalah -_-). Itu disebabkan karena dengan menulis kita menjad lebih berfikir kritis dan peka terhadap lingkungan. Ingat, apa yang ditulis penulis adalah dari kerasahan mereka di sekitar hidup mereka.

          Nah, ayo menulis. Jangan takut menulis karena dengan menulis kamu dicap menjadi orang kurang kerjaan, orang tidak sibuk dan seterusnya. Jangan. Menulislah untuk menjadi orang yang lebih menjadi orang. Menjadi pemikir yang lebih mikir.***

CERITA DI BALIK JUARA GUGUS DEPAN TERGIAT VERSI SAYA

Sekarang gue lagi di atas losbak mobil Pol Pp. Gue dari Kembangan menuju SMK N 9 di bandengan. Di sini keadannya lagi anjlug-anjugan. Gue duduk paling belakang dan yang lain pada serius menikmati pemandangan.
Angin cukup kencang, mobil saling berkejaran. Beberapa kali gue terguncang dan merasakan mual. Huek!
Alhamdulilah. Juara satu lagi. Gugus depan gue juara satu lagi dalam rangkain lomba gugus depan tergiat tingkat Jakarta Barat.

***

Begitulah tulisan saya ketika di perjalanan masih di mobil losbak. Ketika itu saya sedang bete dan mencoba untuk menulis pengalaman ini. Namun ya begitu, susah, soalnya keadaan yang anjlug-anjulgan dan hape saya yang buram.



          Nah, jadi ceritanya begini. Saya akan cerita dari awal ya…
          Pada Jum’at 12 bulan ini, saya dan teman-teman Pramuka Ambalan Hang Tuah-Malahayati menggalakan bersih-bersih sanggar kebanggan kami. Sanggar dibersihkan sedemikian rupa tanpa ada yang diubah. Seperti biasa, hiasan dinding menumpuk, piala berjejeran, ada dua lemari besar, ada meja, kursi, lampu, udara, angin, partikel, debu. Begitulah.
          Ketika itu saya sampai batuk-batuk karena debu masuk ke pernapasan saya. Dan saat itu juga saya sempatkan untuk berhenti bekerja, lalu melihat teman-teman saya. Dari air mukanya, terlihat mereka serius sakali….
          Lama kemudian, selesai, dan kami siap untuk menjadi gudep tergiat.

***

Selasa, 16 bulan ini tahun 2015 jam setengah 1 siang. Saya berangkat dari SMKN 11 Pinangsia menuju Kembangan. Kebetulan hanya dua penegak dari ambalan kami, yakni saya dan Selvi. Bersama dua pembina: Pak Adi dan Bu Anisa, menjadikan, formasi naik motor: saya bersama Pak Adi dan Selvi bersama Bu Anisa terjadi.
          Ketika saya mulai naik ke motor Pak Adi yang bergigi, saya merasakan kesempitan, saya duduk di boncengan tepat di besi-besi itu. Pantat saya pegal, apalagi 30 menit lebih perjalanan yang anjlug-anjlugan.
          Ini kali saya pertama digonceng Pak Adi, yang perawakannya gendut dan memang seperti itu. Lalu…?
Motor Pak Adi kempes ketika kami baru saja ingin berangkat :3


          Btw, saya memanggil Ibu dan Bapak kepada pembina pramuka kami karena kami memang sudah terbiasa dengan embel-embel itu dan karena lagi nih beliau-beliau ini juga guru kami. Kalau pakai ‘Kak’ itu ndak enak di lidah. Jadi ya karena sudah terlanjur seperti ini, maka sudahlah menjadi darah-daging tanpa koreksi.
          Kami sampai di kwarcab jam setengah dua siang lewat sedikit. Saya turun dari motor Pak Adi, keadaan sekitar masih sepi, karena itu, saya putuskan untuk menuju taman yang berada di samping masjid dan bermain komedi putar sendirian menyepi dengan sebuku novel dan musik-musik intrumenral rock!
          Tiba-tiba, ada yang menyapa saya, dia perempuan mengenakan seragam pramuka lengkap.
          “Sendiran aja…?” sapanya seraya senyum dan berjalan mundur.
          “Iya nih, Kak, sendirian,” jawab saya. Dan ternyata Kakak yang menyapa saya tadi sudah jauh jaraknya -__-‘’
          Dasar!
***
Kami berbaris di lapangan utama. Saya berada di barisan kedua setelah cowok tinggi gendut berdiri di depan saya dengan tegap. Upacara dimulai….
          Langsung aja pada intinya. Kini pemberitahuan siapa-siapa Gudep tergiat. Saya deg-degan seperti merasakan jatuh cinta.
          “Gugus depan tergiat tingkat SMA/SMK/MAN jatuh kepada….”
          Suara Kak Sapei’ menggantung, berharap yang mendengarnya histeris dan penasaran.
          “Gugus depan yang berpangkalan di…. SMK N 11 Jakarta!”
          Prok prok prok prok ~> suara tempuk tangan.
          “Pradananya silakan maju…” lanjut Kak Sapei.
          Saya terpaku, keringat tarasa mengkujur tubuh, dan bergetar tidak karuan. Saya siap dari istirahat di tempat. Napas saya serap, tubuh saya tegakkan, dada saya majukan dan kemudian saya berjalan ke dapan.

Saya merasa tamvan :V


          Saya senang! Ini yang kedua kalinya saya maju ke depan setelah tahun lalu juga mendapat juara satu lagi.
          Piala dibagikan dari saya terlebih duhulu. Kak Asma, dari Sudin Kemenpora memberikan langsung piala itu kepada saya setelah berasalaman dan mengucapkan selamat. Saya raih itu piala dan lalu kamera menembak saya berkali-kali. Aih, senang sekali ^_^
Cool :V


          Setelah upacara usai, tiba saatnya untuk berfoto ria. Pertama saya foto bersama Bu Anisa, Pak Adi dan Selvi dengan bantuan salah satu penegak dari SMK 13. Lalu selanjutnya saya foto sendirian, lalu bersama penegak SMK 13, lalu banyak deh saya foto :3
Pialanya lumayan berat, Vroh :V


          Semua yang berada di sini wajahnya berseri-seri. Termasuk juga dari SMK N 9 Jakarta yang mendapat juara 3. Tadinya saya mau foto bareng Fitria, penegak dari SMK 9 yang istimewa bagi saya kenal. Tapi ada rasa malu begitu, hihihihi….
           Syahdan, kami pulang, saya ditawari Fitria untuk pulang bersama SMK 9. Alhasil, saya setuju dan lalu naik ke atas losbak yang sudah diparkir di depan. Saya naik, dan duduk menjadi bagian dari mereka. Tidak terlalu banyak percakapan antara saya dengan penegak SMK 9. Yang ada, saya lebih bercakap dengan Selvi dan bercanda garing, yang saya bingung, di depan Selvi, apa pun yang saya buat lucu, dia tertawa -_-‘
          Di perjalanan angin sepoi. Anjlug-anjlugan ini mobil membuat saya mual. Karena itu saya tidak bisa diam dan memilih duduk di belakang losbak sambil slonjoran.
          Sesampainya di SMK 9  Bandengan, saya turun, berterima kasi, dan lalu melanjutkan perjalanan menuju Tamansari. Di perjalanan, saya terus memegang itu piala. Banyak orang dan matanya tertuju pada saya. Beberapa ada yang berteriak,
          “Hore…!”
          Bertanya,
          “Juara berapa?”
          “Lomba apa?”
          Memberi pendapat,
          “Nah gitu dong…”
          Kagum,
          “Wihhh…”
          Dan sempat mata anak kecil berumuran 8 tahun yang sedang digonceng motor Ibunya menatap saya, matanya tak lepas dari saya, seperti ia berkata, “Itu orang nyolong piala di mana?” #garing

                                                ***
Saya sampai di SMK 11 Pinangsia. Di sana saya bertemu Babeh, dan kemudian saya sempatkan untuk berfoto di sekolah. Pada akhirnya saya berikan piala itu kepada Mang Iyan, keryawan TU.
          “Selamat yah...,” kata Mang Iyan yang dingin itu.
          “Iya,” jawab saya lebih dingin.
          Lalu kami membeku.
                             ***
Saya pulang ke kosan dan sampai pada jam 5 sore lewat dikit. Saya mandi, sholat, dan istirahat. Hari yang menyenangkan bukan? ^_^

          See you next time
          Salam pramuka (0.0)9