Awalnya saya tidak menyangka jika Ambalan kami menjadi
tergiat se-Jakarta Barat dan melangkah maju mewakili Jakarta Barat ke kancah
DKI. Yeah, ini adalah lomba yang diadakan untuk melihat apakah ambalan itu
menyelenggarakan kegiatan kepramukaan atau tidak. Semua itu dilihat dari daftar
hadir latihan, foto kegiatan, atribut, sanggar, dan masih banyak lagi aspek
yang dinilai.
Semua tidak berjalan mulus begitu saja. Ada prosesnya.
Beberapa hari sebelum penilai datang ke tempat kami, SMK N 11
Jakarta, kami sudah menyiapkan semuanya dengan kamampuan yang kami punya. Kami
merehap sanggar sedemikian rupa, mendata lagi daftar hadir, atribut, dan
segala-gala yang berkaitan dengan kepramukaan. Capek.
Sanggar kami tidak terlalu besar dan kecil, sederhana saja.
Namun isinya lengkap, ada buku, ada piala di atas lemari, kenang-kenangan,
penghargaan, dan pokoknya ruangan ini menjadi ramai dengan hiasan dinding.
Tepat di depan sanggar kami, ada sebatang pohon blimbing yang rimbun, membuat
sanggar ikutan teduh dilihat jadinya. Masih di depan sanggar, kami mempunyai
mading sendiri, di sana kami isi dengan foto-foto kegiatan dan info-info
tentang kepramukaan.
Kami pel, kami sapu, kami rawat sanggar kami bersama-sama
hingga akhirnya hari penilaian datang…
Pagi itu yang sudah lumayan panas, tim penilai datang. Sudah
kami persiapkan semuanya, dari makanan ringan berupa kue ape, kue pancong,
minuman, dan kudapan lainnya untuk menjamu tamu kami.
Kami, anggota yang duduk bersama tim penilai dan pembina-pembina
kami, memasang wajah sesenang mungkin seseri-seri mungkin untuk mencairkan
suasana yang agak canggung.
Tak lama kemudian setelah berbasa-basi dari Pak Adi yang jago
banget kalau sudah berbicara, akhirnya tim penilai memanggil kami para anggota.
“Mana daftar
hadirnya?”
“Tenda?”
“Kompas?”
“Tongkat?”
Bla bla bla
bla…
Banyak sekali
yang ditanyakan dan kami bisa menjawab itu semua dengan agak bingung mencari
barang-barang yang diinginkan penilai karena kami lupa ditaruh di mana tuh
barang-barang.
Setelah itu,
selesai, kami berfoto-bersama kemudian berpisah dengan tim penilai yang sedari
awal terlihat senang menjadi bagian kami. Saya manjadi optimis untuk menang.
***
Kami naik mobil-angkot dan Pak Adi yang gendut itu naik
motornya yang Kharisma, Honda. Kami bertolak ke Puri Indah. Di sanalah tempat
pengumuman pemenang. Tidak hanya dari tingkat SLTA saja, namun juga SMP.
Ketika rombongan kami datang di kwarcab Jakarta Barat, Puri
Indah, dan setelah melewati perjalan yang lumayan panjang, kami disambut oleh
Pak Adi yang tergopoh-gopoh menuju kami.
“Ayo cepat,
udah dimulai.” Katanya. Dan benar, sudah ramai saja ini kwarcab.
Kami mendapat
baju dan tas setelah mengisi daftar hadir. Lumayan.., batin saya.
Selepas itu,
kami berbaris di lapangan. Saya menjadi pemimpin barisan dari penegak. Yang
hadir saat itu, ada pula dari SMK N 9 Jakarta, Tambora. Nah. Tak lama kemudian,
pengumuman pemenang.
Pengumuman
dimulai dari juara 3 ke 1. Juara 3 sudah dipanggil, juara 2 sudah dan ternyata
SMK N 9 menepati juara 2. Ketika juara 1 akan diumumkan, saya deg-degan bukan
kepalang.
Saya lihat ke
arah Pak Adi yang berada di ujung barisan. Terlihat wajahnya berseri-seri
sambil memegang handphone-nya. Kemudian ia mengangguk, seperti berkata, “KITA
YANG MENANG!”
“Juara satu…,
adalah…, dari SMK… N… 11… Jakarta! HANG TUAH-MALAHAYATI!”
Kami bersorak
bergembira. Saya yang maju ke depan untuk mengambil piala bersama Kak Atika.
Aih.., gembira sekali saya ketika itu. Lama saya tidak juara satu selama ini.
Terakhir adalah lomba tari tradsional ketika SMP.
Ah.
Satu-persatu piala diberikan, dan saya berada di ujung berisan. Ketika giliran
saya, dada saya dag-dig-dug. Akhirnya piala diserahkan kepada saya, dan lalu
saya menyalimi yang memberikan piala itu dan ia mengatakan, “Selamat!”
***
Benar, tidak ada yang sia-sia ketika kita memberikan yang
terbaik, yang seluruh kemampuan kita kerahkan, yang tidak setengah-setengah,
yang berani mengambil keputusan. Dari sini saya belajar tentang sosok Pak Adi.
Ia yang memimpin kita dalam mempersiapkan segalanya. Jiwa kepemimpinannya
sungguh-sungguh tampak. Berani mengambil resiko, berani rugi, dan berani
sepenuh hati.
Setelah kami
membawa pulang piala dengan hati gembira. Kami mempersiapkan untuk mengikuti
PERTIWANA (Perkemahan WanaBakti Nasional).
Em…, sekian
yah. Salam Pramuka ^_^
Nb: Cerita ini saya alami ketika 2014 di akhir tahun.
Tambahan:
Nametag Pertiwana