Sebenernya gue nggak betul-betul ngarti sih ya. Bagaimana banjir bisa terjadi dan menjelaskan dengan ilmiahnya, karena gue nggak pernah belajar itu dan mungkin nggak akan pernah. Yang pernah gue pelajari cuma proses hujan yang pada dasarya air laut kembali ke air laut. Tapi kok ini kaga yah, malah air betah berlama-lama di penghunian dan mungkin dia caper. Soalnya di mana-mana mengabarkan kalo air sudah tinggi dan itu tandanya banjir broh...., dia jadi tranding topic pula.
Oh iya. Kan waktu gue belajar dulu..., itu ada yang namanya penyerapan. Ya jadi itu semacam pohon lah katakanlah, pohon itu bisa menyerap air dan bisa menjadi cadangan air di dalam tanah. Tuh, hujan bersahabat bukan sama kita? Udah dikasih subur tumbuhan, dikasih cadangan air pula. Buat mandi dan BAB broh..., kalo nggak ada air lu mana bisa mandi, dan lu pasti jelek kalo nggak mandi, kan?
Tapi kenapa banjir ini terjadi karena banyak banget pilihannya. Ada yang bilang drainase yang tidak berfungsi, pompa yang tidak berfungsi karena mati listrik dan lain sebagainya. Kenapa ya broh?
Ironisnya, banjir sudah menjadi langganan di Jakarta. Pada hari jauh sebelum banjir datang, gue melihat kali dikerukin, rumah digusurin, dengan dalih mencegah banjir nantinya. Namun apa semua itu kita rasakan? Apa manfaatnya? Banjir ya tetap saja banjir. ''Kalo nggak mau kebanjiran ya jangan di jakarta luh.'' begitulah kata yang menjadi tren kalau banjir datang. Setidaknya kata itu menerbitkan gelak tawa. Ya, gelak tawa, bukannya mikir gini, ''Aduh, kota gue kebanjiran tiap tahun. Apa yang telah gue lakukan. Apa salah gue, salah ade gue, ibu, kakak, abang, ayah, dan semuanyaaa!?'' lalu merenung dan mendapatkan inovasi. Andai ada seribu orang aja yang merenungi, paling nggak banjir nggak parah-parah amatlah. Soalnya mereka sadar kalau banjir juga disebabkan oleh mereka juga. Bener kan broh? Lu coba deh ya.
Kebanyakan orang akan angkat bicara mengenai banjir ketika banjir saja. Sebelumnya mana mereka sadar. Buang sampah sembarangan, mau sampah plastik ato sampah apa aja digabung jadi satu sampai tong sampah kekenyangan dan tidak bisa menampung dan luber menjadi pemandangan di setiap sudut kota. Ini kota lu broh, masak sampah di mana-mana?
Terlebih lagi, ada yang buang sampah di kali. Kabarnya karena tong sampah yang jauh dari jangkauannya. Kali menjadi alternatifnya. Apa salahnya? Wong kali yang paling deket dan di kali juga udah seperti sampah. Hitam legam, bau, dan mengalir tersendat-sendat seperti orang tua lagi bengek. Mungkin kayak orang yang kecanduan ngerokok lah gitu? Lu nggak kan broh? Kalo gue sih enggak.
Entah, sudah beberapa pemimpin yang sudah memimpin negeri ini, khususnya Ibu Kota yang langganan banjir ini. Kalo Jakarta bisa ngomong, apa yah yang dia omongin, mungkin gini, ''Hai orang-orang yang udah nempatin gue. Rawat nih gue. Gue tempat di mana lu berpijak, tempat lu cari duit, e, lu malah nggak ngurusin gue. Lu kira gue apaan, hah!? Gue juga butuh kasih sayang..., jangan sampe gue marah nih. Kalo gue marah, gue bakal minta kirimin air yang lebih banyak dari ini dari Bogor! Jadi, rawat gue geh. Gue udah bosen jadi kota yang kebanjiran tiap tahunnye. Aduh, gue juga malu. Kemaren masak gue dicap jadi kota termacet dan tertidak aman di dunia. Gue malu, gue malu woy!'' lalu Jakarta menangis sedu sedan.
***
Mungkin bagi beberapa orang banjir sudah menjadi takdir, terima apa adanya saja, toh pas udah nggak banjir nggak diomongin lagi, kan? Begitulah. Ganti tema..., bisa aja tentang korupsi dan narkoba kalo udah kering nih Jakarta. Semoga lu kagak yah broh.
Pembuang sampah sembarangan baru-baru ini dihakimi di pengadilan dan didenda. Beberapa di antara mereka banyak yang sudah kapok. Baru-baru ini pula cctv akan disebar di seluruh pelosok Jakarta untuk memantau warganya yang bertangan nakal, maunya buang sampah sembarangan. Ya, baru-baru ini saja, setelah banjir sudah ancang-ancang tak jauh dari mata memandang dan siap menerjang. Moga lu kaga kena terjang yah broh.
Orang beruang bisa saja bercokol di atas rumahnya atau kantornya yang mencakar langit. Berbeda dengan orang tak beruang, menyatu dengan air yang menyatu pula dengan kotoran manusia dan lain sebagainya yang kabarnya bisa menimbulkan banyak penyakit. Orang tak beruang tak memikirkan penyakit, mereka malah berenang ria di genangan air. Sehabis itu? Baru ada yang sakit, bahkan meregang nyawa diseret arus.***
Afsokhi Abdullah
Terkepung Banjir, Jakarta 11 Februari 2015