PERCAKAPAN KITA

Percakapan tercipta karena kebutuhan manusia yang haus dimengerti.

Tanpa percakapan, banyak manusia mati muda.

Dan kita bercakap-cakap. Dua orang asing yang kaku. Sangat kaku. Awalnya begitu.

Kemudian benih itu tumbuh, berkembang, menjadi pohon, bercabang, berdaun, dan akarnya kuat. Buah belum terlihat.

Itu benih cinta kita. Daunnya selalu kena embun di pagi hari, menyejukan, dan batangnya terbikin dari rindu-rindu yang baik. Kadang kita menyirami bersama-sama. Sambil bercanda dan bercerita tantang bagaimana hidup yang baik.

Percakapan mengalir di antara kita. Mencari laut. Melewati kali-kali, sungai-sungai, yang di tepinya banyak manusia tegang menghadapi hidupnya yang konstanta. Ada seorang pengambala kambing berkata sedikit marah, ''Oh Tuhan, kemanakan do'a yang kupanjatkan selama ini? Sampai sekarang tak ada tanda-tanda pun!''

Percakapan kita seperti tak ada habis. Mengalir dan mengalir dan mengalir. Seolah laut nun jauh di angkasa. Atau ternyata laut ada di matamu? Yang tenang bak telaga itu? Bukankah setiap laut itu ganas? Oh, tarian pohon kelapa.

Percakapan tetap percakapan. Yang berawal akan berakhir, kau tahu, kecuali yang menciptakan semua ini.

Akhirnya aku gagap ketika kau bertanya, ''Kita ini sebenarnya apa?''

Hatiku denyut-denyut. Ada perang di kepalaku. Oh, burung merpati putih yang tak tahu jalan pulang.

''Kita ini kekasih,'' jawabku.

''Sejak kapan?''

''Sekarang.''

Dan kau memeluk tubuh ringkih ini. Dalam pada itu bibirmu keluar suara, ''Maaf, aku sudah berkekasih dengan penantian pasti.''

Cukup. Pelukan ini cukup untuk menutup percakapan kita. Kauberi sebatang kecup di bibirku. Itu begitu hangat, berjalannya waktu, hangat itu menjadi panas. Panas itu menjadi bara-bara api. Aku terbakar. Sekarang abu.***

untuk #N, ada do'a-do'a di balik puisi ini.

MISTERI BANGUN SAHUR

Bangun tidur pagi ini ada yang aneh. Aku merasakan keganjilan di celanaku. Semacam cairan. Lengket. Astaga, rasanya menjijikan. Mimpi apa aku semalam? Segala macam pertanyaan memenuhi kepalaku begitu saja.

Selepas santap sahur bersama ayah, ibu dan sekeluarga, aku shalat subuh, tidak mandi terlebih dahulu, aku tak biasa mandi pagi-pagi memang.

Aku ingin menanyakan tentang 'cairan' itu kepada ayah. Tapi.. Kok ada rasa malu ya..

Setelah kupikir-pikir, akhirnya aku bercerita kepada ayah pagi harinya.

''Aku semalam mimpi, Yah. Dan ketika bangun celanaku ada cairan lengket. Apa itu membuatku tidak diwajibkan puasa, Yah?''

''Mimpi apa?'' tanya ayah sekonyong-konyong. Lama aku tidak menjawab, mana mungkin aku menceritakan mimpi itu? Oh ya ampun..

''Oh ya iya.. Ayah paham..,'' wajah ayah berubah sumringah. ''Itu tandanya kamu... Sudah baligh. Tidak. Kamu masih tetap diwajibkan puasa. Astaga, apa kamu tadi shalat tidak mandi terlebih dahulu?'' kata ayah kaget. Aku menggeleng.

Kemudian ayah menjelaskan panjang lebar tentang 'cairan' itu. Aku memperhatikan dengan seksama. Astaga, suaraku terasa berat kali ini.***

MENYAMBUT RAMADHAN ALA ANAK KOSAN

Bulan yang penuh berkah ini, pastilah sangat berarti bagi semua umat manusia, khususnya umat Islam. Yang mana kita harus menahan lapar dan haus, dan yang lebih penting daripada itu yakni menahan hawa nafsu. Sehingga, setelah melewati bulan ini, kita menjadi manusia yang lebih baik. Dan yang lebih berat, kita kudu konsisten di bulan-bulan selanjutnya.

Sebagai anak rantau dan jauh dari keluarga, aku punya cara sendiri untuk menyambut ramadhan. Ceritanya tahun kemarin aku berpuasa dan lebaran di Jakarta, ndak pulang kampung. Itu hal yang menyakitkan bagiku.

Jadi, pas berbuka ya sendiri, sahur pun sendiri. Beli makan sendiri, pokoknya apa-apa sendiri. Waktu itu aku kelas 2 SMK dan sedang dalam PKL. Kadang aku nelangsa ketika berbuka sendirian di kosan, juga pas sahur, kendati sering kelewat itu sahur karena ndak ada yang ngebangunin. Hiks.

Akan tetapi, dari situ, aku mendapat satu kesimpulan bahwa inilah cara Allah menguji umatNya. Aku merasa disayang olehNya, bisa mendapat bulan suci Ramadhan di saat-saat yang seperti itu tadi, penuh dengan kesendirian dan kesepian. Menurutku, kita hanya perlu mengganti sudut pandang untuk melihat sesuatu yang tampaknya begitu menyedihkan. Sehingga apa-apa yang tadinya terlihat negatif, bisa menjadi positif. Menurutku sebaik-baiknya manusia salah satunya ya yang bisa berprasangka baik dengan segala takdirNya.

Terkadang, di saat-saat seperti itu, aku mendapat acara buka bersama, buka di rumah teman dan sebagainya. Itu menyenangkan. Jadi aku ndak melulu sendirian di kosan menyantap buka dan sahur. Itu juga sekaligus bisa menjalin silaturahim.

Sebelumnya aku sudah tahu bulan ramadhan tahun lalu bakal begini. Jadi caraku menyambutnya ya dengan mengganti sudut pandang tadi, yang tadinya tampak menyedihkan karena selalu sendiri pas buka dan sahur juga idul fitri, jika dilihat lagi, Allah begitu perhatian padaku. Bulan ramadhanku ndak biasa..

Tapi jangan sampai lupa, akhir dari semua ini adalah bertujuan agar kita menjadi manusia yang bertaqwa. Dan perlu diingat, Allah melihat kita bukan dari rupa atau apa, Allah melihat kita dari ketaqwaan kita, dari hati kita. Jadi jangan sedih kalau dalam beribadah kepadaNya, kita mengalami suatu cobaan.***