Pagi itu gue masih tidur nyenyak di
kamar kos. Secara, ini hari Minggu, jadi ya gue merasa ini hari di mana gue mambalas
dendam hari-hari sebelumnya, hari minim “ruang tidur.” Gue melek ketika hp gue
berteriak, yang gue pikir teriakannya ndak cuma sekali dua kali, lebih, tapi
teriakan itu malah meninabobokan gue tambah dalam. Hingga akhirnya gue sadar
bahwa hari ini ada reuni. REUNI!
Gue
baru bener-bener bangun tidur kira-kira jam 11. Gue angkat itu hp yang suaranya
semakin menyayat telinga,
“Woi,
di mana luh?!” tanya seorang laki-laki di ujung sana dengan nada marah.
“Ehm..
eh, masih di kosan,” jawab gue ndak enak.
“Anak-anak
udah kumpul. Pada nungguin lo!” mampus.
“Oh
iya.”
“Gece
luh!” tut. Mati.
Gue
cek hp gue, yang ternyata sudah ada beberapa nomor yang berbeda menelepon gue
berkali-kali, kalau gue ndak salah, ada 15 panggilan ndak terjawab. Wuah, gila,
gawat nih. Pasti anak-anak (temen-temen) pada marah sama gue.
Sesegera
mungkin gue mencuci baju yang sudah gue rendem sebelumnya, bagaimanapun ini
sangat penting. Gue takutnya pulang malem dan besok ndak ada baju buat dipake.
Nyuci sampai ngejemur memakan waktu setengah jam. Itu pun gue ndak yakin,
kotoran bekas nganu bakal
terbesihkan. Abis itu gue mandi dan pake baju sekenanya.
Panggilan
beberapa kali membuat hp gue berteriak lagi. Untuk kesekian kalinya, gue
alihkan itu mode hp ke “diam”. Selesai mandi, jam 12 siang, gue cek hp lagi:
ada 8 panggilan ndak terjawab. Rasanya gue kayak diteror ketika itu. Ditambah
di facebook anak-anak pada nanyain: lu dimana? Lu dmn? U dm?
Setelah
siap dengan kaus putih-hitam, celana levis
pendek dan sandal jepit hitam, gue keluar ke tempat janjian di mana ada
teman gue yang njemput. Lama gue nunggu di situ, dan ternyata orang yang
njemput udah balik lagi ke tempat kumpul.
“Lu
dimana? Ini yang jemput lo udah balik lagi?!” bentak seseorang ketika gue
menerima panggilan, “Mending sekarang lo naik angkot deh ke sini!”
“Ya.”
Perasaan
gue udah ndak enak, harap-harap cemas antara digebukin atau ditolol-tololin
nanti pas sampai di sana. Rasanya gue pengin melanjutkan tidur gue lagi. Tapi,
demi bertemu dengan teman-teman SMP, gue ndak lakukan itu. Apa pun resikonya,
akan gue lewati dengan… spik gila.
Turun
dari angkot yang selama perjalanan ngebut, gue langsung jalan kaki. Karena
lapar gue beli gorengan dan makan sambil jalan di keramaian orang. Akhirnya gue
sampai di tempat kumpul. Gue salaman sama mereka satu-persatu, dan wajah mereka
gue liat ndak enak banget. Cemberut, seperti menyimpan dendam di setiap mata
yang gue liat.
“Udah
dapet alamat Bu Endah belum?!” tanya Ema, temen cewek. Bu Endah adalah wali
kelas kami. Rencananya kami akan ke rumah beliau.
this Ema |
“Eh,
belum," jawab gue.
“YAAAAHHHH.”
Kompak semua bersuara begitu.
Deg. Gue marasa bersalah banget di situ.
“Udah
lah pulang, pulang!” rengek temen yang lain.
Setelah
berdiskusi sebentar, gue menemukan jalan keluar.
“Jadi
gini aja. Hari ini kita nggak usah ke rumah Bu Endah. Hari ini kita gunakan
untuk reuni kita aja. Dan bingkisan buat Bu Endah dikasihnya besok aja. Nah,
sekarang ada pilihan nih, kita mau kemana. Ke Muara Baru, Waduk, Sevel atau
apa?” tanya gue ke temen-temen, yang semuanya pasti kecewa.
Akhirnya
kami putuskan untuk ke Pluit Village, di sana kami makan-makan di KFC. Dan
sialnya, gue lupa ndak bawa dompet. Ketika ditanya mau apa, gue lama menjawab.
Bukan apa-apa, gue ndak megang duit sekarang.
“Sebenernya
sih gue udah kenyang...,” kata gue lirih, mencoba membuang ingatan tentang
makan gorengan sambil jalan tadi.
Akhirnya
gue pesen minum aja. Dan ndak tau dibeliin atau gimana, gue ndak tau. Satu gelas
pepsi sudah ada di meja gue.
“Nanti
kalau kita udah kerja, reuniannya di gedung-gedung!” kata gue ke kedua temen:
Riki dan PW.
“Yoi
dong, harus!” jawab PW.
Sambil
menunggu pesanan yang lain datang, kami bercengkarama. Dan gue, Riki, PW ngobrolin
tentang persiapan reunian ini. Gue jadi inget bagaimana pertama kali gue ketemu
sama Ema, PW, Riki dan Mutiara di SMP untuk mempersiapkan ini semua beberapa
hari yang lalu.
beberapa hari yang lalu..
Nah,
pas persiapan itu, gue yang paling banyak memberikan masukan. Hingga akhirnya
gue marasa menjadi tokoh sentral di reunian ini, ya jadi kalau gue ndak dateng
sekarang, mereka pasti pada neror gue.
Huh.
“Ini
semua sumber masalahnya karena lu, Sokhi!”
Jleb!
Begitu kata temen gue. Tapi ya memang gue akui, dalam hati gue ngomong,
“Iya,
ini sumber masalahnya gue. Kalaupun ini bakal berjalan lancar, kalian juga ndak
akan berkata, ‘kelancaran ini semua karena lu Sokhi!’
Reunion
yang kurang hasyem!
Tapi
gue tetap senang bisa melihat wajah-wajah mereka yang lama ndak terlihat itu
^_^