CATATAN KECIL PENEGAK DI JAMBORE CABANG JAKARTA BARAT 2015

Izin comot fotonya yah Kak Farida ^_^




Ini adalah Jambore Cabang pertama yang pernah saya ikuti. Selama menjadi penggalang, tak pernah saya ikutan jambore, ranting sekalipun. Sesaat sesudah menjadi penegak sekarang ini, saya alhamdulilah bisa ikutan pesta para penggalang tingkat kotamadya ini yang diselenggarakan di Bumi Perkemahan Ragunan.
            Sehabis maghrib saya berangkat naik busway bersama Fitria dari Kota. Perjalanan sebenarnya tidak terlalu jauh, namun rute buswaylah yang membuat perjalanan jauh. Berangkat habis maghrib, dan sampai di bumi perkemahan jam 9 lewat, malam. 
ini penampakan kalau lagi paginya..


            Sampainya di depan gapura buper ragunan, kami masuk dan berjalanan mencari tenda SMK 9.
            “Biarkan intuisi menari, biarkan intuisi menari,” kata saya pada Fitria ketika mencari tenda SMK 9 di antara banyaknya tenda. Tak jauh dari pandangan mata yang samar-samar karena malam, kami melihat tenda-tenda. Setelah kami dekati, ternyata mereka adalah para PMR yang sedang berkemah, memperingati hari PMI ke-70.
            Kembali kami mencari, saya percayakan pada intuisi. Kami berjalan, beberapa saat kemudian kami temukan tenda puteri SMP 32 Jakarta. Saya sempatkan untuk menyapa mereka satu-persatu dan lalu kembali mencari tenda SMK 9.
            Tak cukup lama, kami temukan tenda itu. Tenda yang berloreng-loreng seperti abri. Kami masuk ke kavling itu dan disambut dengan hangat.
            Mereka yang menyambut adalah kebanyakan calon pramuka Bantara SMK 9. Mereka yang akan diproses, dilantik nantinya.
            Malam pertama perkemahan saya habiskan di tenda SMK 9. Malam itu, kami berbincang panjang kali lebar di samping tenda dengan alas spanduk dan kacang menjadi cemilan utama.
            Perbincangan didominasi dengan kegiatan DKR Tambora, lalu merembet-merembet ke permasalahan cinta. Terus sampai kami lelah, dan akhirnya tidur. Yang putri tidur di tenda, dan putra di samping tenda dengan alas spanduk tadi.
            Kira-kira jam 12 lewat kami beranjak tidur. Di sini, nyamuk sungguh kejam dan teramat kejam. Padahal saya sudah pakai jaket, kaus kaki, dan dengan sekuat pikiran membungkus diri dengan kain. E tetap saja nyamuk meringsek masuk ke pertahanan saya dan mencumbui kulit saya dengan ganas. Paginya, bentol-bentol semua ini muka, dan sebagian tubuh lainnya.
            Pagi-pagi saya tidak mandi, kalaupun mandi, mau nyari air-nya juga susah. Tak cuma saya yang merasakan, namun juga iya mereka peserta jambore. Wc-nya sungguh bau, ada pisang goreng yang belum disiram, ada sirup marjan yang berkarat. Hahaha…
            Ada opsi lain jika ingin mandi, pergilah ke kementerian pertanian. Tak jauh kok jaraknya dari buper, cukup keluar buper, nyebrang, jalan terus ke kanan deh. Di sana akan kita temukan cinta sejati masjid yang cukup besar, dan di masjid itu ada toilet banyak.
***
Sebenarnya kepentingan saya datang ke sini adalah untuk bertemu dia mendampingi pramuka penggalang SMP 32. Secara, saya sendiri adalah penegak di pangakalan SMP 32 Jakarta.
            Pagi ini saya berkunjung ke tenda putera, menyapa mereka dan bercerita. Lalu tak lupa juga ke tenda puteri, sedikit nyemil-menyemil, membantu apa yang bisa dibantu, lalu kembali ke tenda SMK 9.
            Pagi ini jadwalnya adalah senam bersama di lapangan. Karena penggalang, mereka yang akan pergi ke lapangan dari tendanya masing-masing, selalu dengan yel-yel heboh dan menghebohkan. Pagi ini didominasi dengan suara-suara khas remaja baru baligh menggelegar memecah embun pagi.
            Kegiatan jambore cabang kali ini cukup meriah, kegiatannya pun lancar.
            Yang menarik dari semua kegiatan di jambore cabang kali ini adalah ketika pentas seni dan festival. Iya, soalnya kalau kegiatan yang lain saya tidak bisa ikut, yang ikut merekalah para penggalang, ckckck…
            Jadi gini, pentas seni diselenggarakan malam hari. Malam itu saya sedang di tempat penjual bakmi bersama Kak Endang dan Rika, adik kelas saya. Di situ kami berbincang mengenai risalah pramuka 32 yang sedang dalam masalah. Saya tidak bisa bercerita di sini, do’akan saja semoga pramuka 32 bakal bangkit lagi. Aamiin..
Semoga...


            Ketika Tambora dipanggil untuk pentas di panggung, segera saya berlari bareng Rika ke tempat pentas tersebut. Menembus malam, tenda, dan tambang yang menghalang. Jika tidak hati-hati, bisa-bisa terbang jatuh tersungkur.
            Kami sampai di pentas seni, meriah. Saya nikmati penampilan adik-adik penggalang, mereka senang, saling adu pentas, dan kebolehan. Di sinilah tempat sebenarnya untuk menunjukan jati diri, bukan tawuran. Di sini kau akan dilihat banyak orang, unjuk gigi dan melatih mental. Inilah pramuka penggalang.
            Paginya adalah festival. Saya ikuti rombongan panjang sambil memegang kamera. Memotret mereka dengan seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Ada yang pakai jenggot, baju adat, ember, gayung, sarung, jilbab, mantan dan masih banyak lagi. Mereka kompak dan saling beradu yel-yel..
            Sampai pada titik yang sudah disediakan, mereka berkumpul berdasarkan ranting (kelurahan). Foto bersama, dan lagi-lagi beradu yel-yel  dari masing-masing ranting. Jadi, yel-yel itu adalah mendadak. Secara, dalam satu ranting kan berbeda sekolah-sekolah. Tapi, tak habis pikir, mereka semua kompak tanpa kendala melantunkan yel-yel mendadak itu.
            Yang paling berkesan adalah yel-yel mereka dengan membawa ember dan gayung sambil berteriak, “AIR… AIR… AIR… AIR…” seperti membangunkan orang untuk sahur. Hahah.. ada-ada saja..
            Menurut saya, yang paling kompak adalah Tambora, yups ranting di mana pramuka 32 berpangkalan. Mereka semua kompak menggunakan yel-yel dari pramuka 32. Ketika tambora dipanggil, mereka semua mengambil posisi, kaki kanan di depan, kaki kiri di depan, tangan siap dan mulai berteriak.
            “I KNOW I CAN, BE WANT BE WANT BE, DADI NOMOR SIJI DADI NOMOR SIJI, PRAMUKA IS THE BEST, PRAMUKA IS THE BEST.” Dan seterusnya dan seterusnya. Dengan semangat yang membara, sampai-sampai ubin mengepul. Saya yang melihat tepat di belakang mereka merasa terlusut juga oleh semangat mereka.
            Bangganya, saya adalah salah satu pembuat yel-yel itu. Lebih tepatnya ketika di lirik: DADI NOMOR SIJI. Iya, aih, jadi terharu :,) 

Ini pramuka 32 lagi pada latihan ceritanya...


            Tak terasa hari ini adalah hari terakhir jambore. Kami membereskan semua tenda, saling bahu membahu dan membawanya ke mobil. Saya dan pramuka 32 naik mobil macam TNI pakai. Cukup luas dalamnya.
            Setelah beberapa puluh menit semua lelap, dan saya foto-foto mereka satu-persatu yang tidur. Hahaha… lucu-lucu. Dan saya tidak tega untuk menampilkan di sini, kejam, biarkan itu menjadi aib. Hahaha…
            Perjalanan lumayan jauh, sampai di SMP 32, kami turunkan barang, saya tidur di sanggar, jam 5 sore baru pulang. Ouh, jambore yang seru bukan? Masih banyak yang tidak bisa saya ceritakan di sini. Tentang sakit hati, tentang cinta, tentang salah paham, tentang tangis, dan masih banyak lagi.
            Dan sekarang saya sedang mempersiapkan untuk mengikuti jambore daerah di cibubur. Semoga lebih baik lagi yah… aamiin ^_^

Gambir, 22 September 2015

PERNIKAHAN ADAT JAWA MAS SANIP DAN MBAK SRI



Langsung aja ceritanya malam pertama ketika gue mau berangkat ke Karang Pucung, desa Cidadap, Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah pada 25 September 2015. Nah, di sana adalah tempat pesta pernikahan dihelat. Gue sama Mas Ruri (suaminya adik Mamake) naek motor mio ke sana. Melewati jalanan yang sungguh amat berupa-rupa.
            Pertama, gue melewati jalanan halus, jalan lebar, di jalan seperti itu, semua pengandara memacu kendaraannya dengan kencang termasuk Mas Ruri, saking kencangnya helm yang gue kenakan sampai bergetar, hrhrhrhrhrh…
            Perjalanan tidak memakan waktu sedikit, kami juga sempat tanya-tanya tempat tujuan, secara, kami juga tidak pernah ke sana. Tapi ya alhamdulilah, sampai juga di tempat tujuan...
            Yang berkesan adalah ketika sudah mau sampai masuk ke Karang Pucung, waktu itu pagi hari jam 8-an. Jadi tuh jalannya ndak beraturan, banyak batunya, menanjak, kiri kana ada jurang, hutan karet dan kerbau-kerbau sedang berak..
            Sesekali gue abadikan momen itu semua dengan kamera pinjaman dari Fitria. Iya, ia memang paling tahu tentang gue. Katanya, ini adalah momen keluarga, harus berkesan dan diabadikan.. sip deh Fitria, makin Jegeg yah Xd
            Lanjut…
            Terlihat dari kejauhan ada janur kuning melengkung tajam ke atas dan sesekali goyang diterpa angin. Segera Mas Ruri melabuhkan motor ke sana. Bertanya dengan bahasa Jawa alus yang gue ndak tahu lalu, yups, benar, ini adalah tempatnya…
            Gue masuk bareng Mas Ruri, salam-salaman, makan, macit, dan menyaksikan ijab Kabul yang dilaksanakan tak berselang lama dari kedatangan kami. Sebelumnya, sudah ada Lik Salud, Mas Yudi sama Sayumi, yeah mereka semua adalah saudara gue..
            Mas Sanip dan Mbak Sri, yang mau nikah, datang beriringan. Mas Sanip menggunakan kopiah, jas, celana hitam, kemeja putih, dimakeup tampak elegan ditambah dengan perawakannya yang berisi.
            Lalu Mbak Sri tampak cantik pula, dengan kebaya warna putih, make up yang lebih menor, konde yang besar, bulu mata yang ndak kira-kira, semakin pas bila dijajarkan dengan Mas Sanip di sana..
            Penghulu sudah tiba, saatnya ijab kobul dimulai.
            Gue sendiri merasa deg-degan di mana gituh, eh, gimana gituh… bercampur rasa senang tentunya. Aih, ndak tarasa yah, Mas Sanip udah nikah aja, nanti siapa yang ngasih uang saku ke gue buat sekolah dong, huhuhuh…
            Nah, ceritanya udah nih Mas Sanip menjabat Bapaknya Mbak Sri, jadi tuh orangtua Mbak Sri yang menikahkan anaknya sendiri.
            Bapaknya Mbak Sri mulai berucap, gue tambah deg-degan sambil mengabadikannya lewat kamera mode video. Selepas usai Bapaknya Mbak Sri berucap. Mas Sanip menjawab.
            “SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA, SRI MARYATI BINTI BAPAK, DENGAN MAS KAWIN TERSEBUT DIBAYAR TUNAI!”
            “SAH..”
            “SAH..”
            ALHAMDULILAH…
            Sehabis itu kami yang ada di tempat berdo’a bersama, lalu selanjutnya berfoto-foto…
            Cie nikah cie XD



            Nah, selepas itu, Mas Sanip dan sang Istri (((((SANG ISTRI)))) mengganti kostum adat. Nantinya akan ada prosesi adat Jawa. Di sini, kebetulan gue ikut dimake up, menjadi pendamping Mas Sanip megang payung. Ya gue terima aja tawaran itu, kapan maning yo..
Lagi pas gue ganti pake baju adat, kebetulan gue disuruh pakenya di kamar ini, yups, kamar pengantin :3


            Gue dipakaian kostum adat jawa, tak lupa juga dimake up sedemikian rupa, blankon juga disematkan di kepala. Ouh.. tak lama kemudian kami berjalan ke depan. Dari keluarga kami, Mas Sanip, juga sudah pada datang. Ada Mamake, Bapake, tangga-tanggane, dulure, banyak dah, mereka datang ke sini dengen menyewa mobil losbak. Pasti perjalanan mereka seru ketika manaiki bukit-bukit itu :3
            Yeah..
            Ceritanya gue, Mas Sanip, Bapake, Mamake barjalan beriringin, lambat sekali. Tepat di depan kami ada seorang penari yang berjalan layaknya penari, langkah demi langkah, tibalah kami di depan pintu masuk. Tak lama, ada Mbak Sri dan orangtuanya datang. Mereka menyambut kami.
            Lalu Mas Sanip menyambut tangan Mbak Sri, saling menatap mata, dan saling melemparkan daun apalah itu tepat di dada mereka.
            Selanjutnya, memecahkan telur dengan kakinya Mas Sanip, selepas itu kakinya Mas Sanip dibasuh dan dibersihkan oleh Mbak Sri.. oh no.. so sweet banget >.<
            Gue hanya bisa melihat dari belakang Mas Sanip sambil memagangi payung. Bapake-Mamake di antara kanan-kiri Mas Sanip. Di sana, ada mc yang berucap dengan bahasa Jawa alus, ditambah lagi alunan gemalan, menambah kentalnya suasana adat Jawa..
            Sesekali gue melihat ada yang menangis haru, aduh gue juga terharu sih, terus Mamake juga nangis, minta tisu dan menghapus airmata itu. Berbeda dengan Bapake, Bapake tenang saja, memasang wajah garang seperti biasa.
            Lalu Mas Sanip dan Mbak Sri dikasih slendang yang disematkan di antara pundak mereka. Yang memegang slendang dari belakang adalah Ibunya Mbak Sri, lalu di depannya ada Bapaknya Mbak Sri. Berjalan dan sampailah di tempat yang sudah disediakan.
            Setelah sampai, masih ada lagi prosesinya. Mulai dari potong bebek goreng, saling suap-suapan, dan ah, bikin gue envy…
            Apalah daya gue, ketika itu hanya bisa mengabadikan lewat kamera. Dan setelah usai, banyak yang minta giliran berfoto bersama pengantin.
            Cekrek
            Cekrek
            Cekrek
            Kilat putih bertubi-tubi datang..





****
Pesta pernikahan ini juga dimeriahkan oleh kuda lumping dan jaipong. Menambah meriah suasana, mengundang warga sekitar, dan tak sedikit yang memanfaatkan momen ini untuk berjualan..
            Pokoknya acara pernikahannya meriah!



            Gue pulang ke rumah jam 2 siang. Salam-salaman, dan selalu berdo’a semoga Mas Sanip dan Mbak Sri menjadi suami-istri yang kuat, akan terus bersama sampai tua, dan akhir hayat.
            SELAMAT MENEMPUH JALAN HIDUP BARU MAS SANIF AL-AMIN DAN MBAK SRI MARYATI. Ndak nanya kapan nyusul maring kulo? :3
                                                                                   
End~


Catatan: di gambar tertera tanggal 25 08 2015, itu saya salah setting kameranya, harusnya 25 09 2015, maafin dah :3

Kalau pengin lihat foto-fotonya lebih banyak bisa klik di sini

KEMBALILAH SAYANG..





Aku terbang mengejar awan
Memungut satu-persatu bintang
Membolak-balikannya, berharap di situ ada kamu
Tujuanku hanya satu: mengajakmu
Kembalilah, Sayang, kembalilah..
       
Aku ingat ketika mengejar rindu
        Rindu yang dibalutkan di tubuhmu
        Tak akan lupa ketika awal kita bertemu
        Bertemu dalam haru yang sama: sakitnya hati

Kau cium aku dengan sebatang kasih, hati-hati sekali
Kubalas dengan secercah pilu yang belum terobati
Lalu kau pecahkan segala masalah
Dengan lintangan rangkul eratmu, aku menyerah
       
        Kaubawa aku ke awan
        Tapi kau lupa tempat asal
        Kini engkau terus terbang
        Sedang aku mengejarmu dari belakang
Kembalilah, Sayang..



Gambir, 22 September 2015

BERANGKAT KE JAKARTA LAGI

Ketika gue mau berangkat ke Jakarta setelah 5 hari di kampung, banyak yang bilang hati-hati. Mulai dari kakek, nenek, temen-temen (ketahuilah, temen gue di sini cuma anak-anak kecil sepantar kelas 5 SD), saudara-saudara, dan masih banyak lagi.

Rasanya, perjalanan dari Kawunganten Cilacap ke Jakarta itu tuh teramat jauh, melewati mara bahaya, plus kenangan masa lalu #salahfokus

Nah, ceritanya sore itu gue berangkat ke Jakarta, pamit ke saudara-saudara. Tahun-tahun yang lalu, banyak yang ngasih uang saku, lha sekarang cuma satu yang ngasih.

Aih.. Ndak terasa, seharusnya memang gue yang ngasih uang saku itu, tahun-tahun yang lalu kan gue masih kecil, unyu-unyu begitu, ya pasti dikasih uang saku. Lha sekarang udah berkumis begitu eh begini seharusnya gue malu dikasih uang saku.

Tapi tetap saja ada yang ngasih, Lik Salud namanya. Thanks Lik Salud.. Lumayan buat beli Beng-Beng yah, Lik :3

Sekarang gue kelas 3 SMK, sejak kelas 4 SD semester 2 emang gue sekolah di Jakarta. Alhamdulilah, tanpa biaya gono-gini (kok kayak orang cerai) buat keperluan sekolah. Jadi ya ndak terlalu membebani orangtua..

Ada rasa bangga ketika jalan bareng Mamake (Ibu) ke pasar dan ketemu orang. Yang ketemu, pasti pangling sama gue ini, segera Mamake menjelaskan. Ini anak saya, sekolahnya di Jakarta, suka ngarang buku juga, dari kelas 4 SD di Jakarta alhamdulilah gratis.

Lalu yang mendengar penjelasan Mamake mantuk-mantuk (apa yah bahasa Indonesianya mantuk-mantuk?) dan tersenyum kagum.

''Pinter temen anake rika..''
Baca: Pinter ya anakmu..

Kejadian ini ndak cuma sekali dua kali..

***

Gue berangkat dari rumah ke stasiun diantar Bapake (Ayah), naik sepeda motor. Melewati jalanan yang bolong-bolong kayak kolam ikan, melewati perkampungan, hutan, sawah, petani, orang lagi maen layangan dan orang lagi boker di semak-semak.

Sore itu gue merasa nelangsa, sebenernya sih masih kangen sama orangtua. Secara, lebaran kemarin gue ndak pulkam.

Ouh..

Sesekali gue pernah berpikir, apa gue masih dianggap anak ya? Gue jarang ketemu orangtua, mereka juga ndak tahu sekolah gue kayak gimana, di kosan ngapain, gaulnya sama siapa aja, dan masih banyak lagi yang mereka ndak tahu, termasuk barisan sang mantan #ei

Sesekali kalau ketemu di rumah sama Mamake dan Bapake, gue cuma cerita masalah prestasi-prestasi yang ndak seberapa. Ndak mau cerita sengsaranya. Biarlah gue aja yang ngerasa, ndak untuk Mamake dan Bapake sing wis tua.

Motor Bapake laju dengan hati-hati, di punggung gue ada tas yang biasa digunakan untuk sekolah, di depan gue, terpangkulah kardus yang isinya oleh-oleh. Waktu terus berjalan, dan sampailah di stasiun Kawunganten jam 6 lewat setelah sebelumnya shalat Maghrib.

Sampai stasiun segera gue masuk dan Bapake pergi dengan motornya pulang dalam kegelapan. Gue sekarang sendiri di antara keramaian menunggu kereta serayu datang..

Sendiri, tila-tilo (apa yah bahasa Indonesianya tila-tilo), ndak ada teman. Menonton mereka yang bersama sanak keluarga saling bercanda dan mengobrol hangat.

Hahaha..

Sudahlah, sekarang gue udah di dalem kereta, berharap selamat sampai tujuan.

Pulang kampung yang berkesan..

Serayu Malam, Banjar, 28 September..