Gue pernah berpikir, bahwa hidup hanya
masalah kenyang dan lapar belaka. Jikalau perut ndak akan pernah merasakan
lapar, maka hidup di dunia ini akan tentram. Tapi kita tahu bersama, bahwa
Tuhan menciptakan segalanya ndak untuk disia-siakan. Bisa jadi Tuhan memberikan
rasa lapar untuk menguji hambanya. Apakah ia akan kuat. Apakah ia akan mencari
makanan yang haram atau halal ketika lapar. Bisa jadi seperti itu.
Hingga
pada suatu malam.
Gue
kelaparan dan ndak pegang uang. Malam itu jam 12 lewat. Gue mencari jalan
keluar, hingga akhirnya gue ingat bahwa di ATM masih ada saldo beberapa. Maka
gue ambil kartu itu dari tas sekolah dan keluar kosan mencari mesin ATM.
Gue
keluar, dan yah seperti yang gue duga. Suasana agak mencekam, dingin, dan
semakin membuat gue lapar. Bagaimana bisa tidur kalau lapar begini. Ibarat
buang air, lapar gue ini udah di ujung. Gue terus berjalan dengan celana
traning dan kaus pendek dan rambut aca-acakan. Akhirnya gue temukan mesin ATM,
walau berbeda bank.
Pas
gue mau buka pintu untuk masuk ke tempat mesin ATM, ternyata dikunci. Rasanya
gue pengin ngamuk di situ, tapi ya bagaimana, ndak mungkin gue lakukan. Gue
harus sabar dan menahan diri. Kalaupun itu terjadi, bisa-bisa gue digebukan
massa. Secara, ini Jakarta, apa pun yang mencurigakan akan dimangsa.
#teoriapaini
Dengan
jalan sempoyongan akhirnya gue balik lagi ke kosan. Masih dengan perut lapar.
Gue pun mencari uang recehan di lemari-lemari, kantong-kantong baju atau
celana, di mana pun. Dari pencarian itu, lumayan bisa buat beli roti yang dua
ribuan dan minum dingin.
Masalahnya,
warung di tengah malam begini pun banyak yang tutup. Gue harus mencari warung
yang masih buka sambil menjaga agar uang yang gue pegang ndak kemana-kemana
atau kalau sial, recehan uang ini akan jatuh dan hilang. Ya ampun, ndak, itu
ndak akan terjadi.
Berjalan
cukup jauh dan diselimuti rasa khawatir akan nyawa terancam, gue pun megetemukan
warung yang masih buka. Gue beli roti dan air dingin dengan recehan uang itu.
Dan yeah, gue bawa roti dan air dingin itu ke kosan. Gue makan di sana dengan
seksama, dengan ndak mengeluarkan brisik. Takut nanti tetangga pada bangun.
Gue
makan berhati-hati banget. Karena bisa jadi apa yang gue makan saat itu bakal
jatuh ke lantai dan ndak bisa dimakan lagi. Gue pegang erat-erat dan mulai
memasukan ke mulut dengan hati-hati. Gigitan pertama, oh yeah nikmat, gigitan
kedua, hm.. yummi, gigitan seterusnya sampai setidaknya perut gue terganjal.
Lalu diakhiri dengan minum air dingin.
Ohh..
nikmat mana lagi yang kaudustakan…?
Gue
pun bergeges tidur setelah semua tandas. Mengambil posisi paling baik dan
akhirnya terlelap seperti bayi.
Yeah.
Begitulah pengalaman yang ndak begitu menyenangkan yang gue alami. Semoga
menjadi pelajaran bagi kita semua. Terutama pelajaran Ilmu Pengetahuan yang
mana mengajarkan bahwa kalau tubuh kekurangan asupan maka akan lemas. Atau
pelajaran IPS, bahwa seharusnya gue ketika itu memanfaatkan tetangga untuk
berbagi makanan. Tapi ya ini Jakarta, masa malam-malam mengetuk pintu rumah
orang tiba-tiba minta makan. Bisa-bisa dihabisi lu sama mereka karena dikira
maling.
Juga
ilmu agama, di mana kita harus terus bersyukur masih diberi nikmat. Percuma dikasih
banyak makanan tapi sama sekali ndak ada syukur padaNya. Lebih baik sedikit
tapi sadar bahwa itu berianNya ketimbang banyak tapi lupa bahwa itu berkatNya.***