Semasa aku masih SD.
Aku mempunyai teman yang bisa kuajak bermain apa saja. Ke mana saja. Tanpa
berpikir resiko yang tersedia di depan mata.
Kami satu (komplek) SD.
Pagi hari kita sekolah, dan di siang harinya, kita bermain. Bersama Raul,
Pikih, dan Kus-Kus[1]; terkadang pula bersama anak tukang bubur. Yang sering
kita lakukan adalah bermain futsal bersama anak sekolah yang masuk siang. Walau
sering beradu tak-tik dengan penjaga sekolah dan satpam agar bola kita tidak
disita.
Aku sebagai penyerang. Kami
terkadang juga menang dalam pertandingan, juga sering pula kalah. Ya, terkadang-kadang
saja. Yang penting happy.
Kus-Kus mempunyai
orangtua yang keduanya berprofesi sebagai guru. Aku sering bermain ke rumahnya.
Juga dengan Pikih, Raul. Kita juga mempunyai Benteng di atas sekolah ini. Kita buat untuk nyantai. Tampatnya
strategis, ada pohon-buah blimbing. Jika kita menginginkannya, tinggal petik.
Apalagi jika musimnya tiba. GURIH....
***
Di SD kelas 5, aku
jumpa dengan Kus-Kus dalam upacara bendera. Dia menggunakan baju PDA-nya
sebagai pemimpin upacara, sedang aku sebagai ketua kelompok. Ketika laporan
masing-masing ketua kelompok kepada pemimpin upacara. Kutemui raut wajah
Kus-Kus yang serius. Ini pertama kalinya aku melihat wajah yang seperti itu.
“Lapor, seluruh peserta upacara SDN Mangga Besar 05 Pagi siap melaksanakan upacara,” kataku. Lalu Kus-Kus menjawab, “Laporan diterima, kembali ke tempat!”
“Lapor, seluruh peserta upacara SDN Mangga Besar 05 Pagi siap melaksanakan upacara,” kataku. Lalu Kus-Kus menjawab, “Laporan diterima, kembali ke tempat!”
Aku tak kuasa menahan
tawa ketika melihat wajah Kus-Kus yang seserius itu. Sampai sekarang terkadang
menyeruak di lamunan.
***
Jika hari libur tiba. Kami
berempat biasanya bermain PS bersama. Sehabis bermain PS. Kami berpetualang tak
jelas. Ke mana saja. Yang terpenting melahirkan tawa. Ya, aku tidak akan
melupakan masa-masa ini. Walau tak jarang pula kita saling berselisih. Tapi itu
hanya bertahan beberapa hari saja. Selanjutnya. Happy.
Tapi, ketika kita lulus
dari SD. Terpencarlah sudah. Entah Kus-Kus ke mana, Pikih ke mana, dan Raul ke
mana; apalagi anak tukang bubur. Huh, lupakan.
Tibalah kita pada
istilah miskomunikasi. Kita fokus
dengan sekolah masing-masing. Tidak bisa lagi bermain bersama. Sudah tidak
pernah ke Benteng yang kita buat
bersama. Dan mungkin Benteng itu
sudah lapuk termakan rayap. Dan kenangan yang ada di sana, akan terkenang
selalu dalam hidupku. Buktinya, sampai sekarang aku masih ingat betul. Secara
detail. Kutulis pada carita ini. Kau?
Setibanya masa SMA.
Kita benar-benar seperti terbentang luas oleh samudera antara samudera. Aku
sendiri sering bermain ke tempat SD dulu. Di sana aku bisa membuka lembaran
carita-cerita yang pernah ada. Kulihat pepohonan sudah sangat besar, daunnya
sudah sangat rindang. Padahal dulu, pohon itu sering kunaiki. Sering kuambil
buahnya. Buah jambu air.
Dengan lembutnya daun
itu berjatuhan ke lapangan. Aku terpatung melihatnya. Kututup mata ini, kurasakan
kenyamanan di jiwa. Angin senja, membawaku tembus ke masa-masa itu—yang
sekarang ingin kuceritakan kepada mereka. Teman SD.
Cahaya keemasan
terpantul dari hotel Mercury.
***
Jika pun sekarang aku
bertemu dengan mereka. Entah apa yang akan kami obrolkan. Apakah masih mengenai
futsal, pohon mangga, PS, jalan-jalan ke giant,
warnet, dan sebagainya?
Bila aku mengingat
masa-masa itu. Sungguh, sangat mengaggumkan adanya. Kau mempunyai sahabat yang
sebenarnya. Saat itu kau tidak berpikir untuk apa berteman. Yang terpenting. Melahirkan tawa.
Dan yang seperti ini lah persahabatan sesesungguhnya. Tanpa membeda-bedakan
satu sama lain.
Entah-berantah.
Alih-alih aku ingin mengenang masa indah persahabatan waktu SD. Aku jadi sedih
mengingat..., sengsaranya aku saat itu. Menghabiskan banyak waktu di kantin
sekolah. Bukan di kontrakan.
Tanpa mereka. Mungkin
masa remajaku tak terukir sedemikian rupa. Tanpa mereka, remajaku hampa tanpa
cerita.
Aku selalu berharap.
Suatu hari nanti kita akan bertemu dalam situasi yang baik. Kau sukses aku pun
sukses. Bila di antara kita ada yang kurang beruntung, akan kita bantu. Aku
ingin itu.
Sampai sekarang.
Kira-kira masa-masa SD-ku sudah terlewat 7 tahun.
Tenang kawan. Tenang
sahabat. Aku tidak akan melupakanmu. Canda khasmu, usilmu, amarahmu, serta
kerja sama kita. Masih banyaaak sekali cerita yang terukir. Tanpa sebab, telah
kukenang. Tak terlupakan.
Ya, semua tersimpan
dalam memory bank-ku. Afsokhi Abdullah.
[1] Kus-Kus: bukanlah
binatang. Namun sebutan nama bagi seorang yang bernama asli Khalif Rahmansyah. Mulanya, terlihat kuku di tangan
serta kakinya yang pendek. Jika dipikir lagi, menyerupai Kus-Kus. Persis. Dan
saat itu pulalah, kita memanggilnya Kus-Kus. Dia merespon dengan positif. Tidak
marah jika dipanggil Kus-Kus. Sampai sekarang pun, kupanggil ia, Kus-Kus.
Kosan
7 November 2014
Teruntuk Sahabatku yang Pernah Kujanjikan ^_^