Sepasang kekasih akan berpisah di sebuah bandara. Lima menit lagi si perempuan akan diterbangkan, dan kekasihnya yang sedari tadi tidak rela melepasnya pergi, tampak menaruh wajah cemas, sesenggukan, seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan.
“Kita akan
bertemu lagi, yakinlah, Sayang…,” bujuk si perempuan yang sudah siap terbang.
“Tidak.
Tetaplah di sini!” Suara kekasihnya, sedikit membentak khas laki-laki. “Aku
tidak yakin, Sayang…,” lanjutnya, kini melunak.
“Yakinlah.
Sebenarnya aku juga tidak ingin berpisah denganmu…”
Sepersekian
detik kemudian mereka berpelukan erat, sang waktu seketika terhenti. Benar-benar
terhenti. Orang-orang yang berjalan terhenti. Pesawat yang akan lepas landas
terhenti di awang-awang. Burung-burung terhenti. Sebentar lagi pesawat yang
akan ditumpangi si perempuan akan terbang juga ikut terhenti. Udara pun, terhenti.
“Tetaplah
bersamaku…,” si laki-laki benar-benar menangis di pundak kekasihnya yang
bertubuh lebih kecil darinya. Airmatanya banjir tidak karuan.
“Iya, iya,
Sayang, aku akan bersamamu, selalu.”
Sang waktu
masih terhenti. Air-air minum yang akan dituangkan ke gelas terhenti. Semuanya
terhenti, namun manusia-manusia yang tehenti itu masih bisa sadar dengan
keanehan ini.
“Kenapa kita
terhenti?”
“Ada apa ini?”
“Apa ini tanda
kiamat?”
Seluruh
penjuru dunia sudut paling kecil pun ikut terhenti. Hanya sepasang kekasih yang
sedang berpelukan di bandara itu yang leluasa memainkan waktu.
“Tetaplah di
pelukanku…,” rengek si laki-laki.
“Tidak, tidak,
Sayang, aku harus pergi…”
“Kamu sudah
yakin?”
“Iyah, Sayang,”
si perempuan mengangguk, “aku harus melanjutkan kuliahku di luar pulau Jawa
ini. Aku sudah belajar, mengikuti SMBTN, dan kini saatnya aku mengejar
cita-citaku,” paparnya usai.
“Ya, aku tahu
itu.”
“Jadi?”
“Baiklah, aku
lepaskan pelukan ini.”
Pelan-pelan
pelukan itu lepas. Dan sang waktu pun kembali seperti sedia kala.
Benar-benar
ketidak-relaan yang luar biasa. Sampai sang waktu pun tidak rela jika mereka
berpisah.***
Jangan Berpisah
Kini detik menyerupa darahDarah merah yang menggelikanSebab, tidak ada rindu yang dipertemukanBagiku, menahan rindu sama saja menyayat kulit sampai berdarah lalu kuminum sendiriKini udara menyerupa pasirPasir yang bercampur dengan taik kucingSebab, tidak ada rindu yang dipertemukanBagiku, menahan rindu sama saja dengan menghirup udara yang penuh pasir, sesakKini puisi menyerupa wajahmuWajahmu yang manis dan jelitaSebab, tidak ada kita yang dipertemukan
Bagiku, bertemu denganmu sama saja dengan mengenyahkan gemuruh halilintar di angkasa yang setelahnya pelangi akan terlahir cemerlang
untuk seseorang***