Ini Cerpen, saya khususkan untuk mengisi ‘sesuatu’
di ulang tahun saya yang ke-16. Cerpen ini hanya rekaan. Selamat membaca ^_^
Terima kasih juga, untuk semua yang sudah mengucapkan selamat ulang tahun, kado, dan segalanya ya.
Terima kasih juga, untuk semua yang sudah mengucapkan selamat ulang tahun, kado, dan segalanya ya.
Hari Ini Ulang Tahunku
Sebuah kejutan bukanlah hal yang kuimpikan di ulang tahunku
hari ini. Bukan kue tar, kado, dan semacamnya. Aku hanya ingin mendengar Ibu
berkata: “Selamat ulang tahun, Sokhi,
semoga panjang umur, bermanfaat bagi banyak orang; tumbuh dewasa, dan menjadi kebanggaan
orangtuamu.”
Ibu, barangkali tidak mementingkan hal ini, ada hal
yang lebih mahapenting dari pada tanggal lahir anaknya. Seperti halnya
pekerjaan, mengurusi rumah tangga, adik-adikku, dan masih banyak lagi. Ibu.
Tepat pada senja ini adalah ulang tahunku, sedikit
lagi hari akan berganti dan hari istimewa ini akan hilang begitu saja. Selama hari
ini, sama sekali tidak ada yang memberiku selamat, kado, apalagi berupa kue.
Tapi, ada satu. Ketika aku bercermin, lalu aku berkata: Selamat ulang tahun.
Untuk diriku.
Ibu sedang duduk di sofa ruang tengah, aku juga
duduk di sampingnya agak jauh. Matahari kian sepuh, cahayanya tak sepanas tadi
siang. Hanya menyisakan setitik cahaya yang masuk ke ruangan ini.
“Ibu,
hari ini aku ulang tahun, aku ingin seperti orang-orang, aku ingin perayaan
ulang tahun yang meriah; banyak kado, dan teman-temanku akan mengucapkan
selamat kepadaku satu-persatu.” Batinku, aku harap ibu
bisa mendengar, tapi itu mustahil.
Dan ibu tetap asyik dengan benang dan jarum, dimainkanya jarum itu – menambal baju-bajuku
yang robek.
Aku lalu mematung di sofa dengan sorot mata kosong
memandang langit-langit rumah.
“Andai ada seseorang yang dapat mengerti akan hati ini. Siapa sajalah. Aku mohon, Tuhan.”
“Andai ada seseorang yang dapat mengerti akan hati ini. Siapa sajalah. Aku mohon, Tuhan.”
Malam hari pun datang. Aku hanya bisa terus berharap
ada keajaiban di kamar yang sepi ini. Jendela kamar berembun, ada bekas
percikan air di sana, karena hujan baru saja hengkang, meninggalkan gerimis
kecil sekarang ini.
Hujan kecil-kecil itu memantul ke tanah. Menimbulkan
suara tenang, dan tantram. Walau kekecewaan terus bergelayutan di dada. Bersama
gerimis, tiba-tiba airmata mengalir manja melewati pipi. Dada ini serasa penuh,
sesak; tubuh ini menjadi seperti kapas.
Selepas gerimis, aku bisa melihat kunang-kunang dari
kamar ini. Mereka sungguh bahagia, mempunyai cahaya yang menarik, siapa saja
pasti mau menangkapnya. Tidak seperti aku, yang tidak mempunyai apa-apa – yang dapat
menarik semua orang.
***
Tiba-tiba, lampu pun mati serentak. Lalu, ibu
menyalakan lilin untuk menyinari seisi rumah, adik, kakak, ayah, semua
berkumpul di ruangan tengah. Bersama gelap kita bercengkrama, disisakan lilin
di tengah sebagai penarang di antara kita.
“Apakah ayah, kakak, adik, semua tidak tahu, bahwa hari ini adalah ulang tahunku!?” batinku memelas.
“Apakah ayah, kakak, adik, semua tidak tahu, bahwa hari ini adalah ulang tahunku!?” batinku memelas.
Biarlah, punahlah sudah semua keinginanku untuk
memliki kejutan di hari ini. Sekarang, aku hanya bisa bermain lilin, dan
membuat siluet-siluet yang berbentuk apalah itu, abstrak di tembok.
Api di ujung lilin itu bergoyang ke sana-sini,
tertiup angin malam yang menyelinap masuk ke rumah ini. Seperti tamu yang tak
diundang, tapi biarlah, mungkin angin ingin menghiburku.
Mata ini terasa berat, seperti ada bangunan pencakar
langit si setiap bulu matanya. Aku pun merebahkan badan di sofa, perlahan mata
ini tertutup, dan tidur. Sebelumnya, kutulis di selembar kertas. Lalu kutaruh
di meja.
“Adakah yang tahu bahwa hari ini aku ulang tahun?”
“Adakah yang tahu bahwa hari ini aku ulang tahun?”
Afsokhi
Abdullah
Jakarta, 16 November 2014
www. Afsokhipelajargo.blogspot.com
Jakarta, 16 November 2014
www. Afsokhipelajargo.blogspot.com