“KERETA
GAJAH WONG, TUJUAN AKHIR LAMPUYANGAN YOGYAKARTA, SEGERA DIBERANGKATKAN!”
Suara
itu menggema, memantul ke segala arah dan masuk ke telinga saya.
“Kereta
itu?! Akan berangkat?! Arght!” gerutu saya.
Saya
baru sampai di stasiun Pasar Senen, Jakarta pada jam 06:40 dan di tiket yang
saya beli, kereta akan berangkat jam 06:45.
Mendengat
suara itu, saya segera lari menuju pintu masuk yang membingunkan (sebelumnya
saya belum pernah ke sini). Ketika sudah mengantre agak panjang dan sampai di
meja pemeriksaan, bapak petugas berkata, “Pintu masuknya sebelah sana, Mas,”
katanya sembari menunjuk pintu yang agak jauh. Spontan saya lari, tas yang saya
bawa anjluk-anjlukan, napas saya tersengal-sengal, beruntung, pintu masuk itu
tidak terlalu ramai. Dan di sini yang kedua kalinya saya berpamitan kepada seorang yang mengatar saya. Dia repot-repot, susah-susah, mengantar saya ke stasiun Senen. Terima kasih yah, jadi tambah sayang... *ini kok curcol woy!*
Cepat
saya masuk, dan menuju kereta Gajah Wong yang siap diberangkatkan. Bersama
seorang ibu-ibu dan anaknya yang masih kecil (yang kebetulan bertemu dalam
keadaan seperti ini), kami menaiki dan turun anak tangga bersama, dan sampailah
di rangakian kereta Gajah Wong, jika telat sepersekian detik saja, saya akan
ditinggal.
“Permisi
yah…,” kata saya ketika sampai di bangku 11c gerbong 2. Ada ibu-ibu dan mas-mas
dengan istrinya yang manatap saya dengan tatapan kosong, tak lama kemudian
mereka tersenyum, dan mempersilakan saya untuk bergabung.
Tas
saya taruh di atas, di tempat yang sudah disediakan, sudah penuh juga. Selepas
itu, saya duduk dan menghela napas panjang.
“Kirain
tadi nggak ada orang,” kata ibu-ibu di samping saya. Saya tersenyum dan
membalas, “Iyah, Bu, hampir tadi telat.” Saya lap keringat yang menyumbul di
kening dan mulai menenangkan napas yang tak beraturan. Kereta pun berangkat.
***
Perjuangan
banget emang buat ke Yogyakarta ikut acara Kampus Fiksi Emas. Selain kejadian
di atas, untuk membeli tiket kereta pun saya harus meminjam uang teman dahulu,
dan akan dilunasi ketika Abang mengirimi saya uang bulan depan, heheh…
Di
dalam kereta saya terus termenung ditemani sebuah buku tebal karya Herman
Praktikno: Hamba Sebut Paduka Ramadewa. Sambil membayangkan apa yang akan
terjadi di Yogyakarta nanti.
Setengah
jam kemudian, pemandangan di jendela kerta yang tadinya gedung-gedung dan rumah
yang tak beraturan, kini berganti pesawahan, pohon, dan para petani yang sedang
sibuk dengan pekerjaannya.
***
Selama
perjalanan kereta, saya habiskan untuk tidur dan sesekali ke resotarsi untuk
makan. Dan tak berasa sudah sampai di Yogyakarta. Deg, saya tidak menyangka,
sudah sampai? Yogya? Aw, semoga ini bukan mimpi! Jam di hape saya menunjukan
15.05.
Setelah
turun dari kereta Gajah Wong, saya duduk di tepian ruang tunggu yang sudah
penuh, tepatnya di gundukan. Menunggu jemputan. Tak ada yang saya pikirkan saat
ini, orang-orang hilir mudik di depan muka. Dan entah ekspresi apa yang tampil
di wajah saya saat ini, mungkin kalau ada yang melihat saya, pasti akan
terlihat seperti bocah hilang yang habis diculik dan kabur karena disuruh
ngamen, hiks.
Lama
saya menunggu, hape pun hampa, saya mencoba menyibukan diri dengan mondar-mandir
di stasiun sambil mengecek hape berkali-kali. Karena itu, saya menelepon Kak
Vie. Pulsa saya tinggal dua ribu.
“Nanti,
tunggu aja, dihubungi kok,” kata Kak Vie di ujung sana.
Saya
pun kembali duduk, termenung, menatap hape dengan tatapan kosong, “Apakah saya
akan terdampar di sini, selamanya…?” batin saya, lebay :3
***
Lama
kemudian, sms masuk ke hape saya, oh, yeah, ini jemputan! Mas Kiki namanya, dan
dia menyuruh saya untuk ke perempatan Malioboro, dan memberikan ciri-ciri diri
saya kepadanya.
“Saya
pakai baju abu-abu, jacket hitam, celana panjang dan tas hitam, orangnya
ganteng.” Begitu diskripsi yang saya
berikan kepada Mas Kiki.
Segera
saya berjalan menuju perempatan Malioboro. Tak usah tanya kenapa saya tahu
perempetan itu, sebab saya bertanya, oke? *iyain ajalah*
Saya
sudah sampai di perempatan, dan ketika saya ingin beranjak menyebrang rel
kereta, suara tin nong ting nong berbunyi, padahal saya sudah berapa langkah ke
depan. Pintu otomatis tertutup, saya panik, “Apa hidup saya akan berakhir di
sini?” batin saya melas.
Tapi
tidak, saya berjalan mundur, (Nggak penting yah?).
Nah,
selepas kereta lewat, saya berjalan ke lampu merah perempatan. Saya berjalan
pelan, pelan sekali.
“Kamu
peserta Ka-Ef?!” tiba-tiba seorang Mas-mas menyambangi saya, dengan memakai
kaus, celana pendek dan sandal; saya bisa menebak pasti ini Mas Kiki! Sedikit
ada curiga juga: kalau ini bukan Mas Kiki…, dia pasti penculik! Tolongg…!
Ah
tidak, benar, ini Mas Kiki. Dia menyuruh saya berjalan di belakangnya, cepat
dia berjalan, dan sampailah di parkiran di tepi jalan. Mobil hitam pribadi yang
sering saya lihat di jalan tapi nggak tahu mereknya apa, saya buka pintunya,
dan…, ada tiga orang cowok, setelah saya berkenalan, ternyata mereka bernama:
Mas Heru dari Cirebon, Mas Reza dari Jakarta (yang saya curigai sebegai admin
twitter Kampus Fiksi), dan Mas Kiki itu sendiri.
Di
dalam mobil, beberapa pertanyaan dilontarkan Mas Kiki, seperti nama.
“Siapa
tadi namanya?” tanya Mas Kiki.
“Afsokhi.
Sokhi ajah, Mas.”
“Sopi?”
“Sokhi!
S-O-K-H-I. Soo kkhhii….”
“Sogi?
Sohi?”
“Sokhi,
Mas…,” jawab saya agak kesal. Entah kenapa orang yang baru kenal sama saya,
pasti kesusahan dalam menyebut nama itu. Ya biarlah, nanti juga bakal biasa.
Ini di dalam mobil. Tapi bukan ketika menjemput saya, tapi ketika berangkat dari gedung KF ke Resto De Nany.
Mobil
dilaju Mas Kiki menyisir jalanan Yogyakarta, terpampang plang-plang berkejaran
di luar sana. Borobudur, Malioboro, Yogyakarta Kembali, Tugu, Titik Nol, dan
masih banyak lagi.
Saya
duduk di dekat jendela, saya rapatkan wajah saya ke jendela, dan mengagumi apa-apa
yang terlintas di luar sana.
INI
YOGYAKARTA….!
***
Setelah
menjemput satu peserta, namanya Fahri, di terminal, akhirnya kami menuju gedung
Kampus Fiksi, hari sudah senja.
Tapi,
Mas Heru yang di samping saya menggeliat ingin buang air kencing. Lalu Mas Kiki
pun mengebutkan mobilnya, lama, kami sampai di POM bensin. Sebetulnya saya juga
kebelet sih.
Segera
saya berlari, dan sampai di toilet, ngantre, beberapa menit kemudian, baru
giliran saya melepaskan kenikmatan yang luar biasa, seperti terlahir kembali
kalau kata Mas Reza.
***
Selepas
semua itu terlepas, kami menuju gedung Kampus Fiksi, melewati jalan raya yang
agak ramai, dan pedesaan yang asri. Gedung KF itu sendiri berada di sekitaran
pesewahan, pokoknya, perkampungan, deh. Keren!
Kira-kira
jam 18.30, kami sampai di depan gedung KF. Turun dari mobil dan menaiki tangga.
Saya, Mas Reza, Mas Heru, dan Mas Fahri masuk. Dan lalu disambut peserta yang
lain. Kami menyalami satu-persatu sambil mengucapkan nama masing-masing.
“Yang
baru datang…, silakan makan, makan…,” perintah Kak Vie. Dan malu-malu saya
mengambil makanan itu yang ternyata berisi ayam goreng dan nasi.
Satu
kendala, yaitu ketika ingin mengambil air. Segelas air sudah di tangan, dan
sampainya di dispenser, “Ini gimana caranya…?” saya pencet-pencet bagian
dispenser, tapi tidak keluar juga isinya. Setelah agak lama, dan merasa malu
juga kerena dispenser berada tepat di balakang ruang utama, akhirnya keluar
juga airnya, ternyata tinggal pencet bagian depan itu, ya itu…
***
Tak
lupa kami sholat.
Dan
setelah itu, kamar dibagi, sudah ada beberapa tertata di kamar yang saya
masuki. Saya tergeletak di kamar bersama Mas Fahri yang agak jauh di sana. Dan
di ruangan tengah, sedang ada permainan poker berlangsung.
Saya
buka notebook saya, ya, saya sudah tahu, pasti bakal begini. Saya bakal
sendirian.
Tapi,
“Sokhi! Fahri! Sini, main poker, bisa, kan?!” kata Mas Sayfulan penulis Imaji
Dua Sisi yang spektakuler itu.
Saya
tercekak, “Hah?! Iyah?!” jawab saya, dan lalu mematikan notebook. Melenggang ke
ruang tengah bersama Mas Fahri, masuk ke dalam lingkaran, lalu Kak Sayfulan
menjelaskan permainannya kepada saya.
“Oh..,
cuma begitu…,” batin saya.
Dan,
dua permainan berlangsung, saya bisa memenangkan keduanya sekaligus. Hahah…,
lagi hoki 0.09
Setelah
selesai bermain poker dan juga sekaligus mempererat saya kepada teman-teman
yang sudah datang, saya dengar akan ada acara ke Malioboro.