NGOMONGIN ANIME BUNGOUNG STRAY DOGS





Gue udah lama ndak nonton anime sejak notebook rusak. Dan selama itu pula gue kangen nonton anime. Akhirnya semua itu terbayarkan ketika gue nonton Bungoung Stray Dogs. Anime ini bercerita tentang harimau putih yang menyerang apa saja pada bulan purnama, yang ternyata harimau putih ini adalah jelmaan dari seorang bocah yatim-piatu bernama Atsushi.
            Di episode pertama, Atsushi bertemu dengan Dazai, Dazai adalah anggota agensi ditektif bersenjata yang juga mantan mafia pelabuhan, ia terkenal dengan obsesinya bunuh diri ganda dengan gadis cantik dan, tentu saja itu motiviasi hidup yang sangat aneh, kau tahu. Atsushi bertemu Dazai ketika ia menemukan Dazai mengambang di sungai, itu adalah ketika Dazai mencoba bunuh diri, tapi ia diselematkan oleh Atsushi yang kelaparan karena beberapa waktu lalu ia diusir di panti asuhan dan selama itu pula, dia ndak makan. Niat awalnya, Atsushi akan merampok siapa saja yang lewat di depannya agar ia masih bisa makan. Tapi, sialnya, dia malah bertemu Dazai.

episode pertama

Dazai, tokoh paling ngeselin :v


            Setelah mereka bertemu dan Dazai tahu bahwa harimau putih itu ada di dalam diri Atsushi, Dazai merekrut Atsushi menjadi anggota agensi ditektif bersenjata yang anggotanya penuh dengan orang-orang yang memiliki kemampuan supranatural. Tugas agensi ini adalah menangani masalah yang ndak bisa dipecahkan oleh polisi bahkan  militer. Dan yang paling sulit dipecahkan adalah masalah dari ulah mafia pelabuhan, agensi sendiri pun kesusahan dalam menangani itu. Jadi mereka adalah musuh bebuyutan.
            Kegaluan pun muncul, mafia pelabuhan mengincar Atsushi si harimau putih. Mereka akan mengejar kemana saja harimau putih itu berada, kerena jika dijual di pasar gelap, harga kepala harimau putih bisa menyentuh angka ratusan milyar. Mafia pelabuhan terkenal sadis dan tanpa pandang bulu dalam melakukan aksinya, mereka juga sering merampok dan membunuh. 

tinggal nunggu musim dua yang katanya bulan ini udah rilis.



            Atsushi meresa dirinya menyusahkan siapa saja yang dekat dengannya. Karena siapa saja yang dekat dengannya maka akan diserang tanpa ampun oleh mafia pelabuhan. Ia pernah berpikir untuk pergi dan menyerahkan diri, tapi ketika ia berpikir begitu, ruang agensi bersenjata diserang oleh mafia pelabuhan yang ternyata malah mereka, agensi, menang dengan mudah. Atsushi kembali berpikir, bahwa di agensi inilah dia bisa melangsungkan hidupnya.
***      
Di awal, anime ini banyak menyajikan tokoh beserta kemampuan supranaturalnya. Kalau ndak pake catatan yang dibuat di samping tokoh itu, mungkin gue bisa lupa nama tokoh dan kemampuannya. Dan benar, catatan di samping tokoh itu sangat membantu. 

Tokoh utama. 

tokoh dengan kemampuan paling keren :v


            Menurut gue, tokoh di anime ini menarik, semua unik, dan menggelitik. Pengambilan gambarnya pun gue suka. Ada bumbu humornya, dan terutama gue suka jurus-jurus gitu, sedikit ada percintaan, yang ada persahabatan. Pokoknya anime ini sukses membuat kerinduan gue nonton anime tertuntaskan dengan lunas!
            Ada yang terus menggelitik gue setelah menonton anime ini, yaitu tentang idealis. Bahwa idelis adalah salah satu dari tumbuhnya kejahatan. Karena ketika berpikir idealis, kita menjadi benci keburukan dan ingin ‘meratakan’ semuanya tanpa pandang bulu dan, bagaimanapun, semua harus idealis, sesuai dengan apa yang si idealis inginkan.
            Itulah yang dipegang oleh salah satu tokoh, Kunikida, yang juga anggota ditektif bersenjata dan, itu membuat sebuah pertanyaan, apakah di musim selanjutnya idealis Kunikida bisa membuat sebuah mala petaka atau tidak. Dan gue sangat menunggu itu.

BELAJAR JURNALISTIK





Saya sangat menyukai ilmu ini, dan itu juga alasan kenapa saya berani membuat keputusan mencetuskan ekskul jurnalistik di sekolah. Dengan ilmu pas-pasan bekal dari workshop dan membaca, saya membagikan ilmu jurnalistik yang saya ketahui pada teman-teman di sekolah yang, tentu saja, kami adalah perkumpulan siswa-siswi yang dengan minat yang sama, tapi masih bingung mau berbuat apa ke depannya.

Awalnya saya tanya mereka--yang kebanyakan adik kelas saya--kapan terakhir mereka membaca berita. Ada yang jawab seminggu lalu, sudah lama sampai lupa dan, banyak lagi jawaban miring lainnya. Bahkan ada yang terakhir membaca berita tentang tertangkapnya Santoso.

dan ini anggota baru jurnalis di tahun ajaran baru.


Dan itu membuat saya yakin, kalau minat baca kita memang minim. Mungkin mereka lebih suka nonton tv ketimbang baca berita. Tapi menurut saya, ada kekurangan ketika kita menonton berita di tv, salah satunya, apa yang sudah disampaikan tak bisa diulang lagi. Itu karena waktu terbatas. Kalau membaca berita, kita bisa mengulangnya dan tentu saja menjadi lebih paham.

Saya percaya setiap kita bisa menjadi kantor berita, bahkan dunia sudah ada di jempol kita. Saya tekankan kepada teman-teman jurnalistik di sekolah, jika kita harus menjadi kantor berita yang baik. Yang tidak memihak, melainkan independen, kritis dan dinamis.


Kesulitan

Kesulitan bagi kami yang bergiat di ekskul jurnalistik di sekolah, adalah minimnya SDM yang bisa menulis berita. Tapi saya menemukan dua orang yang punya dasar menulis. Yang pertama suka nulis cerita di watpaad dan yang kedua suka bikin puisi. Menurut saya ini aset yang perlu dikembangkan.

Selain masalah teknis, saya juga berbagi ilmu tentang sejarah jurnalistik. Kini, bahkan sedikit orang yang tahu siapa bapak pers Indonesia. Padahal beliau sudah berjuang demi pers Indonesia, dan gugur dalam kesepian pengasingan Belanda.

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo mendirikan surat kabar Medan Prijaji bulan Januari 1907. Medan Prijaji adalah surat kabar pertama milik pribumi yang dikelola pribumi dan mulai menjadikan pers sebagai alat politik dan kesadaran berbangsa.

Tulisan Tirto galak mengkritisi kelicikan kolonial Belanda. Karena itu Ki Hajar Dewantara menyebutnya jurnalis modern berpena tajam. Sementara itu murid Tirto, Mas Marco Kartodikromo menyebut tulisan Tirto kerap membuat panik pejabat kolonial.

Begitu hebatnya bapak pers kita. Beliau begitu berani melawan ketidakadilan di tanah air, lewat penanya yang tajam. Sudah seharunya kita menghormati, dan berterima kasih kepada beliau karena sudah berjasa terhadap pers Indonesia.

Trilogi Buru, karya Pram, itu adalah kisah Tirto yang diimajinasikan Pram menjadi Minke. Walau saya belum sempat membaca buku itu, saya tahu keterkaitannya Tirto dengan Pram, dan saya ingin sekali bisa baca buku itu.

***

Saya menekankan pada teman-teman jurnalistik di sekolah, bahwa tanpa sadar sebenarnya kita besar dan dimomong oleh media, oleh pers. Dan mereka yang tidak bisa menggunakan media ke arah positif, itu sungguh rugi. Maka saya selalu mewanti-wanti bahwasanya kita jangan asal percaya terhadap suatu berita begitu saja, skeptisme!

Belajar jurnalistik itu menyenangkan, apalagi ia ada di kehidupan kita. Ia yang harus kita kendalikan supaya tidak berbuntut ke arah negatif. Akan lebih baik jika kita sendiri menjadi pelopor agar orang lain bisa menggunakan media ke arah positif. Dan setidaknya kita bisa menjadi lampu yang terang di antara redupnya dunia pers.

 Saya percaya bahwa sebuah berita terjadi di luar 'kantor', jadi kegiatan jurnalis pada hakikatnya berada di luar ruangan, jadi ekskul ini pada dasarnya 'barmain' di luar kelas. Dan saya membuat jadwal, kami akan berkumpul di ruang ruangan untuk berdiskusi dan langsung mempraktik apa yang telah kami diskusikan tadi. Terakhir, kami berkumpul di monas.





Bonus: 
Ini ketika saya mencoba memakai id card jurnalis dan foto, tapi diedit sama anggota menjadi begini dan, saya senang =="


Saya sangat mencintai ilmu dan dunia ini, dan salah satu cita-cita saya adalah mati dalam melakukan kegiatan ini, seperti, contoh, mati dalam meliput sebuah kericuhan.

SEMUA LELAKI MELAKUKANNYA [CERPEN]



Sekiranya ada waktu luang, Mukesh akan selalu melakukannya. Ia merasa sudah ketagihan, dan sepertinya ia tak mungkin bisa lepas dari itu. Seperti sekarang, lihatlah, ia sedang melakukannya sesuai dengan apa yang telah ia pelajari. Dan ia langsung mempraktikan setelah ia mengerti bagaimana cara terbaik melakukannya. Ia masih mengenakan seragam putih abu-abu (baru saja ia pulang sekolah), dan celananya jadi agak berantakan. Ia terkapar dengan posisi ternyaman di ranjangnya. Seragam putihnya lecek, lihatlah, ia menggelinjang, sudah sampai klimaks, matanya terpejam, mulutnya terbuka membentuk huruf ‘o’ besar, dadanya bergemuruh, dan, detik selanjutnya ia merasakan rileks yang luar biasa. Kemudian tongkatnya yang tadi berdiri tegak, kini tidur perlahan. Lelah.
            “Aku seperti terlahir kembali,” gumamnya sambil melihat langit-langit kamarnya, lalu menghela napas panjang dan membuangnya dengan tenang. “Hidup jadi terasa mudah di tanganku.”
            Mukesh ketagihan masturbasi karena ia pernah ditanya temannya, teman sekelasnya ihwal apakah ia pernah melakukan masturbasi? Waktu itu ia tidak tahu-menahu tentang hal itu, apalagi cara melakukannya, menyentuh kemaluannya pun enggan, kecuali ketika ia kencing, itu pun terkesan malu-malu. Tapi memang remaja itu penuh dengan penasaran, isi kepalanya penuh tanda tanya. Dan ketika ia ditanya sudah melakukan masturbasi apa belum dan Mukesh menjawab belum, ia ditertawakan teman-temannya. Tentu saja waktu itu di kelas tidak ada murid selain pria, itu waktu sesaat setelah pelajaran olahraga; setelah membicarakan teman wanita sekelasnya yang jadi makin montok karena memakai seragam olahraga.
            “Lakukanlah, ingin kuajari sampai benar? Hahahaha…”
            “Kenapa aku harus melakukan?”
            “ Semua lelaki melakukannya, tolol!”
            “Tolol?”
            “Iya, kau tolol!”
            “Aku tidak bisa membayangkan wajah lonjongmu ketika melakukan itu, mungkin seperti itulah gambaran orang tolol, hahaha.”
            Bogem mentah pun mengenai pipinya. Mukesh merintih. Tidak melawan.
            Setelah kejadian itu, Mukesh terus berpikir.  Apakah aku harus mencoba melakukannya? Apakah semua lelaki melakukannya? Jika iya, aku berarti bukan lelaki, dong? Pikirnya. Maka sepulang sekolah sehabis ia ditanya hal itu, ia mencobanya. Tapi ia tak sanggup, ada yang mengganjal di hati. Ditambah pipinya masih nyeri, sakit, seperti ada semut kecil ganas menggerogoti.
            Kenapa aku harus melakukannya? Bukankah lelaki hanya melakukan seks dengan istri atau gundiknya? Kenapa aku harus memperkosa tangan sendiri?
            Hal itu terus menghantui batok kepala Mukesh yang penuh tanda tanya, dan lama-lama ia penasaran juga dan berpikir, bagaimana jika mencoba sekali? Itu bukan ide yang buruk. Maka saat itulah ia benar-benar melakukannya sampai klimaks, dibantu pacarnya yang kebetulan main di rumahnya dengan alasan mengerjakan tugas sekolah bersama. Alasan klise, sebenarnya mereka ingin bercumbu saja, melampiaskan rindu selama ini.
            “Apa kamu tahu apa itu masturbasi, Sayang?” tanya Mukesh pada si wanita sekonyong-konyong, ketika itu tidak ada bahan perbincangan di antara mereka. Ia bertanya begitu polos, datar, tenang, dan si wanita rona wajahnya jadi begitu merah mendengar pertanyaan bodoh itu.
            “Kenapa kamu begitu berani bertanya tentang hal jorok itu padaku?”
            “E, maaf, aku tidak bermaksud—“
            “Bukankah semua lelaki melakukannya? Dan tentu saja kau juga melakukannya, Mukesh!”
            “Tidak, aku belum pernah.”
            “Yang benar?”
            “Benar.”
            “Biar kubantu kau untuk melakukannya. Buka celanamu! Sekarang! Jangan biarkan wanita ini tidak sabar!”
            Mukesh hanya diam, pasrah, telantang. Ini tidak terlalu buruk, pikir Mukesh. Wanita itu melakukannya dengan agresif dan Mukesh merasakan nikmat yang luar biasa. Rasanya seperti terbang entah ke mana, seperti terlahir kembali. Sedangkan setan-setan di pojok-pojok ruangan itu tertawa terbahak-bahak, termasuk di pojok hati mereka yang gelap.
            “Aku bisa melakukan lebih dari ini.”
            “Ehm.. tidak, ini jauh dari cukup. Kau mengajariku banyak hal hari ini.”
            Lalu mereka berciuman, lama, lengket, dan berapi-api.
            Hari-hari selanjutnya, Mukesh semakin keranjingan masturbasi. Sebenarnya pacarnya itu menawari jika Mukesh mau melakukan, ia siap membantunya. Tapi Mukesh tidak secereboh itu, ia takut keblablasan dan bisa saja membuatnya bunting. Seumur mereka, mereka juga sudah bisa bikin anak, jika mau.

***

Sepulang sekolah, tengah malam ketika tidak bisa tidur, pagi hari, di wc sekolah, jika ada waktu luang, Mukesh akan selalu melakukannya. Makin hari ia makin mahir saja untuk melakukan itu. Dan hingga pada satu titik ia berpikir, apa aku tidak terlalu berlebihan? Di tambah pikirannya terbebani oleh sang pacar yang mengaku bahwa ia pernah membantu mantan pacarnya untuk melakukan itu. Jelas Mukesh kecewa pada sang pacar, dan itu semakin membuat pikirannya kacau. “Semua wanita sama saja, lebih baik aku menikah dengan tanganku,” racau Mukesh ketika ia melakukan itu di tengah malam ketika ia tidak bisa tidur.
            Semua lelaki melakukan itu, dan hanya lelaki sejati yang melakukannya dengan sang istri. Dan iya, aku bukan lelaki sejati, pikir Mukesh, tapi tidak apa, dari pada aku meniduri wanita yang belum jadi istriku. Kemudian tongkatnya yang tadi berdiri tegak, kini tidur perlahan. Lelah.