Beliau kebetulan mengajar saya
di kelas, pastinya mata pelajaran Seni Budaya yang beliau ajarkan.. beliau
adalah jebolan IKJ, yups, Institut Kesenian Jakarta. Betapa banyak ilmu seni
yang beliau dapatkan? Pastinya banyak. Ndak seperti guru seni yang latar
belakangnya guru bahasa Inggris, ndak seperti guru seni yang gelarnya SE (yang
seperti ini ada di sekolah saya). Dan, Bu Suci murni guru seni yang saya berikan
predikat, guru paling berseni!
Beliau sedang mengawasi anak didiknya yang sedang menari piring |
Bu Suci jika mengajar di kelas
sangat tegas. Tatapan matanya tajam hingga bola matanya tampak ingin keluar,
tugas-tugas yang diberikan sulit-sulit, dan sayang, suaranya sangat minim,
bertolak belakang dengan makeup-nya yang sangat amat tebal, hingga saya yang
duduk paling depan di kelas, bisa melihat betapa tebalnya makeup beliau.. itu
adalah seni..
Bu Suci memberi tugas kepada
semua kelas XII untuk memantaskan karya Seni pada hari guru 25 November. Beliau
memberitahu kami bagaimana merancangnya dan seterusnya. Tak hanya itu, kelas XI
juga mendapat sentuhan dinginnya, kelas XI juga tampil pada hari guru namun
hanya beberapa saja. Yang mereka tampilkan adalah tari piring.
Jika Bu Suci sedang mengawasi
mereka-mereka yang berlatih tari piring lapangan, saya selalu melihat dari
lantai 3 gedung sekolah, (sebab di lantai ini adalah kelas saya berada). Ketika
saya lihat, Bu Suci hanya berdiam diri di pojokan sana dengan selembaran
catatan di tangan. Sedang anak muridnya menari-nari piring, hingga pada
waktunya, jatuhlah piring itu. Prang!
Ketika piring pecah, bisa saya foto dari kejauhan :3 |
Bu Suci pun pernah terkena
pecahan beling piring itu, beliau pasti sakit, perih. Dan yang beliau salahkan
bukanlah pecahan piringnya, melainkan murid yang memecahkannya. Bu Suci memang
guru yang paling berseni..
Masih dalam hal tari piring,
ketika saya perhatikan dari lantai 3, sama sekali beliau ndak pernah terlihat
mematrekan gerakan tari piring itu kepada muridnya. Jadi, muridnya menari-nari
saja, belajar pada yang sudah bisa dan seterusnya. Hingga kembali piring itu
terjatuh dan pecah. Prang!
Waktu itu saya pernah bertemu
dengan salah satu penari piring, tanpa bisa menjelaskan apa sebabnya, dia
curhat kepada saya. Ternyata dia tidak suka pada Bu Suci, karena Bu Suci ini,
itu, anu, apalah, dan seterusnya yang berbau kejelekan. Nah, sebab itu, Bu Suci
adalah guru seni yang paling berseni..
Pada 13 November, Bu Suci
menunggu hujan reda di sekolah padahal jam sudah menunjukan jam 5 sore lewat.
Semua itu demi melihat muridnya yang akan tampil di hari guru. Hingga akhirnya,
murid-muridnya ada yang kehujanan, dan banyak lagi. Memang, Bu Suci adalah guru
seni yang paling berseni..
Ndak bisa dipungkuri lagi, saya
sangat kagum dengan Bu Suci, seorang guru seni yang paling berseni itu! Bahkan,
sampai-sampai beliau ndak bisa melupakan bahwa seni itu sendiri, ketika
dibawanya, sudah bukan seni lagi, melainkan
kungkungan-keharusan-kekakuan-idealis-keegoisan yang beliau miliki.***