Sumber gambar |
Duh,
kalau ngomongin Pramuka, sungguh deh, ndak ada abisnya. Tapi khusus untuk
postingan kali ini, saya akan membahas tentang ‘output from the scout’. Idih..
keren ndak tuh istilahnya?
Scout
itu apa, Khi?
Masih
ada yang nanya begini? Oke ndak apa, scout itu bahasa Inggrisnya Pramuka,
ngerti? Nggggeerrrttii!!! Sip J
Oke,
jadi gini, zaman sekarang yang super duper canggih ini, menggerus segala hal
yang bersifat tradisional (ya ndak sih? Iya aja deh). Sebagai contoh, kini kita
bisa mengetahui sebuah tempat dengan mudah dengan goggle maps, ada yang namanya
gps, PMS ada yang namanya BBM, whatsaps dan seterusnya, dan seterusnya. Tekhnologi
semakin maju, terutama bidang komunikasi!
Sebagai
sebuah organisasi besar, Pramuka kian ke sini kian tampak tak ‘keren’, kuno,
karena itu tadi, karena tidak menyesuaikan zaman. Ketika seseorang
berkomunikasi dengan mudah lewat smartphone, e malah anak pramuka susah-susah
pake semaphore begitu. E jangan salah, kalau kita lagi tersesat, dan ndak ada
sinyal hp, emang kita masih bisa pake BBM, Line, Whatsapp-an begitu-begitu?
Tentu tidak... tapi alangkah baiknya, pramuka menyesuaikan bagaimana caranya
tekhnologi maju tadi dimanfaatkan menjadi materi yang dipelajari bersama. Agar
kesan kono tadi itu terbuang jauh-jauh.
Paradigma itu semakin
parah ketika ada yang menganggap pramuka hanya identik dengan tali-temali dan
jarang mandi (kata-kata ini sering banget saya pakai).
Nah,
lalu kaitannya dengan output from the scout itu bagaimana, Khi?
Oke,
maksud saya di sini adalah sebagai seorang praja muda karana, atau pemuda yang
suka berkarya, seharusnya ia berguna langsung bagi masyarakat. Pramuka bukan
hanya menghapal dasa darma, membuat pionering, berkemah dan sebagainya.
Semua
itu harusnya memiliki nilai plus di masyarakat. Seorang pramuka kudunya dapat
bermanfaat di masyarakat. Jadi yang saya maksud di sini, output from the scout
adalah bermanfaatnya seorang pramuka di masyarakat.
Pramuka
bukan sekedar ya tadi, berkumpul belajar tali-temali, dan jarang mandi belajar
sandi dan sebagainya.
Hasil
dari belajar itu semua seyogiyanya dapat diterapkan di masyarakat.
Pramuka
bukan hanya sekedar seragam yang mempunyai banyak tempelan. Aih, tempelan itu
tidak ada apa-apanya, dengan kata lain, tempelan tadi itu adalah tanggung jawab
yang harus diemban. Kan malu kalau banyak tempelan macam TKK, tanda regu, tanda
tingkatan, tiska, dan sebagainya yang memenuhi seragam pramuka tapi, nyatanya
dia ndak bisa apa-apa? Malu-maluin!!!
Terus
gimana, Khi?
Okeh..
Pengalaman
menjadi seorang instruktur pramuka, saya ingin berpendapat. Pramuka itu
hasilnya terlihat di ‘lapangan’, maksudnya, seorang pramuka bisa disebut
berhasil menjadi pramuka adalah ketika di kesehariannya ia mencerminkan
seseorang yang barmanfaat. Macam tunas kelapa saja, pasti kalian mengerti?
Iya,
saya cukup ‘gedek’ kalau liat ‘anak pramuka’ pakai tanda-tanda yang menimbun
lebat di seragamnya namun ia tidak punya skill. Jadi pandangan orang tentang
pramuka yang melihat anak pramua pakai tanda-tanda tadi itu ya mereka akan
berpikir, pramuka Cuma seragam, pramuka Cuma tempelan!
Ambil
contoh.
Ketika
seorang pramuka di kelas, jika ia memang seorang pramuka benar-benar, ia
pastinya akan banyak ambil andil di kelasnya. Ia akan menjadi pengurus kelas,
dan menjadi leader bagi teman sekelasnya.
Kalau
ia tidak menjadi apa-apa di kelas, hanya sekedar menonton dan mengiya-iyakan
saja, uh, sungguh, ia adalah pramuka gagal yang pernah kamu temui.
Duh,
kok lama-lama panjang yah ini postingan.
Kayaknya
cukup sampai di sini deh, sambung lagi buat besok-besok.
Oke,
see you.
Salam
pramuka ^_^