Ngapain ke Big Bad Wolf (BBW)?

Seorang pegiat buku, aku lupa siapa, pernah bilang begini: saya tidak setuju dengan rendahnya minat baca di Indonesia jika penyebaran buku di negera kita masih bermasalah. Akses untuk membaca buku masih susah, minim perpustakaan, minim buku murah. Kita baru bisa menilai negara kita rendah atau tidak dalam minat membaca buku ketika buku itu sendiri bisa dengan mudah didapat.

Kurang lebih begitu katanya.


Big Bad Wolf (BBW) merupakan pameran buku yang menjual buku-buku murah. Kita bisa mendapatkan buku dengan harga ‘tidak wajar’ di sini. Tapi tunggu dulu, bisa saja buku seleramu tidak ada di sini. Jadi jangan senang dulu.

Ketika aku datang ke BBW pada Jumat (30/03) aku menemukan banyak buku-anak di sana, kemudian nomor selanjutnya ditempati oleh buku-buku import berbahasa Inggris. BBW tahun ini diadakan di ICE BSD City. Walau namanya BBW Jakarta, tapi ia diadakan di Tangerang, ajaib memang. Ohya, acara ini diselenggarakan sampai tanggal 9 April.

Untuk mencapai ke tempat tersebut, dari tempatku, Mangga besar untuk sampai ke sana memerlukan banyak waktu dan ongkos. Aku belum pernah kesana sebelumnya, maka aku cari-cari informasi tentang bagaimana bisa mencapai ke tempat itu.

Maka aku naik shuttle bus dari ITC Mangga Dua, biaya perorangnya Rp. 20.000. Bus ini membawamu ke terminal BSD, kemudian transit 2 kali untuk akhirnya sampai di lobi ICE. Kamu tidak perlu membayar lagi, cukup Rp. 20.000 kamu sudah diantar hingga lobi ICE.

berasa pulang kampung

Masuk ke dalam gedung, aku menemukan orang berlalu-lalang dengan membawa plastik berisi penuh buku. Seketika darahku mengalir begitu deras, napasku satu-satu, begitu napsu. Itu semakin menjadi-jadi ketika aku masuk ke ruangan yang begitu besar, berisi banyak buku dan orang-orang. Belum sembuh dari pusing perjalanan, aku sudah dibuat pusing di tempat ini.

Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah mencari keranjang. Dan sialnya ketika aku datang, keranjang sudah habis. Sedangkan buku belanjaanku sudah tidak mungkin untuk ditenteng tangan. Maka aku menemukan keranjang di sebuah pojokan yang ada tulisan: Buku yang tidak jadi dibeli.
Aku bereskan buku-buku itu dan mengambil keranjangnya. Keranjang adalah elemen penting dalam BBW, percayalah.

buku tidak jadi dibeli

Sangat disayangkan banyak sekali buku berserakan di sana-sini, terutama di bagian ‘buku yang tidak jadi dibeli’. Entahlah apa yang mereka pikirkan ketika tidak membeli buku sebanyak itu.

Di ruangan sebesar ini, ada 1 tempat yang memusatkanku yaitu bagian: Buku Indonesia. Di sinilah buku-buku terbitan penerbit mainstream diobral abis-abisan. Ada penerbit Gagas Media, Divapress, Mizan, dan sebagainya.

Dan entah kebetulan atau bagaimana, buku yang aku beli semua dari penerbit Divapress, sebuah penerbit di Jogja yang pada masanya pernah konsesten menerbitkan kembali buku-buku sastra dari penulis-penulis senior seperti Danarto, Hamsad Rangkuti, Umar Kayam dan sebagainya. Dan selanjutnya penerbit ini membuka lini baru bernama Basabasi.


Tak terasa siang sudah datang, perutku sudah memberontak. Di sini memang disediakan foodcourt. Agak ribet memang untuk jajan di sini, kamu harus top up di kartu khusus minimal 100 ribu, dan dari kartu itu kamu bisa menukarkan saldonya dengan makanan. Jadi, tidak ada uang cash di antara kita. Hal ini juga berlaku di kasir pembayaran buku, untung aku ada E-Money dan temanku mempunyai debit Mandiri.
harus punya kartu ini buat bisa makan di foodcourt

Memang acara ini ada banyak spanduk Mandiri, mungkin ia sponsor utama acara ini dan mengimplementasikan nontunai dengan caranya. Cukup efektif sih, dan terkesan modern.

Aku sempat membagikan momen ketika di BBW ke instastory. Beberapa ada yang nanya itu dimana, nitip dong, gue mau kesana sebenernya, dan lain-lain.

Dan jika memang mereka ingin ke sini, mereka mau ngapain?

Paling mereka bakal bingung, banyak buku di sini, dan mereka mencari buku incaran mereka dan tidak ketemu. Memang di BBW ada banyak buku murah, tapi jangan salah, itu tidak memastikan bahwa di sini juga banyak buku seleramu.

Jadi, dari fakta di BBW, banyaknya orang yang mencari buku untuk dibaca, kita masih percaya bahwa minat baca kita rendah? Kalau aku sih tidak, aku lebih percaya bahwa pemerataan buku di negara kita belum baik dan perlu diperhatikan lagi.

Pada awalnya, pendiri BBW memang resah terhadap minat baca orang Melayu. Adalah Andrey Yap dan istrinya Jacqueline Ng. Dan mereka untuk pertama kalinya membuka BBW di Malaysia yang 50% pengunjungnya adalah orang Melayu. Mereka mendapat ide ini karena ketika pergi ke luar negeri, ada banyak toko buku menjual sisa yang tidak terjual. Buku sisa itu bisa juga kelebihan produksi lalu dijual dengan potongan harga supaya memikat pembeli.

Jadi, bisa dikatakan bahwa faktor kenapa orang jarang membeli buku karena buku itu mahal. Dan ketika ada buku murah, mereka akan berbondong-bondong membeli. Dari sini, masih percaya bahwa minat baca kita rendah?

Semoga ke depan pameran seperti BBW akan bermunculan, dan menarik mereka yang tadinya merasa membaca itu tidak perlu, mulai berpikir ulang bahwa membaca itu adalah sebuah keperluan sama seperti makan dan minum. Semoga saja.***

Referensi bacaan: https://gaya.tempo.co/read/769193/ini-sejarah-dan-rahasia-big-bad-wolf-menjual-buku-murah
Comments
0 Comments

Posting Komentar