Mati Surinya Sekolah Kami

Hari itu, Rabu 06 Mei, mendadak rapat OSIS. Ketua (Andray) memberikan informasi lewat BBM, sedangkan saya tidak pakai BBM. Jadi saya tahu kalau ada rapat ketika melihat anak-anak OSIS berkumpul di depan ruang kepala sekolah. 

Kira-kira hanya ada 10 orang. Sampai kami kumpul di aula, ketua memulai pembicaraan, ''Tadi saya ngobrol panjang-lebar dengan Pak Adi (pembina OSIS). Pak Adi berkata...,'' lalu dia bercerita cukup panjang setelahnya. 

Saya akan ambil inti sarinya saja. Yaitu mengenai 'kematisurian' sekolah kami (SMK N 11 Jakarta). Berdasarkan fakta di lapangan, jikalau kami akan mengadakan acara di sekolah ini, kami pasti akan mengalami kendala. 

Entah itu berupa ketidaksetujuan kepala sekolah, masalah biaya, dan blablabla yang lainnya. 

Maka dari itu, ketua OSIS mengumpulkan segelintir anggotanya untuk berunding dan memberikan saran berupa evaluasi dan cara agar sekolah tidak mati suri sebab hambar tidak ada acara. 

Selain itu, kegiatan ajar-mengajar di sekolah pun tidak jelas juntrungannya. Kurikulum apa yang dipakai pun tak jelas. Sering ketinggalan hari pengambilan rapot, hari UTS-nya, UKK-nya, dan sampai PKL pun sekolah kami berbeda bulan pelaksanaannya. 

Ketika sekolah lain selesai PKL, barulah sekolah kami PKL, ketika sekolah lain UTS di rungan yang ekslusif, sekolah kami UTS langsung di kelas masing-masing. Harinya? Tergantung guru yang mengajar. Kecuali UKK, ruangan kami eklusif.

Apa sebab ini terjadi? 

Saya menjadi orang pertama yang ditunjuk untuk memberikan saran. Yang saya katakan, begini. 

Ada gesekan antara guru dan OSIS itu sendiri. Terlihat karena jikalau kita mengadakan acara, ada saja masalahnya. Mereka (guru) terlalu pesemis terhadap kita. Begitu pun teman-teman kita yang OSIS pasif. Mereka mencibir: OSIS hanya rapat doang, mana gertakannya. 

Karena itu, saya mengusulkan agar OSIS membenahi diri terlebih dulu. Anggota sedikit tak apa, dari pada banyak tapi tak ada gunannya. 

Kurang lebih seperti itu. 

Selanjutkan pendapat dari Siska Siti Jubaedah, kelas X-Ap2. Wakil ketua OSIS ini berpendapat bahwa pembina OSIS itu sendiri tidak aktif dalam membina. Mereka tidak sinkron dalam hal keputusan. Yang satu A dan yang lain B. Tidak jelas. 

Selanjutnya Siska menyatakan bahwa untuk masalah acara, lebih baiknya kita benahi terlebih dahulu lini ekskul yang ada. Bangkitkan lagi ekskul yang 'sebenarnya' ada. 

Siska sendiri sudah berdialog dengan anggota OSIS seangkatannya jika kita akan lebih kompak lagi, solid lagi dari angkatan di atasnya (kelas XI). 

Berikutnya pendapat dari Evelyn (kelas X Akuntansi). 

Dia menyatakan keluh kesahnya yang dirasakan pula oleh teman-teman anggota OSIS seangkatannya. 

Yaitu mengenai waktu rapat yang tidak efesien. Dia berbicara mengenai rapat yang perlu diperhatikan agar menelurkan sesuatu yang bernas. 

Mendengar ini, saya juga ingin berpendapat.

Sebenarnya, yang dinamakan rapat itu harus melalui prosedur terlebih dahulu. Seperti adanya agenda, notulen, dan sebagainya. Itu semua saya pelajari di kelas. 

Namun, anggota OSIS banyak yang tidak tahu apa itu rapat sebenarnya. Yang mereka tahu adalah kumpul-kumpul, mendengar, cuap-cuap tak jelas, dan pulang diomelin orangtua karena dicariin, dikirain ilang diculik orang. Parah :3

Sebenarnya rapat yang benar-benar rapat tidak seperti itu. Ada step by step-nya, mungkin nantinya saya bisa sosialisasikan kepada anggota yang lain, begitu.

Menyoal acara yang mati suri, ada poin-poin yang Evelyn jabarkan. Seperti ini:

1. Sekolah itu terlalu idealis. Yah, benar, dilihat dari kesiswaan, beliau terlalu idealis dalam segala hal. Mungkin beliau lupa, bahwa tidak ada yang benar-benar sempurna. Ditambah lagi anak didiknya yang masih butuh pembinaan ini dilos begitu saja. Miris memang. 

2. Selalu pakai teori. Entah apa maksud Evelyn yang ini :3

3. Kumpul konsepnya apa.
Nah, ini menyoal rapat. Dia belum mengerti soal rapat sehingga menanyakan apa konsep yang akan dibicarakan ketika sedang rapat.

4. Sekolah ini langsung ke tinggi.
Maksudnya adalah, jikalau ada sesuatu yang berbau lomba dan acara. Sekolah langsung mengirim anak didiknya ke tingkat yang tinggi sekaligus dengan dalih mengharumkan nama sekolah. 

Namun ini terlalu. Sebab, lomba dan acara yang kecil-kecil saja tidak diperbolehkan, atau lebih tepatnya dipersulit untuk mengikuti dan membuatnya. 

****

Melihat sekolah dengan keadaan seperti ini, apa daya seorang Afsokhi ikut ambil andil. Saya sudah berusaha dengan semampu yang saya bisa. Berbentuknya apa? Ya apa saja sih sebenarnya, kamu nggak harus tahu lah...

Saya sadar ini memalukan. Biarkan kejadian ini hanya terjadi pada angkatan tahun ini saja. Dan semoga menjadi pelajaran bagi angkatan berikutnya. Fight! 

Afsokhi Abdullah
Pinangsia, 07 Mei 2015
Comments
0 Comments

Posting Komentar