Kisah Cinta Pertama Rahwana yang Njelimet (Buku Cinta Mati Dasamuka)

Seorang anak kecil yang dibawa oleh kedua orang tuanya menghindar dari pengejaran. Melewati hutan, berpindah-pindah, penuh ketakutan. Selama itu pula ia harus menjaga ibu dan adiknya. Dalam pada itu, ia juga mendengarkan rahasia-rahasia kehidupan yang seharusnya tidak ia dengar: Sastrajendra.


 
“Sastrajendra mungkin mudah diucap, tapi tanpa kedalaman dan kelapangan seseorang dalam memahami hakikat hidupnya, ilmu itu akan dengan mudah menjadi racun yang menguasai kepala dan menebar kematian di mana-mana.” (Hal. 51)

Adalah Rahwana yang kemudian menjelma manjadi remaja raksasa. Ia memang keturunan Bangsa Raksasa yang di kemudian hari memimpin negeri bangsanya yang bernama Alengka penuh keserakahan.

Melalui buku ini, Cinta Mati Dasamuka (Rahwana), kita akan dibawa untuk menyusuri kehidupan Rahwana sejak kecil. Di mana ia adalah hasil dari perkawinan yang tidak semestinya. Bapaknyaknya adalah Wisrawa, yang harusnya melamar Sukesi untuk anaknya, malah ia sendiri yang menikahi calon isteri anaknya.

Itu karena Wisrawa menjabarkan tentang Sastrajendra kepada Sukesi sebagai syarat pernikahan, Sukesi adalah putri raja yang selalu haus akan ilmu. Sastrajendra sendiri adalah rahasia Tuhan yang menyingkap rahasia-rahasia kehidupan. Di mana ia tidak sembarangan untuk dituturkan dan diajarkan. Dan barangsiapa yang menjabarkan, maka ia akan kena hukuman dari Dewa.

Dalam menjabarkan Sastrajendra, Wisrawa meminta untuk ditempatkan di tempat tertutup, tidak ada siapapun selain dia dan Sukesi. Karena keadaan tersebut, ia tergoda oleh bisikan-bisikan yang kemudian membuat mereka berdua bercinta sepanjang malam, alih-alih menjabarkan Sastrajendra.


Tak ada guru dan murid. Itu semua runtuh. Menjadi sekadar seorang laki-laki dan perempuan. Yang tergoda oleh kebetuhan paling dasar. Terbius berahi. (hal. 57)
***
Di dunia wayang, setidaknya ada 3 bangsa yang selalu masuk ke cerita: Bangsa Manusia, Bangsa Dewa, Bangsa Raksasa. Berbeda dari Bangsa Manusia dan Raksasa, Bangsa Dewa memiliki keistimewaan layaknya malaikat. Mereka bahkan bisa membaca pikiran satu sama lain hingga akhirnya tidak ada salah paham sedikit pun.

Berbeda dengan Bangsa Dewa—Bangsa Raksasa dan Bangsa Manusia memiliki kekurangan dan hawa napsu. Dan dunia wayang, setidaknya menurutku, adalah sedang bercerita tentang sifat-sifat manusia itu sendiri.

Di mana kita terkadang bisa sebaik Dewa, sejahat Raksasa, atau seperti Manusia yang tidak pernah cukup. Ia sedang membicarakan kita. Dan untuk kali ini, lewat buku ini, Rahwana adalah aktor utamanya.

Rahwana diceritakan tumbuh dan memiliki ajian di mana ia bisa terbang dan jika bagian tubuhnya terpotong (termasuk kepalanya) itu akan tumbuh lagi. Manjadikan Rahwana seorang Raksasa yang sombong, tak terkalahkan.

Kendati ia sombong dan kasar, ia juga menginginkan wanita sebagai pendamping hidupnya. Pertama kali ia jatuh cinta adalah ketika ia bertemu dengan Widyawati di sebuah hutan. Tentu saja gadis ini ketakutan melihat Rahwana. Dan Rahwana berencana meminang gadis ini. Maka Rahwana meminta agar dibawa ke kedua orangtua si gadis.

“Siapa namamu, Nduk..? Bicaralah. Aku tak bermaksud jahat, justru aku ingin membawamu ke tempat yang lebih beradab. Hutan dan gunung bukan tempatmu, Cah Ayu. Istanalah tempatmu, duduk di indahnya singgasana.” (Hal. 113) 


Segala kesombongan, kepongkahan, dan segala sifat buruk Rahwana seakan rontok ketika duduk di depan bapak si gadis. Tapi wajahnya masih wajah raksasa, mengerikan, bertaring, rambut acak-acakan.

Si bapak gadis tidak setuju jika anaknya dipersunting raksasa, maka ia, walau sudah tua renta,  masih berani melawan Rahwana yang tinggi besar. Namun naas, ia malah dibunuh oleh Rahwana, juga ibu dari si gadis karena keduanya melawan untuk melindung anak satu-satunya itu.

Melihat kejadian itu, si gadis malah membakar dirinya sendiri. Rahwana berteriak kencang, dan itu adalah patah hati terhebatnya yang di kemudian hari menjadi petaka terhadap hidupnya dan negerinya.

Setelah patah hati terhebatnya tersebut, itu malah membuatnya semakin semangat untuk mencaplok negeri tetangga yang semua adalah Bangsa Manusia hingga menyebrang benua dan samudera.

Karena perbuatannya itu, Rahwana beserta adik-adiknya dihukum dan diasingkan. Dalam pengasingan tersebut, mereka dituntut untuk merenung dan mencari apa keinginan mereka yang sebenarnya.

Rahwana ingin menguasi dunia, Kumbakarna adiknya yang pertama ingin bisa makan dan tidur sepuasnya, Wabisana ingin tahu segala ilmu, dan Shurpanaka tidak jelas apa keinginannya karena selama ini ia berbuat semaunya, kebutuhan batinnya tak pernah cukup.

Bahwa hidup sejati hanyalah upaya menelisik membawa diri sehingga mampu merasakan nikmatnya makan dan minum. (Hal. 287) - Kumbakarna
*
Cerita tentang Rahwana menculik Sinta sepertinya sudah begitu tenar. Tapi motivasi Rahwana menculik Sinta barangkali masih sedikit orang yang tahu. Dan melalui buku ini, akhirnya aku bisa tahu kenapa Rahwana menculik Sinta.

Bahwa Sinta sangat mirip dengan isterinya ketika muda, dan ia menggap bahwa Sinta adalah anaknya yang hilang. Isteri Rahwana merupakan Bangsa Dewa. Bangsa Dewa mengutus Dewi Tari untuk menjadi isteri Rahwana untuk menyeimbangkan kehidupan karena Rahwana yang sudah meresahkan bahkan sampai kahyangan.

Sebelumnya, Rahwana terus mencari gadis yang mirip seperti cinta pertamanya. Mulai dari isteri raja hingga puteri kerajaan, ia ingin mendapatkan gadis itu dengan cara apapun. Awalnya Rahwana datang baik-baik. Namun akhirnya ia akan memberontak ketika tahu gadisnya disembunyikan darinya. Banyak orang mati karena pencarian cinta Rahwana.

Begitulah, namun sudah sifat Rahwana tidak pernah cukup, ia menculik Sinta dan mengakibatkan kekacauan. Rama dan para kera akhirnya menyerang istana Alengka untuk membebaskan Sinta. Pasukan Rama membuat daratan antar-benua berbulan-bulan, tentara mereka adalah kera yang tak kenal takut.



Akhirnya negeri Alengka hancur setelah peperangan berhari-hari, berdarah, dan penuh emosi.


**

Secara keseluruhan, aku sangat menikmati buku ini, ia begitu menghibur dengan ciri khas dongeng. Membaca kisah wayang tentu saja berbeda dengan membaca novel. Yang mencolok menurutku adalah dari penuturan antartokoh dan gaya bercerita.

Antartokoh di dalam buku ini begitu sopan dan menghargai, dan gaya bercerita penulis seolah sedang membacakan dongeng yang penuh keseruan dan kita tidak ingin segera tamat.