Ketika malam itu gue baru aja habis
mengkhatamkan novel Cantik Itu Luka, entah secara kebetulan atau ada kaitannya,
besoknya si penulis masuk nominasi penghargaan internasional: longlist the man booker prize bersama
bukunya Lelaki Harimau, ia bersanding dengan penulis sekaliber Orhan Pamuk
(pemenang nobel sastra). Dan gue yakin, penulis yang bisa masuk ke nomine ini
adalah penulis-penulis hebat. Faktanya, Eka Kurniawan penulis Indonesia yang
partama kali bisa mendapat nomine ini. Btw,
sengaja gue kasih judul tulisan ini bukan resensi, karena pasti banyak resensi
novel ini di luar sana.
Iya,
malam itu gue baru aja melumat habis
novel Cantik Itu Luka. Lumayan lama gue baca buku ini, mungkin bisa
sebulan lebih. Gue ndak mau beralasan kenapa bisa selama itu, tapi yang harus
kamu ketahui tentang buku ini, halamannya ada banyak, tebel, tulisannya
kecil-kecil dan dempet-dempet begitu.
Tapi,
itu semua ndak menganggu gue selaku pembaca. Itu karena memang gaya kepenulisan
Eka Kurniawan ndak perlu diragukan lagi. Setiap tutur ia di buku ini, sunggulah
berisi, ada nasnya, dan ndak bertele-tele. Jos banget dah.
Gue
baca buku ini kadang sampai larut malam, dan kadang hanya dua menit saja. Faktor
ngantuk adalah yang utama. Bukan karena bukunya yang bikin ngantuk, emang
guenya aja yang kecapean hari itu. Buku ini sungguh membuat gue takjub, ada
banyak pelajaran yang kita dapat dari buku ini. Tegangnya dapet, ngerinya
dapet, si anu berdiri juga dapet. Memang ada beberapa adegan nganu di buku ini,
tapi gue bisa menilai bahwa si penulis ndak bermaksud untuk fokus pada nganu
itu. Nganu hanya pelengkap cerita menurut gue, ya kan tokoh utamanya aja
seorang pelacur.
Ketika
dalam perjalanan membaca buku ini, terkadang gue jatuh cinta pada tokohnya. Gue
jatuh cinta pada Dewi Ayu, Maya Dewi, Adinda, Alamanda, Nurul Aini, Renganis,
dan entah kenapa ndak sama si Cantik. Terkadang pula gue pasang PM atau status
dengan nama-nama di atas. Dan beberapa orang akan bertanya, “Alamanda siapa?”
“Dewi Ayu pacar baru lu yah? Yang itu
mau dikemanain?”
“Oh.. sekarang sama Adinda…”
Mereka kira yang gue pasang namanya
itu adalah orang beneran, padahal itu
hanya tokoh fiksi. Sama saja lu masang nama Naruto, ya gitulah. Dan untuk
menjawab pertanyaan di atas gue akan menjawab, “Dia seorang pelacur. Adinda
anak seorang pelacur.” Dan mereka diam beberapa saat, dan akan sadar, “Oh..
buku ya?”
“Iya, buku, baca deh, seru.”
Akhirnya gue bisa mempromosikan budaya
baca. Ngohaha..
Kalian semua pasti sudah tahu, bahwa
novel ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Malaysia, Jepang dan akan diterbitkan
dalam bahasa Iggris. Kalau belum tau, ya harus tau lah. #apasih
Pas
gue baca buku ini, dalam hati gue penasaran sama buku-buku Eka yang lain:
Lelaki Harimau, Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas, dan semua buku Eka.
Gue sudah terlanjur jatuh cinta sama tulisannya. Tapi masalahnya, gue ndak bisa
secepat itu membeli bukunya, perlu uang, dan uang ndak bisa gue dapatkan begitu
saja.
*
Gue bisa belajar dari tokoh-tokoh yang
Eka ciptakan. Gue belajar untuk mejadi manusia tegar seperti Dewi Ayu, cerdas
seperti Kamared Kliwon, dan banyak lagi tokoh yang menginspirasi. Selain itu,
gue juga bisa belajar sejarah lewat buku ini. Gue bisa tahu tentang peristiwa
G30SPKI lebih detil dan diceritakan dengan enak. Gue bisa tahu masa-masa di
penjajahan Jepang sampai agresi Belanda mencekamnya seperti apa, dan banyak
lagi.
Memanglah
benar, jika ada orang berkata bahwa belajar ndak harus dari buku pelajaran. Ilmu
bisa didapat dari buku-buku novel dan semacamnya.
Dan
berikut adalah kutipan dari novel Cantik Itu Luka yang gue suka banget:
“Aku menyukai laki-laki,” kata Alamanda suatu ketika, “tapi aku lebih suka melihat mereka menangis karena cinta.”
“Patah hati karena kekasih yang cantik? Ha. Ha. Ha. Kuberi kau saran, Nak, carilah kekasih yang buruk rupa. Mereka cenderung tak akan membuatmu terluka.”
“Apakah aku harus jadi anjing agar kau mau menemaniku?” tanya Krisan suatu ketika, di puncak kejengkelannya.“Tak perlu,” kata Ai, “jadilah lelaki sejati, maka aku menyukaimu.”Kalimatnya penuh taka-teki dan sulit dicerna secara langsung, maka Krisan mengeluh pada Rengganis Si Cantik.“Aku ingin menjadi anjing,” katanya.“Itu bagus,” kata Rengganis Si Cantik, “aku sering membayangkan anjing tanpa ekor.”Rengganis Si Cantik tak mungkin diajak serius.
“Seseorang mesti menodongkan senjata ke dahimu,” kata Adinda sebelum ia pulang. “Agar kau mau memikirkan dirimu sendiri.”
“Aku curiga kemaluanmu begitu panjangnya sehingga kau bahkan memerkosa lubang anusmu sendiri.”
“Kawin dengan orang yang tak pernah dicintai jauh lebih buruk dari hidup sebagai pelacur.”
Dunia tengah berubah, kata Kamared Salim. Jerman dan Jepang memiliki kekuatan yang sepadan dengan negara maju mana pun, dan mereka tengah menuntut bagian mereka sendiri.selama ratusan tahun, lebih dari separuh permukaan bumi dikuasai oleh negara-negara Eropa, menjadikannya koloni, mengisap apa pun yang mereka temukan untuk dbawa pulang dan menjadikan mereka kaya raya. Tapi tidak Jerman dan Jepang. Mereka tak kebagian, dan sekarang mereka menuntut bagian. Itulah awal mula semua perang ini, perang di antara negara-negara serakah.
Salah satu kenapa gue bisa baca buku ini adalah ‘rong-rongan’ dari
penulis Bernard Batubara. Dia sering banget nulis tentang buku bagus. Mulai dari
penulis dalam negeri tapi sering penulis luar negeri. Dan ketika dia bahas
tentang buku ini, Cantik Itu Luka, seketika gue tartarik dan dalam hati
berkata, “Gue harus baca buku itu! bagaimanapun.”
Nah, bagi kamu
yang belum pernah baca bukunya Eka, segeralah membaca! Dijamin ndak akan
menyesal membaca karya yang luar biasa.***