Rencana sukses, menjenguk Ibu Bedawati berjalan mulus.
Tapi, semua itu ada ceritanya. Inilah hidup, setiap di balik peristiwa pasti
ada cerita. Dan untuk kali ini, cerita itu terukir bersama teman sekelas. Ya,
kelas yang berisi kepala-kepala yang lahir dari ibu yang berbeda-beda, watak
yang berbeda dan pola pikir yang jelas-jelas tidak sama.
Ada
yang suka kebebasan mutlak, ada yang suka mengatur tapi tidak mau diatur. Ahk,
pokoknya macam-macamlah watak teman sekelas itu. Mereka menggemaskan!
***
Begini ceritanya,
Pagi itu tepat pada Hari Pendidikan Nasional,
02 Mei 2015, kami, anak SMK N
11 Jakarta kelas XI Jurusan Adm. Perkantoran bertolak ke Depok.
Walau tidak semua ikut, tapi pagi itu kami berjalan bisa
memenuhi jalanan umum. Pada itu juga, saya tidak membawa uang lebih, sedangkan
sekarang pembelian tiket kereta commuterline dihitung dengan per-Km dan jaminan
tiket itu sendiri naik harga.
Namun, jangan khawatir, ada teman yang membantu.
Saya meminjam uang ke Ucup (panggilan akrab Ahmadi
Yusup), dan tanpa babibu dia meminjamkan uang kepada saya. Btw, saya tidak
membawa uang lebih karena tidak dikasih uang jajan sama Abang, tas saya juga
dipakai sama dia.
Sampainya di stasiun Kota, kami berembug di dekat loket
pembelian tiket. Uang dikumpulkan, dan memakan waktu amat panjang
untuk itu. Ada yang sok tau
masalah hargalah, sok tau turun yang lebih cepat sampailah, dan ada yang
menahan kentut.
Saya hanya berdiam di dekat tiang besar stasiun melihat
mereka. Susah memang mengatur anak-anak yang sudah besar. Belajar dari
pengalaman menjadi ketua kelas mereka tahun lalu, benar, susah, mereka itu inginnya bebas, tidak mau
diatur, dan jika diperintah akan mentah-mentah memberontak. Diatur? Tidak akan
mempan!
Lama tiket terbeli, kemudian kami masuk kereta jurusan Bogor yang melewati Bekasi Baru. Di kereta, kami
sempatkan untuk berfoto ria.
Lihat aksi kami!
Masih jam 8 pagi lewat, di dalam kereta amat dingin menembus kulit saya, ditambah lagi ac
dan kipas angin di dalam kereta ini terus bekerja. Belum sarapan, dingin, ah, calon-calon bakal masuk
angin ini, batin saya.
Wajah-wajah teman saya terlihat gembira sekali. Dan saya
bisa merasakan bagaimana semangatnya mereka untuk menjenguk wali kelasnya yang
sudah sepuh itu. Mereka penyemangat saya :’) *maksudnya?*
Saya duduk di samping Argi, saya pasang headshet dan
menyetel lagu keras-keras sambil menikmati perjalanan. Tak terasa, sampailah
kami di stasiun Depok Baru, kira-kira perjalanan memakan waktu satu jam-an.
Selepas kereta henti di stasiun Depok
Baru, kami
naik angkot. Satu angkot kami paksa untuk memenuhi bangku-bangku dan
tempat yang ada. Alhasil, kami berdempet-dempetan.
SESAK!
Rafika, teman saya yang paling tua itu tampak akan
memuntahkan
amunisi dari mulutnya, sudah mulai huek huek dia. Sedangkan yang lain asyik bertukar canda, dan saya
mendokumentasikan itu semua. Lihat…
Bayangkan, di dalam agkot yang sempit, dipaksa dimasuki banyak orang. Ditambah lagi Steven
dan Erika yang berpostur dan tubuh besar. Ihihi…, ngeri juga kalau
sampai-sampai angkot ini guling atau pecah ban.
Tapi hal itu tidak terjadi. Kami sampai di gang menuju
rumah Ibu Beda dengan selamat!
Segera kami turun satu persatu dan tak lama jalan
memasuki gang, kami disambut oleh seorang Bapak yang agak tua, sepantar Ibu
Beda, dan saya bisa menebak, pasti beliau ini suami Ibu Beda.
Kami memasuki rumah Bu Beda yang tampak mewah tapi
minimalis.
Peluh bercucuran di kening saya juga teman-teman. Bu Beda
segera menjamu kami dengan membuatkan sirup es, lezat, apalagi diminum
siang-siang begini. Sebenarnya tidak usah repot-repot, Bu, kami tidak haus,
hanya saja lapar, jadi?
***
Anak didik dan ‘orang tua di sekolah’ kini bertemu dalam suatu ruangan yang beranama rumah.
Rumah seorang Ibu tua yang sudah senja usianya. Bu Beda memang sebentar lagi
akan pensiun. Cara mengajarnya saja
sudah sulit dipahami, suaranya tak jelas didengar oleh semua khalayak kelas.
Orang ini paling banyak masuk ke kamera saya nih :3
Ini Ibu Bedawati Siagian. Semoga lekas sembuh!
Udah keak lebaran :3
Btw, Ibu Beda ini menderita penyakit kanker payudarah.
Beliau akan diterapi, dan katanya juga akan dibotaki sebagai persyaratan terapi
itu. Beliau sudah dioperasi, sudah meminum obat pencepat pengeringan bekas operasi dan
sebagainya juga.
Ya, maklum saja beliau menderita penyakit seperti itu.
Dilihat dari perjalanan pulang-pergi ke sekolah yang beliau ajar saja jauh.
Saban hari beliau akan mengejar kereta, naik angkot, melewati pasar, jalan kaki
atau dijemput anaknya di stasiun.
Anehnya, beliau tak pernah menampakan raut wajah
mengeluh. Setiap hari beliau tampak semangat dan terus semangat. Itulah yang
membuat kami bangga mempunyai guru seperti beliau: BEDAWATI
SIAGIAN
Sebantar lagi akan UKK, wali kelas sedang sakit seperti
ini. Entah bagaimana nantinya, apakah nanti wali kelas diwakili oleh guru yang
lain atau bagaimana
ya..? Entah.
***
Dzuhur telah naik ke permukaan atas.
“Mau Sholat? Mau di mana? Tetangga? Di sini? Apa di
masjid?” tawar Bu Beda yang non muslim.
“Kalau di masjid jauh tidak, Bu?” tanya balik saya.
“Dekat kok,” jawab beliau, lalu menjelaskan rute ke arah
masjid yang memang tidak jauh dari rumah Bu Beda.
Toleransi yang dimiliki Bu Beda tampak. Beliau menghargai
kami yang muslim (kecuali Steven dan Vina). Bahkan beliau menawarkan kepada kami
untuk sholat di rumahnya atau rumah tetangganya yang muslim.
Tapi tetap saja tidak enak, lebih baik kami ke masjid.
***
Menjenguk Ibu Beda dipenuhi dengan cerita. Terlihat kini
kelas XI-AP1 mulai sangat solid. Teman-temanku kini sudah tampak mulai peka
terhadap apa-apa di sekitarnya, lebih tepatnya adalah teman sekelasnya.
Dengan itu, kekeluargaan makin erat lahir di kelas.
Sebab, dengan seringnya kami bersama, rasa bosan itu hinggap. Dan ini menurut
saya adalah momen untuk mengenang dan melepaskan
kebosanan dalam kelas yang terdiri dari meja dan bangku.
Mengenang makan bersama, panas-panasan bersama, kenyang
bersama, haus bersama, desak-desakan bersama, dan banyak hal bersama lainnya
pada hari itu: 02 MEI 2015.
Jam 14.00 kami pamit pulang. Kini angkot yang kami naiki
agak besar dari sebelumnya. Jadi, akan sedikit ulah desak-desakan di sini, setidaknya
tidak seperti berangkat tadi.
Kita berselfie ^,^~
Namun sialnya, kenapa saya duduk di sampingnya? Yeah, dia
yang sedang marah dengan saya. Saya kikuk, dan menjaga agar tubuh ini tidak
menyenggolnya kerena perjalanan angkot. Saya kaku.
Tapi tak lama kemudian, kami turun, melewati mal dan
menuju stasiun yang agak jauh. Sampai di sana, kami kembali mengisi tiket.
Lama, lalu kami naik kereta yang penuh.
Kasihan saya melihat teman perempuan saya yang duduk di bawah lantai kereta. Lihat, seperti ini…
Perjalanan pulang digelayuti rasa lelah. Jadi, selama di
dalam kereta tidak ada canda yang lahir, yang ada hanyalah rasa ingin
menyalurkan lelah di rebah kasur.
Sampai di stasiun Kota agak sore. Kami berpisah di depan
pintu masuk stasiun Kota yang besar, saling berpamitan dan saling memberikan
kata, “Hati-hati di jalan.”
***
Sekian. Begitulah cerita saya dengan teman sekelas saya.
Solid bukan? Semoga saja teman sekelasmu lebih solid yah….? Teman sekelas
adalah mereka yang menemani kita dalam banyak hal mengenai sekolah,
komunitas kecil yang unik.
Mereka memberikan saran, mereka bisa menjadi sahabat, penyemangat hidup atau
bahkan pacar? Dan tidak bisa dipungkiri juga, teman sekelasmu bisa jadi teman
hidupmu. Kelak.
Afsokhi Abdulloh
Minggu, 03 April 2015
Tambahan:
Reza Ricky dan Fadly.
Udah kayak mau tawuran :y
Ihsan :3
Anak politik.
Stevenly. Besar, bukan?
Makan...!
Wudhu
Cie KALIAN...
KAYAK DI DEPOK!
Berikutnya adalah scren cepture video di dalam angkot:
Bahagia banget dia.
SELESAI~