Pagi menjelang siang, pada Sabtu, 16 Mei 2015, saya mengikuti
acara Keputrian Akbar yang dihelat di SMK Telkom Jakarta. Pasti kamu
betanya-tanya kan kenapa saya yang, seorang anak laki-laki bisa mengikuti
keputrian Akbar ini?
Pas di halte busway...
Nah, jadi begini. Suatu hari, saya diajak oleh seseorang
untuk mengikuti acara ini, di sana (informasi) tertera, kita (calon peserta)
akan mendapatkan snack, sertifikat, totbag, dan pasti ilmu dari narasumber yang
tidak biasa.
Kerena itu, saya tertarik, secepatnya saya didaftarkan. Dan sekarang
saya sedang di pengantrean menuju masuk ruangan yang ternyata lapangan basket indor. Tampak ada beberapa garis-garis
di lantai selayaknya lapangan basket, dan dua ring yang sudah disetting sedemikian rupa, sehingga bisa
dibangun di sana sebuah panggung yang cukup megah.
Sebelum saya masuk ke sini. Saya parkir motor terlebih dulu
di parkiran. Wah, saya berdecak kagum. Kesan pertama masuk parkiran…, ini kok
ya sudah seperti kampung…, ada pohon banyak, asri, dan ketika berjalan
menyusuri sekolah ini, rasanya…, ini bukan sekolah, melainkan kampus. Serius.
Soalnya gede banget, dan tentunya saya pernah ke kampus, jadi bisa menyamakan
ini adalah kampus. *abaikan saja*.
Nah, iya, saya mendapat tempat duduk, suasana masih sepi. Ada
sebuah tirai panjang sebagai sekat antara Akhwat dan Ikhwan. Saya rasa, di
bagian Akhwat, sudah penuh, sebab terdengar suara-suara khas perempuan yang
sedang mengobrol. Khas sekali.
Tiba-tiba, datang seorang panita ke arah saya. Dia memakai
kopiah, sarung yang dipakai khas Melayu, dan wajah yang ramah.
“Assalamu’alaikum...,” sapanya.
“Wa’alaikumusalam…,” jawab saya wajib.
“Dari mana, Bang?” Tanyanya.
“Saya? Saya dari SMK N 11 Jakarta, Kak. Ini saya pake jaket
ROHIS SMK N 9 Jakarta punya teman saya yang mengajak saya sampai sini.”
“Oh…, temannya mana?”
“Dia akhwat, Kak.”
“Hem…”
Saya mengangguk, dan, jiwa kewartawawanan saya muncul. “Kok
belum mulai yah, Kak?”
“Oh itu, narasumbernya masih dalam perjalanan. Harusnya sih
sudah dimulai, heheh…”
“Tahu SMK Telkom dari mana? Info keputrian ini?” lanjutnya
bertanya.
“Ya tahu dari teman sih, Kak. Saya tahu SMK Telkom-nya
sendiri sih udah lama. Waktu itu saya pernah tanding basket sama SMK Telkom.
Tapi tempat sekolahnya ya baru ini tahu.”
“Oh…, anak basket juga…, menang lawan Telkom?” Dia lebih
tertarik dengan cerita saya tentang basket.
“Kalah, Kak, pantes aja pada jago-jago, tampat latihannya aja
kayak gini. Gede, di sekolah saya mah, kecil, Kak.”
Dia tertawa kecil.
“Yaudah, terima kasih ya, Bang. Assalamu’alaikum…,” pamitnya,
sambil menyatukan kedua telapak tangannya, santun tanda salam orang Melayu
kalau tidak salah.
“Wa’alaikumusalam…”
***
Saya mendatkan majalah Ummi, materi yang difotocopy, dan
beberapa snack. Beberapa belas menit kemudian, kursi-kursi terisi satu-persatu.
Mereka datang bergerombol dan dengan akrabnya saling beradu canda.
Ada satu yang duduk di samping saya, sebelumnya dari tadi
nggak ada yang duduk. Dibiarkan kosong, dan menganggap saya orang asing
mungkin.
“Kak.” Sapa saya kepadanya yang duduk di samping kiri saya.
Suara musik yang bersumber dari panggung masih melantunkan
musik-musik Islami termasuk band edocoustik.
“Ya.” Balas sapanya.
“Namanya siapa, Kak?” Tanya saya.
“Galih.”
“Sokhi.”
Kemudian kami mengobrol panjang-lebar. Sampai pada titik saya
bertanya.
“Berarti ini yang Ikhwan anak Telkom semua dong, Kak?”
“Ya, kalau mau tau ciri bukan anak Telom cari yang nggak
gundul…”
Saya tertawa mendengarnya. Benar, Ikhwan di sini kebanyakan
rambutnya gundul. Sebagian kecil memakai kopiah, jadi tidak tahu dia gundul
atau tidak. Tapi sepertinya dia gundul…
Acara dimulai. Ada dua mc akhwat mengambil alih panggung.
Kemudian, narasumber mengisi kewajibannya. Dan sampai acara selesai, saya
merasa menjadi orang asing di sini.
Ketika narasumber memaparkan materinya, sebagian besar Ikhwan
di sini bercanda. Menjadikan saya tidak fokus juga. Karena itu, saya lebih
memilih membaca majalah saja dan sesekali mendengar ucapan narasumber.
Omong-omong tentang Kak Galih yang baru saya kenal ini.
Ternyata dia adalah pemenang lks nasional 8 besar. Dia anak brodchast dan jago
animasi.
“Punya blog, Kak?” tanya saya kemudian.
“Ya, punya, punya.” Kak Galih ini orangnya enerjik. Dia
memakai kopiah dan tasbih di tangannya. Dia orang Tanggerang. Katanya,
kebanyakan yang sekolah di Telkom adalah anak-anak dari Bekasi, Tanggerang dan
sekitarnya.
Kemudian Kak Galih menunjukan blognya. Wah, keren…, saya
kagum. Katanya, dia bisa mendapatkan uang dari blognya itu, dan uang itu
digunakan untuk bayaran sekolahnya. Salud…
***
Acara selesai, saya mendapatkan sertifikat dan lupa memakan
snack-nya. Sebelumnya saya seperti orang hilang, muter-muter nggak ada tujuan.
Kak Galih sudah pulang, dan saya mau tanya sama orang juga nggak enak.
Wajah-wajah mereka seperti tidak bersahabat begitu.
Saya duduk di pinggir lapangan basket yang ada tempat
duduknya. Sendiri.
Tiba-tiba ada yang datang berlari ke arah saya
tergopoh-gopoh.
“Nih, Bang, sertifikatnya,” katanya, dan memberikan lembaran
itu, “Namanya salah nggak?”
Saya bilang tidak ada, benar, itu nama saya.
“Wah, terima kasih, Kak.” Ucap saya.
“Ya, sama-sama…”
***
Setelah itu saya pulang. Mendapatkan ilmu baru hari ini.
Belakangan, saya menjadi sering ikutan acara-acara pengajian kayak gini setelah
bertemu dengan Fitria. Ya, perempuan itu. Dia memang suka ikutan acara seperti
ini sedangkan saya jarang. Saya mendapatkan pelajaran baru, jadi, terima kasih
yah Fitria…***
Stikernya...