Belajar Cinta


                                                  Belajar Cinta
                                           


Cinta. Jika bicara mengenai cinta, sampai kapan pun akan kulayani membahasnya. Karena aku mempunyai tafsir tersendiri akan cinta. Entah masuk nalar atau tidak, yang penting aku mengerti cinta. Kau?

Aku mulai mengenal apa itu cinta ketika aku mengungkapkan cinta. Ya, mengungkapkan kepada seorang wanita yang mencuri seluruh perhatianku. Semalaman, aku menuliskan ribuan kata puisi untuknya.

Ketika tiba saatnya untukku mengungkapkan rasa kepadanya. Waktu itu adalah di sebuah gubuk sawah, di sore hari yang indah. Dia adalah sebayaku yang lama tak temu. Saban hari aku merindunya. Hari itu adalah pertemuan yang mungkin akan berpisah setelah ini. 

Kenapa aku mengungkapkan cinta kepada wanita ini?
Ya entah kenapa. Yang kutahu, dia wanita yang kukenal, sudah cukup lama, dan dia tidak pernah berubah dari pertama kenal. Selalu seperti itu, selalu perhatian, selalu ceria, selalu cantik. Berbeda dengan wanita yang kukenal sebelumnya. Baru beberapa Minggu, dia sudah berubah tingkah lakunya. Dari yang manis menjadi pahit, dari yang perhatian menjadi acuh.
Maka, aku mengungkapkan cinta pada wanita yang sudah lama tak temu itu. Sudah 7 tahun kita pisah. Dan kini adalah kesempatan yang tak akan kusia-siakan.
“Hay,” aku membuka pembicaraan, dia yang masih duduk manis di gubuk itu menjawab dengan singkatnya, “iya?”
“Kau tahu, cinta?” tanyaku.
“Cinta, yang kutahu itu adalah yang dimiliki orang yang rela berbagi satu sama lain.”
“Begitu?”
“Iya,” jawabnya, dan sekali menganggukan kepala.
“Kau tahu sayang?”
“Yang kutahu, sayang itu sebuah rasa yang tulus dari hati, untuk memberikan hal yang indah kepada seseorang yang kau sukai dan cintai.”
“Begitu?”
“Iya.”

Hah. Lidahku sangat berat untuk menyatakan rasa ini. Gemuruh di dada, rasanya sesak, berdesakan ingin keluar. Cinta. Ya, aku cintaimu. Itu yang ingin kukatakan.
“Hay,” katanya membuka pembicaraan lagi.
“Sore ini indah ya?” lanjutnya.
“Ya, indah sekali.”

Ha-hanya itu yang ingin dia katakan.
Ah, cinta, apa itu. Sungguh, sampai saat ini, aku tidak bisa mengungkapkan cinta yang kutafsirkan sendiri.
“Ayo pulang, sudah mulai gelap,” ajaknya.
“Ba-baiklah.”

Kita berjalan menyusuri pesawahan. Sisa sinar matahari senja memancar di daun-daun yang menari-nari, mencibir kita berdua. Mereka menyambut dua insan yang sedang belajar cinta.
Comments
0 Comments

Posting Komentar