Aku dan Guru Bahasa Indonesia Baru

Kesan kali pertamaku melihat guru baru itu, serasa beliau bukan guru, melainkan seorang teman baru. Beliau masih muda dan, mirip dengan temanku dulu, Anggit. Badannya agak besar, berhijab, berwajah manis, dan berututur lembut. Beliau jebolan UNJ dan pernah mengajar sebelumnya di NTT dan beberapa sekolah di Jakarta. Walau umurnya masih 26 tahun, namun pengalamannya (saya kira) banyak terlebih lagi di bidang pendidikan.

Pada nyatanya, sudah lama pelajaran Bahasa Indonesia tidak diajarkan di kelasku. Sebab guru yang mestinya mengajar menjadi kepala sekolah di sekolah lain, bersebab kala itu, beliau, Bu Destli memenangkan lelang kepala sekolah. Karena Bu Destli tidak ada, maka kosonglah Bahasa Indonesia, tidak ada guru mengajar. Beberapa bulan setelah kosong, tibalah guru baru, namanya Pak Joko. Tapi Pak Joko yang juga disainer pun masih kuliah jurusan kedokteran itu, tidak tahan lama mengajar kami. Hanya..., kira-kira 2 bulan saja. Terakhir yang kami pelajari bersama Pak Joko adalah mengenai Cerpen Juru Masak, yang tokoh utamanya adalah Makaji, dan materi itu terus diulang-ulang sampai UTS datang! Huh. Pak Joko, di mana engkau sekarang berada...?

***

Rabu, empat Maret dua ribu lima belas, di jam akhir-akhir sekolah. Kudengar ada yang berteriak, hemm... Dia temanku, namaya Rafika, teriakannya kencang sampai membangunkan lamunanku yang sedang asyik termenung di bangku.

''Hei! Hei! Hei! Sudah pada kenal belum sama guru baru bahasa Indonesia? Cewek, berhijab, bla bla bla bla bla bla.''

Aku tak tahu dan tak ingat lanjutan dari kata-katanya. Namun, aku senang mendengar: Guru? Baru? Cewek? Berhijab? Ya, kata-kata itu membuatku semangat dan ingin segara bertemu dengan guru baru itu.

Karena penasaran, aku dan Bagus, temanku, berjalan melewati ruang guru bermaksud meneliti, apakah benar kata Rafika tadi? Dan terlihatlah ada orang asing di bangku sana, tampaknya itu guru baru?

''Mbe,'' kataku, panggilan akrab Bagus.

''Itu guru baru yang itu yah?'' lanjut tanyaku.

''Iyah kali, ki,'' jawabnya tak ikhlas.

Ya, kemungkinan besar itu guru yang digadang-dagang menjadi guruku, guru bahasa Indonesiaku! Hohohoh, lama aku tak belajar bahasa Indonesia. Rasanya..., kangen sekali! Selama pelajaran bahasa Indonesia tidak diajarkan, aku jadi sering membaca buku tentang bahasa, contohnya EYD. Dari situ aku mendapat banyak ilmu mengenai kepenulisan, ya daripada menunggu guru, mending menjadi guru buat sendiri aja: baca buku.

***

Jam pelajaran Bahasa Indonesia ditandai dengan bunyi bel telah tiba. Di kelasku masih tidak rapi, berantakan. Guru baru itu sudah di ambang pintu, membawa tasnya yang tampak berat. Beliau masuk memberikan salam, dan bertanya,

''Ada tugas?''

Lalu aku menjawab, ''Iya, bu, pelajaran tadi, sebelum ini.''
Guru baru itu pun menangguk, kemudian duduk di bangkunya.

''Bersiap, beridiri,'' kata Reza si Batak, ''memberi salam!''

''Assalamualaikum waraohmatullah hi wabarokatuh.''

Selepas itu, bu guru baru berdiri, dan berujar untuk meminta perkenalan terlebih dahulu. Beliau mengambil absensi, lalu dibacanya satu-persatu dari atas deretan nama murid kelas ini.

''Afsokh,'' kata guru baru itu.

''Afsokhi, bu!'' imbuhku.

''Oh iya, Afsokhi.''

Lalu berlanjut hingga habis deratan nama itu disebut. Setelah itu bu guru baru diam dan akan memulai pembelajaran. Melihat itu, aku berkata agak keras,

''Ibu, perkenalkan diri dong!''

''Lagian nggak ada yang mau nanya ibu,'' jawabnya, dengan gelagatnya yang masih seperti ABG-ABG.

''Nama ibu...,'' kata bu guru baru itu, ''Asri. Jadi kalian bisa panggil ibu Asri. Jangan panggil bu As, atau Bu Sri. Kalau kalian panggil seperti itu, ibu tidak akan menengok. Jadi langsung aja, bu Asri, nggak usah disingkat-singkat. Ada yang mau nanya lagi?''

Pertanyaan pun menghujani Bu Asri (sekarang aku mengenalnya). Dari riwayat pendidikan, kenapa pindah? Pacarnya siapa? Rumahnya di mana? Cara mengajarnya? Dan masih banyak lagi. Maklum, kelasku banyak penghobi-tanya, terpengaruh dengan adanya presentasi.

***

Pelajaran dimulai. Berawal dari tanya Bu Asri,

''Apa yang kalian tahu tentang Bahasa Indonesia!?''

Lalu, bermacam jawaban terbit, ''Puisi.''

''Cerpen.''

''Komunikasi.''

''Majas.''

''Pengetahuan bahasa.''

Dan masih banyak lagi. Selepas itu, Bu Asri kembali bertanya,

''Dari mana bahasa Indonesia berasal?''

Aku menjawab, ''Dari berbagai bahasa serapan, bu, ada dari belanda, sensekerta, daerah, dan masih banyak lagi.''

Mendengar jawabanku yang tunggal. Bu Asri mengimbuhi,

''Bahasa Indonesia itu, berasal dari bahasa Melayau Riau. Bla Bla Bla Bla....''

***

''Siapa yang suka menulis cerpen?'' tanya Bu Asri yang kesekian kalinya. Dengan cepat aku mengacung paling pertama hingga tanganku lurus selurus khatulistiwa.

''Kamu suka menulis cerpen?'' tanya Bu Asri padaku yang--aku--tempat duduknya tak jauh dari meja guru.

''Iya,'' jawabku.

''Kamu menulis, memperhatikan tanda baca, dan sebagainya itu?''

''Iya.''

''Belajar sendiri?''

''Iya.''

''Tepuk tangan dong, buat Sokhi...!'' lalu tepukan tangan nyaring keluar dari banyaknya pasang tangan. Wah... Kesan yang baik ini.

''Kalau gitu, bisa menggambarkan suasana sekarang?''

''Menulis dulu, bu,'' kataku.

''Oke, kamu menulis, kalau sudah selesai nanti kasih ibu yah.''

''Oke, bu!''

Lalu, aku menulis di selembar kertas di are belakang. Menulis mengenai hal ini. Kurang lebih tulisannya seperti ini.

''Hari Rabu-ku kini berbeda. Walau cuaca mendung, namun hatiku tidak ikut mendung. Ia gembira dan menari. Sudah lama aku tidak mendapatkan kecerahan pelajaran Bahasa Indonesia. Dan kini, Bu Asri datang dari kegelapan membawa kecerahan itu. Bu Asri wanita yang manis, cantik dan tutur katanya lembut. Aku yang mendengarkannya, seolah ingin terbang diterpa angin bersama burung-burung gereja sampai horizon sana. Bu Asri datang bak seorang pahlawan bagiku!

Kini senja telah tiba, dan matahari sedikit lagi akan pulang dan, entah ia esok akan datang lagi atau tidak. Rasanya aku ingin mengirimkan semua ini kepada Bu Asri, bersama: angin, burung bertebrangan, langit yang tersenyum dan pohon yang bergoyang.

Semua itu akan kumasukan dalam amplop dan kulem dengan keringat yang berucucuran selepas selesai menuliskan ini.''

Ya, kurang lebih seperti itu. Dan setelah usai kutuliskan. Kukasihkan ke Bu Asri, beliau baca bersama anggukan kepala dan sedikit senyum di bibirnya

Pelajaran kembali dilanjutkan. Namun tak terasa waktu berjalan dan berlalu begitu saja. Padahal aku sudah semangat untuk belajar. Ah, yasudah, masih ada lain waktu. Kelas dipersiapkan sedemikian rupa. Lalu bubar. Bu Asri mendekat ke mejaku. Beliau meminta agar cerpen tadi disobek lembarannya dan untuk Bu Asri sendiri.

''Kamu punya blog?'' tanya Bu Asri sekonyong-konyong.

Padahal aku sudah mempersiapkan lembaran kertas yang isinya alamat blog-ku hehehe. Segera kukasihkan. Beliau juga punya blog, ujarnya, namun sudah lama tidak dimainkan. Setelah sedikit berbincang, kami pun berpisah. Beliau pulang dan aku ekskul basket.

Ah..., kesan yang baik dalam pertemuan pertama ini. Semoga saja Bu Asri bakal konsisten dalam mengajar kami. Ya, semoga saja ya....

Afsokhi Abdullah
Kosan, 04 Maret 2015
Comments
6 Comments

6 komentar

first impresion to new teacher ya, have a good day for you're new teacher


http://litarachman.blogspot.com/

Reply

Luar biasa.... :D terima kasih sokhii....

Reply

Yeah. Thanks your visited in my blog ^_^

Reply

Hihihi, kembali kasih ibu guruku yang baru... ^_^

Reply

sokhiii... ibu mau kirim materi dan latihan soal yang harus dipelajari untuk uts kalian. bisa ibu minta WA kamu atau teman kelas XI yg lain, supaya lebih cepat komunikasinya.. sekaligus alamat emailnya ya.. thx. kirim no kamu ke email ibu. asrigushafiana@ymail.com. tq

Reply

Posting Komentar