Fenomena alam ini sungguhlah langka. Di mana pertemuan rindu antara
matahari dan bulan di angkasa, dilihat banyak orang diabadikan sedemikian rupa.
Rindu mereka memang istimewa, setelah bertahun-tahun ndak bertemu, mereka hanya
memiliki waktu untuk menuntaskan rindu beberapa menit saja. Akan tetapi,
kerinduan mereka ditunggu banyak orang, ndak seperti rindu ini, yang dicampakan
pemiliknya dan ndak ada yang peduli. *kokjadibaper
Gerhana matahari sudah
diajarkan di pelajaran IPA di bangku sekolah. Kami mengetahui pelbagai macam
bentuk gerhana dan bagaimana itu terjadi. Menurut gue, itu adalah karya Yang
Mahakuasa yang indah, sangat indah. Gue juga cukup kagum, ‘orang-orang bumi’
bisa memprediksinya dengan akurat akan kerinduan matahari dan bulan tersebut. *tepuktangan
Kabar gembiranaya,
gerhana matahari ini hanya terjadi di Indonesia. Otomatis itu menarik turis
dari pelbagai negara, dari peneliti sampai petinggi negara. Salud..
Dan, ‘kemelekan ilmu’
negara kita pun sudah terbukti. Ndak seperti pada tahun 1983 yang di mana
masyarakat dilarang untuk melihat gerhana matahari.
*
Pagi itu gue bangun
pagi hari, ngecek hp dan langsung cek tranding topic. Seperti yang gue duga,
tranding topic yang pertama adalah tentang gerhana matahari. Pelbagai kicauan
membuat gue iri. Ada yang mengamati di jembatan Amper, di pantai, planetarium,
dan masih banyak lagi. Apalah daya gue, cuma bisa mengamati dari atas kosan
yang ndak sebarapa tingginya dan kehalang pohon besar dan (lagi) akhirnya
berjalan mencari tempat lain: warung indomie. Warung indomie ini tempatnya
cukup strategis, sebelumnya gue sering lewat warung ini dan setiap paginya akan
panas terpapar sinar matahari langsung. Tapi itu ndak masalah buat warung ini,
karena ia bukan air minum dalam kemasan. *apaansih *krik
Gue memesan energen
susu ke Mas-mas penjaga warung, jam sudah menunjukan 7.15 WIB, dan gue udah
liat beberapa foto di Pelambang dan beberapa daerah lainnya tentang gerhana
matahari, foto-foto mereka sungguh menawan, menambah keingintahuan gue untuk
melihat secara langsung.
pas di jalan.. |
Omong-omong, gue ndak
pake kacamata apalah-apalah gitu. Sebelumnya sih ada rencana buat bikin kamera
jarum tabung gitu, dan mencari film tua. Tapi ya gue berpikir, untuk mencari
bahan-bahannya pun gue ndak tahu dimana, ditambah rasa malas melanda. Akhirnya
ya dengan mata telanjang saja.
Gue baca, sebenarnya
ndak apa-apa melihat gerhana matahari dengan mata telanjang, asalkan jangan
telanjang baju di tempat umum sambil mengamati gerhana. Serius, ndak masalah
melihat gerhana matahari dengan mata telanjang, asalkan ketika bulan sudah
menutupi sang matahari. Jangan pas matahari masih galak-galaknya karena rindu,
eh malah lu liat. Itu fatal. Katanya sih bisa membutakan.
Nah, gue masih di
warung indomie dengan energen yang mengebulkan asap sambil menunggu
pelampiasan rindu itu. Dan yeah, ketika pas jam 7.21 WIB gue melihat ke arah
matahari dan menemukan bulan dan matahari bercumbu begitu mesra. Walau ndak
total, gue senang bisa melihatnya. Itu benar-benar terlihat, matahari tertutupi
bulan, tapi sinar matahari tetap ganas. Gue rasa matahari ini rindunya sudah
sampai batas.
Ndak terlalu lama gue
mangamati, setelah puas, gue tandaskan itu energen lalu kembali ke kosan.
ada yang WA begini |
Ketika gue melewati
jalanan, rasanya ada yang beda. Ada rasa sedikit mencekam dan perasaan lain.
Ditambah lagi suara-suara shalawat dan takbir bersautan dari mushola ke
mushola, dari masjid ke masjid.
Sungguhlah ini
pengalaman langka. Gerhana matahari akan terulang berpuluh tahun lagi. Dan gue
yakin ketika itu terulang, umur gue udah ndak tua muda lagi. Barangkali
nanti mantan-mantan anak-cucu gue bisa melihat fenomena ini dengan
peralatan yang lebih memadai. Ada kacamata filter gitu-gitu, teleskop dan
sebagainya. Sehingga mereka paham, bahwa alam semesta ini ada yang menciptakan
dan kita harus sujud pada-Nya.***
Barat Jakarta, 9 Maret 2016
10.15 WIB