‘Tak Ada yang Gila di Kota Ini’ Memang Gila

'tak ada yang gila di kota ini' adalah film pendek yang bercerita tentang marwan yang bekerja untuk pemilik hotel--tugasnya menyingkirkan orang-orang gila di sekitar tempat tersebut agar tidak mengganggu turis, namun di balik itu, marwan memiliki rahasia yang tidak diketahui oleh sang pemilik hotel dan rekan kerjanya. 

'rahasia' ini adalah plot twist dari cerpen yang ditulis eka kurniawan dalam judul yang sama, dan di tangan wregas, twist itu menjadi berlipat ganda. 



tokoh marwan yang diperankan oleh oka antara mengingatkanku pada tokoh utama di film korea berjudul '3-iron', tokoh utama ini sepanjang film tidak berdialog. 

'3-iron' adalah film yang diakui oleh wregas dalam sebuah wawancara: memengaruhi pandangannya terhadap film.

sepanjang film, marwan lebih banyak diam, dan emosi marwan hanya bisa dilihat dari mimik mukanya hingga sorot matanya, dan oka antara berhasil mengantarkan emosi itu kepada penonton. 

ini bukanlah film naratif, kita diajak untuk mengikuti cerita dengan pelan dan pasti, meski hanya sekitar 20 menit, kita bisa menikmatinya. dan ya, tentu saja, puncaknya adalah ketika di ending film yang tidak bisa kita prediksi sebelumnya walau kita sudah membaca cerpennya.

film ini sudah malang melintang di festival, ceritanya terkesan sederhana namun sangat dalam, dapat membius siapa saja yang menontonnya. 

eka kurniawan dan wregas adalah dua 'pencerita' yang saya kagumi. film pendek ini bagi saya adalah perwujudan nyata dari kenikmatan 'sebuah cerita' sebenarnya.***

Saya dan Film India Melawan Kesepian

ada masa di mana saya sangat gemar menonton film india. tapi bagi sebagian orang, nonton film india terkesan kuno dan bukan tontonan untuk anak muda.

saya tidak mengerti dengan orang-orang yang meremehkan film produksi negara tertentu, bahkan negeranya sendiri. ketika berkata film, mereka hanya tahu hollywood, bahkan film di dunia ini ada banyak sekali. film-film spanyol, prancis, thailand, korea--bahkan bisa dibilang ceritanya lebih segar daripada hollywood. 



alergi terhadap film selain hollywood ini bahkan sudah sampai pada ranah oscar, dan bisa dibilang oscar 2019 membutuhkan 'parasite' untuk membuktikan bahwa pemenang oscar tidak melulu dari hollywood, dan tontonan film bukan hanya dari amerika. 

film india sendiri pernah menemani hari-hari saya ketika kesepian. tidak jarang saya menonton film india dan tidak sadar menitihkan air mata, ia begitu pandai memainkan emosi penonton, di samping nyanyiannya dan joget-jogetnya, tentu saja.

yang sangat khas dari film india adalah 'intermezo', ketika kita kira film sudah akan berakhir, malah ternyata hanya sampai setengah saja. selanjutnya cerita melandai dan kembali sampai puncaknya. 

bagi sebagian orang akan malu untuk menonton film india, apa yang memalukan? semua film sama saja, ia adalah bahasa paling universal yang kita kenal, mungkin jika kita tidak bisa menerima film dari negara lain selain hollywood, mungin kita tidak lebih dari korban market 'produk' tertentu.***