Entah bagaimana cara menyampaikan rasa sayang, cinta, kasih, amat suka kepada seorang wanita yang menarik hati. Dari sudut mana pun wanita itu menarik hatiku. Terlebih lagi, aku masih belum cukup umur untuk memikirkan: meminangnya atau melamarnya. Sungguh, aku cinta padanya..., rasanya, darahku mendidih, dadaku penuh ketika melihat wanita itu. Sayang, dia itu berhijab, ayu, pakaiannya elok, tertutup dan tak pamer aurat. Jelas ia tak mungkin bisa kudekati dan berharap kami pacaran seperti remaja umumnya.
Aku cinta pada wanita berhijab itu sudah lumayan lama, sejak kelas 1 SMA, dan setahun telah lalu. Kini aku kembali sekelas dengannya lagi. Pada usiaku yang rentan kobaran asmara seperti ini--belasan tahun--tak mungkin berjanji untuk ta'arufan dengannya. Tak mungkin, itu tak mungkin. Tapi, ah, rasa, iya, rasa, rasa yang lahir ketika melihatnya sungguh teramat menyakitkan, tak sanggup aku menahan gejolak asmara di usia muda. Ingin rasanya aku..., mendekatinya dan menyatakan cinta secara langsung. Kami sudah sering jumpa, hampir saban hari, atau jika sekolah tidak diliburkan. Aku selalu menyiasati bagaimana caranya menyampaikan rasa yang bergejolak di dada ini.
Untung saja cara itu telah kutemukan sekarang. Tulisan, ya, lewat tulisan sahaja. Aku percaya bahwa tulisan itu tidak tuli. Dengan tulisan aku bisa menuangkan rasa yang bergejolak di dada. Bila waktu itu tiba, waktu di mana aku akan mengasihkan tulisan padanya, aku akan menuliskan ini di sebuah kertas putih dengan pena yang menari ria, seperti ini tulisan itu nantinya:
''Wahai wanita elok, ayu nan cantik jelita. Ya, surat ini untukmu, jadi bacalah, bukan salah kirim atau sebuah gurauan. Lihat, sekarang di depanmu ada deretan aksara yang ditulis oleh seorang laki-laki penakut. Dia hanya bisa berbicara lewat tulisan denganmu. Tapi, jangan salah paham. Laki-laki itu atau tepatnya adalah aku, takut dosa. Aku tidak mau mendekatimu secara langsung, kamu kan wanita berhijab, pasti tidak sembarangan orang bisa menyentuhmu. Jujur, aku hanya ingin menulis yang isinya adalah rasa sayang, cinta, kasih dan suka padamu. Jadi bacalah sampai habis, kumohon..., masalah balasan darimu, itu urusan belakangan untukku, yang terpenting sekarang adalah, luangkan waktumu, ya, luangkan waktu.
Wanita, asal kautahu, aku selalu memikirkanmu setiap malam, setiap ada waktu luang untuk berkhayal, pasti di situ ada kamu. Wajahmu akan terukir dengan sendirinya di langit sana. Seyogianya aku tak harus mengirimkan tulisan ini pada wanita berhijab sepertimu, laiknya tak elok mungkin bagi remaja seperti kita. Tapi, aku yakin, aku yakin aku adalah laki-laki masa depanmu kelak. Jadi, akan kutunggu waktu yang tepat untuk kita bersama. Menjalin rasa cinta sebenarnya.
Kita akan bahagia. Aku akan menjagamu, menjaga semua yang ada padamu. Akan kucarikan nafkah yang halal untuk keluarga kita nanti. Anak kita akan tumbuh-kembang dengan sehat. Kamu tak usah bekerja, diam diri saja di rumah menjadi wanita yang baik-baik. Tenang, jika aku menjadi suamimu, aku akan bertanggung jawab, dan tak akan membuatmu sengsara.
Aku sedia menunggu saat-saat itu, saat di mana aku harus berhadapan dengan orangtuamu. Mau bagaimanapun cerita hidup ini nantinya, aku akan selalu berusaha, berusaha semampuku. Jadi, akulah laki-laki masa depanmu, dan kamu wanita masa depanku. Jangan bilang aku gila, aku tidak demikian, aku sadar menulis ini.
Mengertilah hai wanita berhijab....''
***
Ya, mungkin itu yang akan kutuliskan untuknya. Tapi, masalahnya adalah kapan? Cukupkah nyaliku sekedar mendekat dan mengasihkan surat!? Arght!***
Afsokhi Abdullah
Kosan, 22 Februari