Ini kesekian kalinya dalam sejarah saya sekolah, telinga dijewer guru. Memang tidak terlalu sakit, namun rasanya menendang sesuatu di dada saya, nyesek.
Pagi itu, Rabu 27 Mei 2015 saya sedang belajar pelajaran Kewirausahaan di meja tempat saya UKK yang, berada di paling depan dekat pintu. Tiba-tiba guru kesiswaan datang menjelang bel masuk.
Beliau memang terkenal pengatur. Lagaknya yang sering terlihat pemarah, kadang tidak membuat yang diaturnya nurut, melainkan kami geram dan tak acuh padanya. Membiarkan beliau dalam amarahnya, dan kami mengumpat saja.
''Yang biasa di kelasnya piket hari Rabu. Ayo piket-piket!'' Perintah beliau.
Walau seorang perempuan, beliau bisa disetarakan dengan laki-laki dalam hal ketegasannya. Namun, tetap saja, tegasnya seorang perempuan, tidak setegas laki-laki. Terbukti, ketika beliau memerintah kami. Tidak ada di antara kami bergerak. Termasuk saya yang asyik membaca buku.
UKK di sekolah kami setiap ruangan adalah gabungan dari kelas x-xi. Tempat duduk berdasarkan absen. Jadi, di antara kami yang piket pada hari Rabu, sulit untuk ditebak, hanya mengandalkan kesadaran diri untuk bergerak piket kali ini.
Berbeda seperti di kelas biasa, ada struktur kelas dan petugas piket saban hari tertera di depan kelas.
Guru kesiswaan itu semakin murka melihat kami yang terus-terusan diam.
''Ahh..., mana ini yang nyapu. Kotor-kotor begini? Siapa yang piket hari Rabu?!''
Akhirnya ada juga yang bergerak. Seorang perempuan dari kelas x.
''Mana yang bantuin?!'' Kembali beliau memerintah. Kami tetap diam, saya juga demikian, lagi pula saya piket hari Senin. Tetap asyik membaca buku, saya tak acuh dan sambil mendengar suara keras beliau.
Sebanarnya ada rasa ingin membantu sedari awal. Namun, saya biarkan yang lain ambil andil. Sebanarnya sedari tadi saya menunggu gerakan teman-teman yang lain, namun tidak ada juga.
Sebenarnya saya berikan ruang kepada mereka di depan guru kesiswaan ini agar terlihat rajin setidaknya, atau sekedar memperbaiki image. Tapi, tetap saja tidak ada yang bergerak.
Sampai pada beliau mengambil sapu sendiri dan menyapu bagian belakang kelas sambil menggerutu, saya masih tetap diam.
''Nih lihat ya. Ibu menyapu. Biar nanti yang bantu Ibu, bakal sukses. Yang bantu Ibu akan mengikuti jejak Ibu. Akan Ibu do'akan. Yang diam saja, tidak Ibu do'akan! Nanti kalau sudah bekerja, jangan datang ke Ibu nangis-nangis karena gajinya kecil atau tidak dapat pekerjaan. Karena kalian malas!''
Gerutu beliau sambil menyapu yang tampak tidak ikhlas.
''Siapa yang baik kepada negara, maka nanti negara akan baik kepada kamu. Bla bla bla bla....''
Beliau ceramah panjang lebar.
''Jangan menjadi pintar saja, tapi malas. Ih!''
Saya mulai tersinggung.
Beliau lalu mendekati saya yang masih asyik membaca buku. Mungkin beliau tidak sadar, sedari tadi saya dengarkan ceramahnya.
Setelah dekat....
''Ini lagi! Kamu, 'eh'. Kesel Ibu!'' katanya sambil menjewer kuping saya. Lumayan sakit.
Setelah lama kemudian, beliau gaib entah ke mana. UKK berlangsung...
Setelah UKK berjalan, saya tanpa sengaja mendengar percakapan dari pengawas. Inti dari percapakan itu adalah tentang datangnya pihak SUDIN ke sekolah ini.
Aih, pantas kami disuruh berbenah, ada yang memeriksa toh...
''Ya biar mereka lihat keadaan kita yang seadaanya ini,'' kata salah seorang pengawas yang duduk dekat pintu.
***
Beliau, guru kesiswaan memang bisa dibilang dekat dengan saya secara pribadi. Sempat kami berbincang mengenai kepenulisan, buku dan semua tentang literasi. Mungkin setelah kejadian ini, kedekatan kami akan retak. Em..., biarlah...
Saya menulis ini juga tanda kekesalan sih sebenarnya. Ya semoga saja beliau diberi kesehatan, lancar rezekinya, umur panjang bermanfaat dan menjadi guru yang mengerti muridnya.***
Kebun Jeruk
Rabu, 27 Mei 2015