Foto: Facebook
Besoknya,
Minggu, 26 April, acara inti
diselenggarakan. Bertempat di resto De Nany kami dikumpulkan. Ketika saya
sampai di sana, sudah ramai ternyata. Dan mungkin ketinggalan pembukaannya.
Tahu-tahu sudah pemotongan tumpeng, dan dibagikan kepada peserta perwakilan
perempuan dan laki-laki. Dan yang laki-laki ternyata Mas Rey, yah, dia sempat
kaget juga. Ternyata Pak Edi menyebutnya dengan nama asli, bukan nama pena.
Hem…, pantes….
Begitulah
penulis, punya nama pena! Keren!
Di
acara ini, saya ikuti dengan seksama, walau mata nggak bisa diajak kompromi.
Ketika sesi pertama, mata agak bisa melek dengan sempurna, juga pada sesi Om
Joni, tapi, pada sesi Om Raudal, sungguh, mata nggak bisa diajak kompromi.
Lelah, tapi saya tidak tidur, hanya saja menutup mata dengan berusaha melek.
Gimana yah?
Nah.
Acara inti ini sungguh meriah! Amat meriah! Dan banyak mendapatkan ilmu baru!
Saya
bingung, Pak Edi, selaku CEO Diva Press dan rector Kampus Fiksi mengatakan
bahwa, tidak ada untungnya beliau mengadakan acara ini. Yang ada rugi banyak.
Ya jelas, soalnya, belum untuk konsumsi? Penjemputan? Buku berdus-dus? Dan
masih banyak lagi yang lainnya. Nikmat mana lagi yang kau dustakan?
Tapi,
Pak, kalau boleh saya berpendapat. Bapak tidak rugi sama sekali. Jika semua ini
Bapak adakan dengan ikhlas, jelas akan menjadi amal jariyah untuk Bapak.
Menjadi cahaya di alam kubur kelak, semua pasti akan mendo’akan Bapak yang baik
dan rendah hati ini.
Ngomong-ngomong
tentang Pak Edi, sebenarnya saya ngefans sama beliau. Saya sering membaca
tulisannya di blog, status fb, twitter, dan bukunya. Pikiran beliau ini yang
sangat hebat, seperti tidak ada keringnya, terus bercucuran.
Ketika
saya melihat pertama kali Pak Edi di resto De Nany, saya langsung tidak
percaya. “Oh ya, ini Pak Edi? Yang saya idolakan? Oh ya? Oh ya? Yayayaya…!”
***
Acara
selesai pada senja hari. Diakhiri dengan kata-kata dari Pak Edi yang
menggetarkan hati. Saya lihat, Pak Edi agak sedikit menahan tangis, tapi entah
benar atau tidak yah, itu yang saya lihat.
Nah,
setelah selesai berselfie ria, akhirnya kami peserta acara ini mendapatkan satu
dus yang berisi buku-buku. Wuah, keren bukan?
Selepas
maghrib baru saya dan teman-teman dijemput. Lalu sampai di gedung Kampus Fiksi
dengan lelahnya. Tak lupa kami makan malam, kemudian bermain-main dan
mengobrol-obrol dengan teman-teman.
Sebenarnya
nih, ya, bisa dibilang di sini tidak ada yang saya kenal. Hahah…, ya, hanya
modal nekat saja. Mas Rey aja sempat kaget mendengar pernyataan saya itu.
Begitu juga dengan yang lain. Tapi, di sini saya berasa mendapatkan teman baru
yang sangat terbuka dengan saya, membuat saya menjadi dihargai menjadi manusia,
heheh…
Tak
lama kemudian, jam 8 malam, ada kunjungan Pak Edi yang mengagetkan para
peserta. Pak Edi datang dengan wibawanya, duduk di antara kami dan lalu menjadi
poros dari kerumungan yang kami buat. Pak Edi mulai berbicara, sedangkan saya
sudah amat mengantuk, sempat juga ikut mendengar apa yang Pak Edi bicarakan,
tapi ya begitu, mata saya sudah tak bisa diajak melek, jadi, saya tidur, zZzZz…
Bersambung... ~> Balik Ming Jakarta
Bersambung... ~> Balik Ming Jakarta