Gue sempetin ngeliat ke
belakang. Wah..., semakin membeludak ini antrean. Gila. Udah kayak apa aja. Gue
pun buka twitter kembali. Kan akun twitter
yang kebanyakan gue follow adalah
penerbit, distributor, penulis, editor dan semua yang berbau kepenulisan. Sebab
itu. Isi TL gue penuh sama foto-foto ‘Launching buku Koala Kumal’. Malah, akun
@GagasMedia twitpic antrean yang ada gue-nya.
***
Gue tertantang ketika
kak Odie mengadakan lomba di twitter tentang menginformasikan acara ini ke
teman-teman twitter gue. Kak Odie pun mengintruksikan kepada seluruh antren....
“Dimulai dari... sekarang...!”
“Boleh lebih dari satu.
Boleh lebih dari satu!” kata kak Odie lewat toa-nya.
Gue pun langsung
ngebut. Twit hal yang menarik. Syaratnya hanya twit lalu mentions ke @GagasMedia dengan Hastag #KoalaKumal.
Ada beberapa di dalam
barisan yang nggak tau apa itu Gagas Media. Mereka sepertinya asing mendengar
kata itu. Yang sebenernya Gagas Media adalah penerbit dari buku Koala Kumal itu
sendiri. Dan Gagas Media (setahu gue) masih sekeluarga sama penerbit Bukune.
Sekedar info juga nih.
Raditya Dika juga pernah menjadi ketua redaksi Bukune. Maka dari itu. Ia
menerbitkan buku pasti di Bukune kalo nggak Gagas Media. Gitu.
Kembali ke perlombaan.
Pemenang perlombaan ini nantinya ada dua. Dan mendapatkan hadiah kaus yang
dipake seperti panitia, baju Koala Kumal berwarna cokelat.
Gue pun ikut. Apa
salahnya. Gue sempatkan ngeliat ke belakang. Antren semakin panjang men. MENGULAR. Dan hampir rata-rata
memainkan hapenya. Pasti mereka twit tentang acara ini. Pasti. Dan gue banyak
saingan tentunya.
“Eh. Ritweet, Ritweet,
TWIT GUE...!” seru gue ke Meyla dan Dina. Mereka pun mengiyakan.
TL GUE PENUH DENGAN ITU.
***
Mau kalah mau menang
itu masalah belakangan. Yang penting tunjukan yang terbaik. Itu prinsip gue.
Gue pungut dari sebuah seminar mengenai PIK Remaja.
Kini jam setengah dua.
Sedikit lagi acara akan dimulai. Tiga puluh orang pun dipersilahkan masuk ke
ruangan (termasuk gue ama kedua teman gue men). Di dalam ruangan itu sudah ada
pembatas; kursi, meja, buku Koala Kumal, panita, dan ada pula pengliput dari NET
TV.
Gue pun masuk. Wah gue
masuk. Cukup deg-degan sih, bisa dapet paling depan. Karena itu, gue lupa kalo
harus melewati panita dulu untuk dicek. Alhasil gue dipanggil sama panita itu.
“E.e.e.e.e. Ke sini
dulu...,” suara panitia itu. Gue pun mendekat perlahan.
“Dicek dulu yah...,”
suara kak panita cewek ini (layak) seperti merayu. Gue pun luluh. Duh.
“Di balik ke sini
bukunya. Menghadap ke kami,” katanya, lagi.
Setelah itu.Ya. Tak
lama kemudian kami pun masuk lebih dalam. Berdiri lagi sampainya di sana.
Beberapa orang ada yang masih asyik baca bukunya. Ada pula yang duduk sila,
padahal dia pake rok, dan itu ada di depan gue. Gue khilaf, Ya Allah... apa
yang telah gue lihat tadi.
***
Kalo gue itung-itung.
Gue ini berada di nomor urut 19. Di dalam ruangan ini, bisa juga dilihat dari
lantai atas (4). Dan di atas pun ramai orang. Dari yang pake seragam sekolah sampai
ada yang telanjang dada.
INI BARISAN PERTAMA.
Ada Mc dateng dengan
tiba-tiba. Gue nggak tahu siapa dia. Tapi, orangnya asyik. Barangkali udah
sering menjadi Mc-an kali yah. Manis.
Beberapa kali kak Mc
sok asyik sama kita-kita. Kita yang sekarang berada di ruangan hanya berjumlah
30 orang saja. Dan, asal lu tau, di luar sana banyak yang antre. Entahlah
mereka bakal hidup apa kagak.
Nah, kak Mc ini
mengulur waktu terus. Dengan ocehannya gue terhipnotis. Gue nggak nyadar kalo
sekarang udah jam 2 siang. Jam yang seharusnya acara akan dimulai.
“SIAPA YANG MAU KETEMU
RADIT...?” seru kak Mc, “MANA SUARANYA...!” lalu kami pun menjawab dengan suara
nggak jelas.
“Huuu...huihuh,
huhihiuh... hihuhi,” ya, gitu, nggak jelas pokoknya.
Beberapa menit
kemudian. Ini baru yang beneran keluar adalah Radit (kira gue). Sebelumnya si
Radit udah keliatan di lift. Dan pertama gue ngeliat langsung... adalah
betisnye. Ya, ini awal yang nggak enak banget. Ngeliat betisnye untuk pertama
kalinya secara langsung.
Anak SMA dan teman-temannya
histeris. Mereka yang paling heboh pokoke.
“Kita sambut... Ra...
d... it...!” teriak Mc. Lalu kita yang duduk di lantai pun agak histeris. E.
Pas keluar ternyata engko-engko. Awalnya gue percaya kalau dia itu Radit. Dia
berubah jadi engko-engko ternyata. :3
Nah. Kali ini gue mau
ceritain yang beneran Raditnya keluar nih. Kak Mc berkordinasi dengan
teman-temannya. Lalu. Dia mengangguk ke arah dalam yang entah ruangan apa.
“Oke. Kita sambut....
RA.... DIT... YA. DI. KA....!”
Wah. Kali ini beneran
dia keluar. Ternyata bener, dia itu pendek.
Lalu dia duduk di
bangkunya.
“Tenang, tenang. Jangan
diliatin gitu. Gue bukan Ceribel,” katusnya. Lalu tawa terbit di segala banyak
mulut.
“Hhahahah...”
Termasuk gue yang hanya
menahan tawa saja.
Tanpa menunggu waktu
lama. Proses tandatangan dan foto bersama pun dimulai. Berawal dari barisan
paling depan. Cewek berjilbab biru tua, lagaknya dia anak SMA-an (adalah orang
pertama). Ya orang pertama.
***
Beberapa orang telah
terlewati. Mereka sudah dapet tandatangan dan foto bersama Radit.
Tiba-tiba cewek di
depan gue yang gendut itu membuka pembicaraan.
“Dari daerah mana?”
tanyaya. Gue mencerna kata-katanya agak lambat. Sebab berbaur dengan musik one direction yang diputar dalam
ruangan; lagu itu pun sukses membuat suasana lebih ‘hidup’.
“Jakarta Barat. Mangga
besar,” jawab gue. Lalu dia kembali tanya, “Sekolah atau kuliah?”
Ya lu tau lah, gue ini
orang jujur, gue jawab, “Sekolah. SMK, SMK 11.”
“Oh. Kalo gue. SMA 80.
Jakarta Pusat.”
Lalu gue hanya mengukir
mulut ini berbentuk ‘O’ tanpa bersuara.
“Nanti gue titip buku
gue yang ini yah,” pintanya. Menunjukan buku yang cukup tebal. Tampaknya buku
sejarah.
“Oh. Iya, boleh,” jawab
gue.
Tak terasa, dua orang
lagi tinggal giliran gue maju; salim sama Raditya Dika, dan foto sama dia.
OMEGA. Gue agak deg-degan men.
“Nih,” kata cewek
gendut itu. Sekarang giliran dia. Dan gue terima bukunya.
Setelah dia foto.
Bukunya pun masih gue pegang. Sedang kini giliran gue. Dan gue pun menaruh
bukunya di meja. Lalu diraih oleh Meyla.
Gue berjalan mengarah
Radit.
“Bang,” sapa gue datar.
Lalu dia membuka ‘bukunya yang gue beli’. Ada nama gue di halaman pertama dan
mulai menulis.
“Afsokhi..., mantab
Afsokhi...,” kata Radit, kayak akrab banget sama gue.
“Yoi bang...,” gue
nggak mau kalah gaul. Dia pun mendatatangani ‘buku boleh dibeli ditalangi dulu
ini’.
Gue pun foto sama dia.
Dua kali. Lalu gue pun berjalan mengarah pintu yang sudah disediakan untuk
keluar.
“Makasih, bang,” kata
terakhir gue. Tanda berakhirnya pertemuan kala itu. Dia pun mengangguk. Dengan
kepala botak; tumbuh sedikit rambut. Mirip kayak teletabis buka helm.
Setelah gue sampai di
pintu keluar. Gue menunggu Meyla dan Dina. Tadi gue potonya sama hp-nya Dina.
Dan ketika dia sampai di hadapan gue....
“Coba, gue liat, gue
liat,” paksa gue. Dia pun ngasih tahu ke gue.
“Eh. Gue ganteng juga,
yah,” kata gue.
“Ye... pede banget
luh!” katanya. Dan gue bungkam.***
Bersambung ~
Afsokhi Abdullah, 19 Januari 2015
Di Kelas yang Tak Ada Guru.