Ini sudah yang kesekian kali
aku shalat Jum’at dan disirami khutbah berbau politik. Memang akhir-akhir ini
sedang ramai itu politik, apalagi ketika sudah masuk ke ranah pilgub dan
perkara penistaan agama. Aku tidak memihak kepada siapa pun di sini, hanya saja,
sebagai jama’ah shalat Jumat ketika itu, ada sedikit kurang enak di nuraniku.
Bahkan, shalat Jumat minggu kemarin, ada salah seorang nyelonong pergi begitu
saja dari barisan depan ketika khotib masih berkhutbah.
sumber gambar |
Aku tidak habis pikir dengan orang yang nyelonong ini,
jika memang ia tidak setuju dengan apa yang dikatakan khotib, ya sudah, tak
usah didengar. Anggap saja itu ayat-ayat Allah yang nyata, dan bisa ia pahami
bahwa: aku jangan sampai seperti dia. Karena mungkin hatinya sudah panas dan tidak
kuat lagi, satu-satunya jalan menurutnya adalah keluar dari barisan dan pergi
cari masjid lain. Andai dia bisa berpikir sejenak dan menentramkan hatinya, hal
itu tidak mungkin terjadi. Semuanya adalah ayat yang nyata, dan kita harus
pandai membaca ayat tersebut.
Awalnya khotib memang tidak menyinggung terkait dengan
hal orang (yang menurutnya) kafir dan sekarang sedang mencalonkan menjadi
gubernur, tetapi, lama kelamaan, panaslah sudah itu suasana di masjid ketika
khotib menyinggungnya. Aku tidak habis pikir, bahkan aku pernah mendengar
khotib berkutbah membawa-bawa nama binatang yang, setidaknya menurutku,
sebenci-bencinya kepada seseorang, tak patut diutarakan di mimbar shalat Jumat yang
mulia.
Dan sangat disayangkan, akibatnya ada jamaah yang keluar
dari barisan dan tak sedikit jamaah yang terlihat gestur tubuhnya tidak nyaman
dalam mendengarkan khutbah.
Aku tidak tahu apa yang dikatakan khotib itu benar atau
tidak, tapi menurutku, sekadar menurutku, bahwa Al-qur’an itu membicarakan
sifat, yang dimaksud orang kafir ya sifat orang kafir. Sifat orang kafir
melekat di mana saja, termasuk di hati orang muslim. Oleh karena itu, bunuhlah
itu sifat kafir dalam hatimu.
Dan pemimpin dari jiwa dan raga kita adalah hati. Jangan jadikan hatimu yang kafir memimpin seluruh tindak tandukmu.
Jika kita selalu menunjuk ke sana dan seolah mereka yang
tidak sama dengan kita adalah musuh, kedamaian akan sulit tercapai. Untuk
mencapainya, kita harus menjaga diri dari segala apa yang buruk, terutama sifat
yang buruk datang kepada kita. Jika sudah begitu, otomatis kita bisa menerima seluruh makhluk di
muka bumi, karena begitulah Allah. Dan akhirnya, kedamaian yang kita idam-idamkan akan terpelihara di muka bumi.