BALADA PKL PARA DEDEK GEMEZ



Belakangan ini anak SMK lagi gencar cari tempat PKL. Termasuk juga SMK-ku dulu. Beberapa adik kelas ada yang nanya kepadaku terkait tempat PKL. Jujur saja, mencari tempat PKL bukanlah hal mudah, apalagi sekolah hanya menyediakan daftar-daftar tempat PKL dan mempersiapkan surat. Kita sendiri yang mendatangi tempat itu.
Belum lagi berebut teman kelompok. Sialnya, waktu aku PKL dulu, aku sekelompok dengan cowok semua. Di kelasku ya hanya aku yang kelompok PKL-nya cowok semua. Menyadari hal ini, aku semakin pesimis untuk mendapatkan tempat PKL, soalnya sudah hukumnya bahwa kalau cowok di sekolah itu ndak serajin cewek. Padahal gue sempat ngarep bisa sekelompok seenggaknya sama satu cewek, kan bisa diandelin tuh. Waks.

potret anak PKL yang lagi tiduran

Tapi akhirnya aku mendapatkan tempat PKL juga. 1 bulan di Kementerian Komunikasi dan Informatika dan 2 bulan di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Iya, aku PKL di kementerian. Tentu saja budaya kerja di kementerian sangat berbeda dengan swasta tempat kerjaku sekarang.
Aku masih ingat masa-masa ketika aku mencari tempat PKL. Waktu itu siang hari, dari 5 anggota kelompok, hanya aku dan (sebut saja) Uus yang mencari tempat PKL. Pada saat itu kakiku sedang keseleo, aku berjalan terpincang-pincang langkah demi langkah. Sangat nyeri, kau pasti tahu bagaimana rasanya. 

potret anak kelas 11 sekarang yang lagi nyari PKL, naik grabcar.

Sempat heboh di grup whatsapp yang isinya kelas 11, mereka heboh dengan yang namanya PKL. Ada beberapa yang chat aku dan aku hanya bisa menjawab: semangat. Mereka seolah sangat ketakutan tidak mendapat tempat PKL dan, PKL bagi mereka adalah momok yang besar.
Padahal PKL ya PKL aja, biasa aja gitu, ketemu sama orang-orang yang kerja, masuk kantor, keluar kantor, bikin laporan, udah. Ndak ada yang istimewa.
Tapi setelah PKL, aku bisa bilang bahwa apa-apa yang diajarkan di sekolah tidak terlalu penting. Belajar bagi anak SMK adalah di tempat PKL. Karena di tempat ini kita langsung praktik dan merasakan bagaimana atmosfir tempat kerja yang sesungguhnya.
Kalau di kelas kan cuman teori, presentasi satu-satu dan setelah itu ndak ngerti. SMK harusnya banyak praktik, sehingga ketika lulus dan terjun ke tempat kerja yang sesungguhnya akan menjadi tenaga kerja yang siap pakai.
Jadi saranku buat ddgmz yang bakal PKL, jaga nama baik almamatermu, karena jika kamu sudah dicap jelek, kasihan adik kelasmu nanti, stock tempat PKL bakal berkurang. 

bonus:
potret anak PKL yang terlalu lelah sehingga tertidur di angkot ketika pulang kerja.
  

 
sebuah kisah.

MENULIS UNTUK DIMUSNAHKAN?



Belum lama ini aku datang ke SMK untuk mengurus beberapa hal. Guru-guru yang kujumpai masih kenal denganku layaknya aku masih sekolah di sana. Aku bisa datang ke sini pun karena ada salah satu guru yang mengingat bahwa aku adalah alumni yang (anggapnya) bisa menulis. Jadi kasusnya adalah, kepala sekolah ingin mengaktifkan web sekolah, dan guru ini menyarankan kepada beliau bahwa ada salah satu alumni yang barangkali bisa membantu.
            Tentu saja aku bertemu dengan kepsek berbincang banyak hal. Kebetulan ketika kami sudah di ruangan kepsek, ada satu guru yang mengingatku juga.
             “Ini lho, Pak, dulu dia punya blog mau ditutup karena menulis tentang sekolah.”
            Benar, waktu aku masih sekolah, kepseknya bukan yang sekarang, aku menulis banyak hal. Dan salah satunya menulis tentang sekolah itu sendiri. Aku hanya mencoba menjadi siswa keren yang dapat mengkritisi keadaan pada waktu itu. Sebab kala itu teman-temanku hanya berbicara di belakang saja, tak mau bersuara.

aku pas SMK, gini amat :3

            Alhasil, tulisan yang baru kupost semalam, besoknya terbaca oleh salah satu guru. Aku sempat ditelpon oleh salah satu guru karena postingan itu. Dan guru itu langsung memintaku untuk menghapus postingan itu atau jika tidak, blogku akan ditutup.
            Kejadian ini tidak hanya terjadi sekali. Dan pihak sekolah tampak semacam ketakutan jika tulisanku dibaca oleh banyak orang.
            Padalah tulisanku waktu itu tidak mengandung unsur SARA dan sebagainya. Aku hanya menulis fakta, bahkan aku sempat mewawancarai salah satu guru untuk keperluan tulisanku ini. Tapi guru yang memintaku menghapus postingan itu memiliki alasan tersendiri.
            Karena aku tidak mau pusing dengan urusan seperti itu, maka kuhapus saja postingan itu dan kembali mengkritisi sekolah dengan cara yang lain: menulis cerpen.
            Cerpen, bagaimanapun ia adalah fiksi, tapi cerpen yang kubuat waktu itu berbeda. Cerpen yang kubuat mirip dengan keadaan sekolah pada waktu itu. Dan jika aku disuruh untuk kelmbali menghapus postingan itu, aku bilang saja: “Itu kan fiksi, Pak, tidak nyata, masa Bapak tidak tahu bedanya fiksi dan nonfiksi.”
            Tapi beruntungnya tak ada lagi teguran setelah aku mengkritisi sekolah dengan membuat cerpen. Lagi pula ini lebih mengasyikan, dan membuatku tidak pusing lagi berurusan dengan sekolah.
            Dari sini aku belajar betapa kuatnya sebuah tulisan. Karena hal itu, aku menjadi lebih semangat lagi untuk menulis, bukannya malah down karena tekanan. Dan setelah lulus, akhirnya aku dipanggil lagi ke sekolah, tentu saja bukan untuk urusan postingan yang harus dihapus, tetapi  tentang urusan memposting tulisan untuk sekolah.

aku dan adik2 kelas calon pengisi web sekolah.

CINTA PERTAMA DAN EKSKUL JURNALISNYA 11



Hari itu aku bertemu dengan adik kelas yang ekskul jurnalistik di sekolah. Ekskul ini adalah ekskul yang kurintis ketika aku masih menjadi ddgmz di SMK. Sungguhlah dalam merintis ini ekskul bukan hal mudah. Pernah aku sampai putus asa dan ingin melepas semuanya. Tapi, hari itu, aku sadar bahwa apa yang kulakukan selama ini, bukanlah hal yang sia-sia.
Ada 47 orang yang datang hari itu di taman monas. Aku menyempatkan hadir setelah aku pulang kerja. Aku bertemu mereka jam setengah 2 siang. Mereka sudah terlihat lelah. Dan aku mengenalkan diri di depan mereka..
Ada yang mengira bahwa aku adalah wanita. Ya, kita sebelumnya memang tidak pernah bertemu, hanya di grup whatsapp saja. Yang mengira aku adalah wanita bilang begini,
“Padahal di bayangan saya, ka Afsokhi itu cewek, pake jilbab syari.”
Ebuseh.
Kebanyakan anggota jurnalistik adalah perempuan. Ya, perempuan, makhluk yang sulit untuk dimengerti. Untung saja pemimpin redaksinya adalah perempuan juga. Aku sekarang hanya di balik layar saja. Tidak terlibat langsung dengan mereka.

itu tuh, yang lagi berdiri, pemimpin redaksi


Di tempat kerjaan sebelum menuju ke monas untuk bertemu mereka, hatiku merasa berdebar, aku gugup, mual, berak-berak, aku bahkan sempat menyatat apa yang akan kukatakan di hadapan mereka nantinya. Rasanya seperti merasakan cinta pertama lagi. Mungkin lebih dari itu.
Di sisi lain aku terharu, mereka sangat antusias dalam mengikuti pelatihan. Yang kukatakan saat itu, tidak terlalu banyak, hanya beberapa, karena kupaham mereka juga sudah lelah, aku tak mau mereka berpikir: “Eh siapa sih nih orang, sok akrab banget, bikin lama lagi. Gak guna!”
Ebuseh…
ada juga games untuk merebutkan buku gratis dariku. syaratnya kusuruh nulis di igeh dengan kata kunci: jurnalis, pohon dan bunuh diri untuk mendapatkan bukunya bernard batubara. dan ini adalah tulisan yang menang.


Jadi, kemarin itu selain pelatihan tentang jurnalistik dan kepenulisan. Ada juga games-games. Dan games yang sangat berkesan bagiku adalah ketika mereka ditugaskan untuk menggambar. Bukan sembarang gambar, mereka menggambar beramai-ramai tanpa ada diskusi. Jadi dalam sekelompok itu, mereka tidak tahu mau gambar apa. Dan mereka hanya dikasih waktu 2 menit. Orang pertama berniat menggambar pohon, eh orang kedua malah berpikir bahwa orang pertama menggambar orang. Maka selanjutnya ia kasih mata dan alis seenak jidatnya.
Dan yang membuat klimaks adalah ketika satu-satu dari ketua kelompok mereka mempresentasikan apa yang mereka gambar. Jelas saja si ketua di sini diuji bagaimana ia harus bisa mengarang.
            Dan benar saja, mereka pandai mengerang. Aku tak bisa menahan tawa ketika ketua kelompok menjelaskan apa yang kelompoknya gambar. Ia benar-benar mengarang bebas.
           Ini salah satu gambarnya yang udah kuedit:



Aku ingin menutup tulisan ini dengan suatu hal yang berkesan. Tapi rasanya sangat sulit untuk ukuran tulisan yang ditulis dalam sekali duduk ini. Jadi kukatakan saja. Aku meresa hidupku tak sia-sia ketika bertemu kalian, wahai anggota jurnalistik SMKN 11 Jakarta. *PELUK SATU-SATU*


bonus: