Kenapa akhirnya saya jadi suka nonton drama korea juga




Suatu hari saya duduk di Lawson, sebuah tempat nongkrong semacam seven eleven. Tak jauh dari tempat saya duduk, ada tiga orang anak dengan pakaian SMA mengobrol. Kuperhatikan, mereka ternyata sedang mengobrol tentang drama korea. Tak hanya itu, mereka juga mengobrol tentang hal yang tak saya mengerti tentang k-pop.
          Tak hanya sekali saya mendengar dan melihat orang yang suka sama drama korea dan k-pop. Saya juga pernah melihat orang nonton drama korea di metro mini, kereta, bahkan angkot. Awalnya saya bingung kenapa mereka jadi suka. Tapi, ternyata, saya juga jadi suka nonton drama korea dan, saya juga bingung kenapa bisa. 



          Drama pertama yang saya tonton adalah Pinochio. Drama ini saya peroleh dari teman dekat saya, hm, teman sangat dekat, atau lebih tepatnya mungkin teman hidup :3 #abaikansaja
          Darinya saya mendapatkan drama itu karena dia memanas-manasi saya kalau saya ini suka sama dunia jurnalistik dan drama ini cocok buat saya tonton. Dah hasilnya sungguh luar biasa, saya jadi ketagihan nonton drama korea lagi, lagi, lagi dan lagi!
          Selanjutnya saya jadi makin gencar meminta koleksi drama korea pada siapa saja. Dan akhirnya adik kelas saya mengerti akan keadaan saya ini dan dia berikan saya drama berjudul Descents Of The Sun dan Doctor. Dan astaga, itu malah bikin saya makin ketagihan saja.
          Saya bilang begitu bukan tanpa alasan. Saya bisa bilang begitu karena saya menikmati drama tersebut. Ditambah pemain-pemain drama yang bening-bening. Bahkan saya sudah punya satu idola dari drama korea: lee yoo bi. Duh, dia tuh ya, unyu banget, wajahnya menggoda gimana gitu, dan perannya di drama pinochio sangat memincut saya untuk jatuh cinta kepadanya. Walau di drama itu dia bukan pemain utama.



          Kebanyakan orang menyukai drama korea itu karena alur ceritanya, dan untuk lebih lengkapnya, kamu bisa lihat infrografik di bawah ini:


          Saking gencarnya saya mencari koleksi drama, saya bahkan masih saja sempat meminta koleksi drama kepada peserta Kampus Fiksi di Jogjakarta. Itu adalah acara kepenulisan yang diselenggarakan oleh penerbit Diva Prees, saya menginap di asrama selama 5 atau 6 hari entahlah.
          Dan saya kenal sama salah satu pesertanya, dan saya tahu jelas dia itu penyuka korea gitu. Akhirnya saya memberanikan diri untuk meminta koleksi drama kepadanya. Dan itu malah membikin saya terjebak pada kumpulan mbak-mbak yang lain sesama penyuka korea gitu. Di situ saya laki sendiri, dan saya merasa canggung membicarakan tentang drama korea, k-pop dengan mereka. Karena sepengatahuan hematku, penyuka korea tuh mayoritas dari kalangan cewe. Jadi ya, canggung aja gitu ngobrolin korea bareng mereka, lagi pula saya masih newbie dia ranah ini.
          Dari mbak yang saya temui di Jogja itu, sebut sana mbak Mou, saya mendapatkan dua judul drama korea: Solomon’s Pejury dan w (two world). Dan baru drama pertama itu  yang saya tonton, duh, lagi-lagi saya suka dengan alur cerita dan pemain-pemainnya. Kok ndak ada bosennya ya saya nonton drama korea?

salah satu cuplikan drama Solomon's pejury yang saya tonton secara maraton :3


          Saya tak paham betul bagaimana korea menjadi kiblat bagi anak muda sekarang terkait tontonan, musik, bahkan fashion. Tapi nyatanya negara itu sangat menarik untuk diikuti. Apa gerangan di balik semua itu? Sehingga mereka sukses menyihir anak muda Indonesia bahkan manca negara dengan produk-produk yang mereka produksi.
          Tapi saya tak berpikir sejauh itu.  Saya nikmati saja drama-drama yang mereka peroduksi. Lagian emang menarik sih. Dari alur, pemain, sinematografi, dan lain-lainnya, deh.
          Yowes postingannya saya akhiri saja, saya mau lanjut nonton~ 


Tentang Sawang-Sinawang dan Rahmat Pertolongan





Terkadang jika aku pulang kampung, ada saja bahasa yang tidak kumengerti. Contohnya saja sawang-sinawang (bahasa Jawa). Mendengarnya saja aku asing, padahal itu adalah istilah kehidupan yang penuh makna. Istilah ini kudenger beberapa bulan lalu di kampung. Mungkin aku sebelumnya sudah pernah dengar, tapi sepertinya tidak kuindahkan. Dan saat di mana aku benar-benar merasakan kehidupan itu sendiri, barulah aku ingin mengerti apa arti istilah ini.
            Ketika pertama kali mendengar sawang-sinawang, aku tertarik—terlepas dari pengucapannya yang punya daya magis sendiri menurutku—aku segera menanyakan kepada siapa saja yang bisa kutanyakan. Mereka menjawab beragam. Tapi intinya begini:
            Sawang-sinawang adalah satu kondisi di mana kamu melihat kehidupan seseorang. Kamu melihat hidupnya begitu mewah, istrinya cantik, punya mobil dan sebagainya. Tapi ketahuilah, apa yang kamu lihat tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang dirasakan oleh si pemilik.
            Si pemilik istri cantik itu juga mungkin saja bisa melihatmu lebih baik hidupnya dari pada dia. Si pemilik istri cantik itu boleh saja punya mobil, rumah mewah dan sebagainya. Tapi siapa yang tahu isi hatinya hanya ada resah, gelisah, gundah, karena memikirkan hartanya itu bakal hilang suatu saat.
            Ia khawatir istrinya direbut orang, mikirin bayar pajak, rumahnya kemalingan dan sebagainya. Dan ia iri kepadamu yang punya rumah sederhana, istri tidak cantik-cantik amat, dan cari duit hanya lewat usaha kecil. Tapi kamu juga punya rasa yang sama, ada resah, gelisah, gundah. Tapi bedanya, apa yang kamu khawatirkan adalah besok kamu mau makan apa? Persedian beras habis, anak belum bayar sekolah, dan sebagainya.
            Jadi, sehemat pengatahuanku, sawang-sinawang seperti itu: melihat kehidupan orang lain dan membandingkannya dengan kehidupan sendiri yang selalu merasa kekurangan.
            Orang yang masih sawang-sinawang kebanyakan tidak bersyukur.
Intinya dalam menjalani hidup itu harus bersyukur, karena dengan begitu, Allah tidak mengingkari janjiNya: Ia akan memberikan-lebih kepada hambaNya yang bersyukur atas nikmatnya.
            Dan kadang, kita terlalu memilih-milih nikmat. Nikmat tidak selamanya terasa nikmat. Nikmat juga ada yang tidak nikmat. Contohnya saja jatuh sakit. Itu adalah nikmat, dan harus menerimanya dengan lapang dada. Dengan jatuh sakit, kita diberi peringatan untuk tidak terlalu keras mengejar dunia, harus bisa membagi waktu untuk kesehatan dan sebagainya. Nikmat bukan?
            Mentang-mentang sudah bersyukur dan merasa tidak mendapatkan yang dijanjikanNya,  kamu malah memilih untuk tidak bersyukur. Wong bersyukur aja masih susah, tuh lihat orang “kafir” malah duitnya banyak. Alasanmu.
            Maka dari itu, kita harus mempunyai banyak pandangan tentang hukum-hukum Allah. Semuanya adalah kepastian. Ada sehat pasti ada sakit, ada untung pasti ada rugi, ada malam pasti ada siang. Itulah kepastian-kepastianNya yang harus kita imani. Dan bagaimana caranya, adalah dengan pandai-pandai bagaimana cara kita memandang itu semua sebagai hukum-hukumNya—yang tidak bisa dipikirkan saja, tapi harus dirasakan dengan hati.
            Dari sini aku paham, bahwa kehidupan itu sulit, tapi jangan dibikin sulit. Caranya agar tidak sulit untuk menghadapi hidup adalah dengan menerima dan berusaha. Walaupun manusia tidak ada daya upaya selain rahmat pertolongan Allah, manusia juga harus berdaya upaya supaya mendapatkan rahmat pertolongan Allah, tanpa rahmat pertolonganNya, kita tidak bisa apa-apa, ketika kita tidak melakukan apa-apa, maka kita tidak mendapatkan rahmat pertolonganNya.***