Relawan



Ketika kamu merasa hidupmu berhenti dan di sekitarmu dunia terus berjalan, sepertinya kamu perlu untuk melihat lebih lebar lagi tentang hidup ini. Aku sering merasa bahwa hidup sangat membosankan dan tidak ada artinya. Ya tentu saja, jika kita terus mencari arti dari hidup, kita tidak pernah menemukannya.

Melihat bagaimana orang-orang yang hidup di sebuah lingkungan padat penduduk; melihat anak-anak kecil yang terlihat tidak terurus, tatapan butuh belas kasihan, dan orang-orang yang putus asa. Pandangan itu aku dapatkan ketika aku memutuskan untuk menjadi relawan di sebuah komunitas yang membuat acara di sebuah taman belajar (hal yang tidak pernah kulakukan sebelumnya).

Acara itu tepatnya berada di Kebon Bayam, Tanjung Priok, dekat dengan taman BMW (taman belajar ini sangat dekat dengan proyek pembangunan stadion dan kemungkinan akan terkena imbasnya). Di sana aku menjadi orang yang bertugas mendokumentasikan acara. Tentu saja aku tidak bisa menjadi kaka pendamping, karena ya, jujur saja, aku sangat sulit bersahabat dengan anak-anak.

Komunitas itu bernama Main ke Museum, umurnya sudah 3 tahun dan bisa dibilang sejauh ini  konsisten mengajak anak-anak untuk bermain dan belajar ke museum. Karena ini momen Ramadan, jadi main ke musem itu berganti menjadi belajar dan berbuka puasa bersama. Tapi, hei, bukannya setiap kita adalah museum yang penuh peninggalan-peninggalan purba? Contohnya seperti peninggalan ‘rasa’ dari seseorang yang kamu temui dan kemudian sekarang hanya menyisakan kenangan yang remang-remang. Ah abaikan!

Singkatnya, kami para relawan yang terdiri dari kurang lebih 12 anak muda, saling bantu membantu untuk menghibur dan belajar bersama anak-anak taman belajar ini yang berjumlah sekitar 60 anak (mungkin?) dari jam 3 sore sampai waktu berbuka tiba. Mulai dari pembacaan dongeng, bermain angklung, mewarnai, dan membuat karya seni.

Sebagai bagian dokumentasi, aku pikir aku tidak hanya merekam momen demi momen acara ini dengan kamera. Aku merasa harus lebih dekat dengan pengurus taman belajar ini, anak-anak, dan orang tua mereka. Dan ya, ketika aku mengobrol dengan mereka, aku merasa sudah mendapat dokumentasi yang lebih lengkap: simpati, empati, dan pelajaran di sisi lain.

Pak Paul adalah pendiri dari taman belajar Kebon Bayam ini, orangnya sangat ramah, ketika aku berjalan dengannya di gang yang padat penduduk itu, ia menyapa setiap orang yang ia temui, dan anak-anak akan memanggil namanya lalu melakukan tos yang khas. Hal semacam ini menurutku hanya dimiliki oleh orang seperti Pak Paul: memiliki jiwa yang besar, memberi sumbangsih kepada sekitar, dan tidak sombong tentu saja.

potret pak paul ketika aku 'wawancarai', sepertinya aku harus menulis khusus tentangnya

Aku tidak habis pikir apa yang sedang Pak Paul lakukan selama ini. Beliau berkata padaku bahwa ia sudah 8 tahun bergiat di taman belajar ini. Tentu saja bukan waktu yang singkat, operasionalnya sendiri datang dari pribadi dan sukarela warga sekitar. Ia mengajari anak-anak yang sekolah dan atau putus sekolah. Baginya anak-anak ini sangat berperan bagi masa depan bangsa, dan mereka butuh perhatian kita. Beliau mengatakan itu begitu tulus, seolah semua anak-anak yang tidak beruntung di dunia adalah tanggung jawabnya.


Proyek pembangunan stadion di taman BMW memberi resiko terhadap keberadaan taman belajar ini. Entah kemana Pak Paul akan memindahkan taman belajar yang baginya sudah menjadi bagian hidupnya itu. Beliau mengatakan sangat berharap ada tangan-tangan lain dari orang-orang yang peduli dan, tentu saja berharap pemerintah ‘melihatnya’. Karena apa yang beliau lakukan adalah untuk kebaikan anak negeri: hal positif yang seharusnya mendapat banyak sokongan!

Kembali ke acara komunitas ini. Aku bertemu dengan anak-anak muda yang bersemangat (tentu saja aku tidak pernah bertemu mereka sebelumnya). Mereka rela membagikan waktu dan tenaga untuk berbagi dengan anak-anak yang tidak mereka kenal (namanya juga rela-wan. wk). Satu hal tentang keajaiban cinta adalah ia bisa diberikan kepada siapa saja yang tidak kita kenal, walau hanya bertemu 1 hari, 1 menit, bahkan 1 detik saja.

aku bahkan tidak ingat semua nama-nama mereka. wk

Masih teringat jelas bagaimana wajah anak-anak taman belajar Kebon Bayam itu di kepalaku, wajah-wajah polos itu tentu saja tidak paham jika suatu waktu rumah mereka akan rata dengan tanah. Mereka masih asyik bermain ke sana-kemari, sedang orangtua mereka susah-payah memutar otak untuk hari-hari yang lebih baik.

Sore itu aku duduk di sebuah batu di lapangan dan melihat anak-anak bermain dan berlarian. Angin berembus membawa tanah yang kering dan gersang ke wajahku yang berminyak. Beberapa kali aku mengarahkan kamera ke arah mereka. Tapi pada satu titik, aku merasa perlu untuk merasakan situasi seperti ini. Situasi yang membuatmu merenung dan berpikir tentang hidup ini sebenarnya tentang apa dan bagaimana.

melihat mereka bermain

Aku jadi teringat buku Ketika Lampu Berwarna Merah karya Hamsad Rangkuti. Gambaran orang-orang pinggiran yang Hamsad katakan di bukunya kini terlihat jelas di depan mataku. Dan membuatku sadar, ketika aku merasa dunia terus berjalan dan aku tetap diam, ternyata itu hanya bayang ketakutan akan kematian tanpa pernah berbuat kebaikan. Mungkin begitu.

Dan aku juga teringat bagaimana Mark Manson berkata di buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodoh Amat ia bilang begini: kita semua akan mati, semuanya. Alasan itu saja seharusnya membuat kita saling mencintai, tetapi tidak. Kita diteror dan digilas oleh hal-hal yang remeh dalam hidup, ditelan oleh kehampaan.

Sekian. 

5 ciri-ciri orang yang nggak bakal datang di acara bukber




bukber agaknya sudah menjadi 'ritual' wajib bagi kalangan anak muda hingga yang tua setiap bulan suci ramadan tiba. bukber biasanya menganjurkan kita patungan untuk  tempat, makanan, dan lain-lain demi kelancaran acara. bukber yang berderet, bagi sebagian orang sangat menyiksa alih-alih sebagai ajang silaturahim yang mulia.
.
jika kita sedikit menilik lebih jauh fenomena bukber ini, pasti ada saja teman kita yang tidak hadir, hampir tidak mungkin semua teman kita hadir di acara bukber.
.
di antara itu, kita bisa membagikan 5 ciri-ciri orang yang nggak bakalan hadir di bukber berdasarkan 'kesoktahuan saya' dan analisis yang tidak sangat mendalam.
.
- jarang cek grup
saking banyaknya grup di hp dan semuanya disetting silent selama 1 tahun, membuatnya bingung harus buka yang mana dulu. sampai akhirnya tidak ada grup yang benar-benar ia cek karena chat grup sudah 99+. 
- jadwal padat
jadwal yang padat membuatnya tidak ada waktu untuk bukber bersama rekan SD, SMP, atau SMA. ia akan lebih fokus bekerja dan lembur untuk nikah abis lebaran nanti. 
- nggak ada duit
nggak semua teman kita itu sudah bekerja dan dapat penghasilan. ada juga yang belum kerja dan pengangguran beberapa lama belakangan ini. bukber baginya merupakan ajang buang-buang duit. ia akan lebih memilih pergi dari masjid ke masjid untuk mendapat takjil gratis.
- posesif
punya pacar yang posesif merupakan hal yang paling menyebalkan. di musim bukber begini, pacar akan menuntutmu untuk tidak hadir di bukber karena ia takut kamu akan bertemu dengan mantan. ia memperbolehkanmu ikut bukber jika ia juga ikut.
- nggak ada di grup wa
pasti ada 1 teman kita ketika sekolah dulu, kehadirannya tak lebih seperti angin yang berembus begitu saja. ia duduk di bangku paling belakang dan jarang berbicara. biasanya orang yang begini luput untuk dimasukan ke grup kelas. karena itu, pasti ia tidak mendapat info bukber!

Filim Long Shot: Mengawinkan Dua Unsur Serius Menjadi Lelucon


film tentang jurnalis terakhir yang kutonton adalah spotlight (2015). tentang liputan kasus pelecehan seksual terhadap anak oleh beberapa pastur. film ini diangkat dari kisah nyata dan mendapat banyak tanggapan positif dari berbagai kalangan. film yang sangat serius.
.
lalu film Long Shot (2019) datang dengan komedi romantis: seorang jurnalis yang menjadi penulis pidato seorang politikus terkenal. hingga akhirnya mereka jatuh di sebuah hubungan yang sangat rumit.
.
tentu saja jurnalis tidak bisa lepas dari pemerintahan, kita tahu bahwa pers adalah 'anjing pengawas' dari pemerintah. tapi entah bagaimana, Long Shot bisa mengawinkan dua hal serius itu untuk kita tertawakan bersama.
.
ia juga menyinggung bagaimana integritas seorang jurnalis, juga dunia perpolitikan yang penuh orang-orang munafik.
.
film ini dibuka dengan sangat ciamik, ia menampilkan Fred Flarsky sebagai jurnalis yang bersuara lantang, berintegritas tinggi, tapi konyol. sikap dan tampangnya yang tidak terlalu menyakinkan, membuatku ragu bagaimana ia bisa menciptakan kisah cinta dengan seorang politikus yang beribawa, anggun, dan sangat dicintai rakyat.
.
tapi semua itu ternyata bisa dijahit dengan sempurna melalui permainan flashback dan fakta bahwa setiap manusia sama saja: membutuhkan cinta dan, tentu saja sex yang hebat.
.
selama film berjalan, aku bisa menikmati setiap lelucon yang sangat relevan dan dewasa, di samping dialog yang mengalir dengan segar dan menyenangkan--hal yang tidak mudah kita temukan di film-film lain.
.
pada akhirnya, Long Shot adalah film komedi romantis yang sangat menyenangkan dengan mengangkat isu yang lumayan berat namun bisa ditampilkan dengan sangat lentur. selain kita bisa tertawa, kita juga bisa, setidaknya, mengintip bagaimana dunia jurnalis dan pemerintahan yang kompleks sekaligus menarik.
.
Long Shot adalah film komedi romantis terbaik yang aku tonton tahun ini.

Dilema Lulusan SMK: Kerja atau Kuliah?




Dulu ketika aku menjelang lulus dari SMP, aku sudah berniat untuk masuk SMK. Alasanya karena setelah lulus dari SMK, aku bisa dengan mudah mencari pekerjaan, atau setidaknya memiliki skill tentang dunia kerja dibanding lulusan SMA. Di samping itu aku memang menghindari materi-materi pelajaran yang terlalu banyak. Setahuku di SMK itu banyak praktiknya dan sedikit teori, dan faktanya memang begitu.

Tapi bayanganku di atas adalah ketika aku belum melihat statistik yang mengatakan bahwa SMK adalah lulusan yang banyak menyumbang pengangguran. Penyebabnya banyak, mulai dari kurikulum, guru produktif yanglangka hingga lulusan yang pilih-pilih kerja.

Sedikit pengalamanku sekolah di SMK, waktu itu aku masuk jurusan Administrasi Perkantoran. Kalau aku tidak salah ingat, guru produktif di jurusan ini hanya beberapa saja, mereka bahkan sudah menjelang pensiun, jumlahnya bahkan lebih sedikit dibanding guru pelajaran reguler seperti Matematika, PPKN, Agama, dan sebagainya.

Zaman yang semakin berkambang, tentu saja seharusnya ‘SMK’ melihat itu. Seperti bagaimana cara mengarsipkan dan melakukan korespondensi. Dulu mungkin kita lebih sering menggunakan surat untuk korespondensi, tapi zaman semakin maju, kita menggunakan email untuk surat-menyurat. Seharusnya di kurikulum dimasukan bagaimana surat-menyurat menggunakan email, bukan dengan tulis tangan yang masih kupelajari waktu itu.

Juga tentang bagaimana arsip-mengarsip, zaman sekarang kita sudah menggunakan penyimpanan dengan metode awan atau cloud. Tapi di kurikulum yang kita pelajari lebih berfokus pada pengarsipan hardcopy, padahal ketika kita masuk ke dunia kerja, arsip yang lebih sering kita temukan adalah berupa softcopy.  

Hal-hal semacam itulah yang kurasakan selama di SMK. Kurikulum seharusnya memerlukan perhatikan lebih dari pemerintah dan pihak yang berwenang, tentu saja di samping pelatihan bagi guru produktif yang harus terus mengupdate bagaimana cara mengajar agar sesuai dengan dunia kerja yang termutakhir. Perhatian itu tentu tertuju pada sekolah negeri maupun swasta, bahkan data menyebutkan SMK banyak yang dikelola oleh swasta.

Sehingga pertanyaan kemudian muncul, setelah lulus SMK, seharusnya kita kuliah untuk mengasah kemampuan kita lagi, atau langsung bekerja dengan skill yang pas-pasan?

Ya tentu saja kita tidak bisa memukul rata SMK di seluruh Indonesia, tapi yang pasti statistik mengatakan bahwa lulusan SMK belum maksimal dalam hal melahirkan tenaga kerja. SMK yang seharusnya melahirkan tenaga kerja, malah melahirkan pengangguran. Ironis bukan?
***
Teman dan adik kelasku di SMK ada banyak yang tanpa tadeng aling-aling memutuskan untuk kuliah saja dibanding bekerja. Mereka mempunyai tekad kuat untuk itu, tekad yang menurutku seharusnya hanya dimiliki oleh lulusan SMA. Lulusan SMK ya harus bekerja, karena tujuan dari adanya SMK ya untuk itu kan?

Tidak sedikit pula ada teman yang bekerja sambil kuliah di kelas karyawan. Tentu saja ia bekerja di ‘tempat’ yang tidak terlalu tinggi, setara dengan tenaga administrasi aja, dan gajinya hanya sebatas UMR atau di bawahnya. Dan tidak sedikit pula lulusan SMK yang melanjutkan kuliah tidak sesuai dengan jurusan SMK-nya. Rumit.  

Menjadi lulusan SMK memang penuh dilema, antara bekerja atau melanjutkan kuliah. Tapi menurutku jika memang selama di SMK kita benar-benar dididik untuk menjadi tenaga kerja yang ahli, tentu saja setelah lulus kita akan dengan mudah diserap di dunia kerja. Berbeda jika dalam pendidikan itu kita tidak dengan benar-benar dididik untuk bekerja, ya jadinya kita memutuskan untuk kuliah saja. Sistem pendidikan di SMK memang harus matang, dengan hasil akhir yang berfokus pada melahirkan tenaga kerja yang siap pakai.

Malihat statistik di atas, tentu saja pemerintah tidak bisa hanya diam. Perlu pembedahan di sana-sini dan semoga pemerintah serius akan itu. Jika tidak, peminat SMK akan semakin sedikit dan kita hanya bisa menunggu kematiannya saja.***


Mencoba Kolam Renang Tersembunyi di Mall Gajah Mada Plaza



Hampir setiap hari aku melewati mall ini, dan beberapa kali masuk ke dalamnya. Gajah Mada Plaza menurutku mempunyai lokasi yang strategis karena dekat dengan perkantoran dan mudah dijangkau dengan transportasi umum. Di dalam mall ini, ada banyak pilihan makanan cepat saji yang bisa kamu coba, juga ada toko elektronik hingga fashion, dan banyak lagi. Dulu di sini sempat ada bioskop dengan kapasitas yang besar, tapi sekarang sudah tidak ada lagi.

Nah, selain hal di atas, ternyata ada satu tempat di Gajah Mada Plaza yang letaknya tersembunyi. Ketika kamu pergi ke lantai 7, kamu bisa temukan kolam renang yang lumayan besar. Kolam renang tersebut bisa dibilang bersih, airnya juga segar.

Biaya masuk reguler ke kolam renang adalah Rp. 40.000, kamu bisa sepuasnya berenang di sini. Waktu itu aku datang sekitar jam 7 pagi hari Minggu. Toko-toko di mall tentu saja masih tutup dan suasana masih sepi di sudut-sudut mall. Tapi ketika sampai di lantai 7, kita akan menemukan kolam renang yang sudah ada beberapa orang yang berenang di sana.

Sangat direkomendasikan datang lebih pagi ke tempat ini. Karena panas matahari yang belum menyenangat, dan air kolam yang masih segar tentu saja.


Ada tempat untuk berteduh di samping kolam. Juga ada kantin yang siap menjadi pilihanmu ketika kamu dilanda lapar. Kamar mandi di tempat ini juga sangat terjaga, petugas kebersihan terlihat ada di sekeliling, kawasan ini terlihat sangat terawat dan bersih.

Aku bisa katakan tempat ini bisa menjadi alternatifmu menghabiskan akhir pekan selain CFD di Monas. Berenang juga termasuk olahraga, kan?
Di sini kamu bisa temukan anak kecil hingga orang tua. Setidaknya ada 2 kolam, untuk orang dewasa dan untuk anak-anak. Tapi di sini tidak ada wahana air, andai saja ada, mungkin tempat ini bisa lebih ramai.***

jam buka dan harga tiket
santuy



Banyak Baca Buku Membuatmu Semakin Bodoh

Seringkali teman-teman kita menggap orang yang suka membaca buku pasti orangnya cerdas, berpengetahuan luas, pintar, pokoknya di atas rata-rata. Tapi sepertinya tidak semuanya begitu, orang yang banyak membaca buku dengan orang yang banyak tahu tentu saja dua hal yang berbeda. Ada orang yang suka membaca buku hanya untuk menuntaskan sensasi menamatkan novel fiksi yang seru, ada juga motif lain yang tidak ada hubungannya dengan kecerdasan dan pengetahuan yang luas.

Malah, orang yang terlalu banyak tahu, dengan kata lain, terlalu banyak hal yang ia ‘masukan’ ke dalam otak, itu tidak akan efektif. Karena otak kita bagaikan loteng yang sempit, seharusnya kita taruh ‘perkakas’ yang penting saja dan mudah untuk kita ambil suatu waktu.



Aku malah percaya bahwa membaca buku membuat kita menjadi bodoh. Karena orang yang sudah pintar menurutku sudah tidak perlu lagi membaca buku. Orang yang membaca buku adalah mereka yang selalu merasa dirinya bodoh dan merasa perlu untuk tahu tentang banyak hal. Mereka yang selalu haus akan pengetahuan, jika sudah tahu akan sesuatu, yasudah, langkah selanjutnya ia tentukan sendiri: mau ia simpan di dalam otaknya atau dibuang begitu saja.  

Ya.. walaupun kita perlu mengakui bahwa ketika kita banyak membaca buku, itu membuat kita menjadi lebih percaya diri. Tapi semua itu menjadi sia-sia jika kita tidak melakukan action, karena sejatinya hidup adalah tentang action, bukan apa-apa yang menumpuk di kepala dan membuat  semrawut.

Dulu aku percaya jika aku membaca banyak buku, aku akan menjadi orang yang keren, tahu segala hal dan menjadi orang yang ‘tidak punya masalah’. Tapi anggapan itu ternyata salah kaprah, percuma saja kamu membaca banyak buku, kalau kerjaannya diam melulu, begitu kata Wiji Tukul.

Orang yang membaca banyak buku agaknya akan ‘kalah’ dengan mereka yang sering bertemu dengan orang banyak dan saling sharing dengannya. Mereka yang melakukan komunikasi dengan banyak orang dan mendapatkan satu-dua hal yang penting dan kemudian menjadi salah satu prinsip hidupnya.

Tidak ada salahnya memang membaca buku, setidaknya ia tidak membuatmu dungu, tapi tidak menutup kemungkinan ada buku yang membuatmu menjadi dungu dan tidak mau kalah. Memilah buku apa yang akan kamu baca juga penting, jangan hanya asal mengambil buku dan memercayainnya 100%. Kita seharusnya kritis terhadap tiap gagasan yang dituliskan dalam sebuah buku, itulah proses ‘membaca’ yang sesungguhnya.***

Ke Ranca Upas Bareng Explorer.id

Bandung di bayanganku adalah kota yang sejuk, bersahabat, dan mempunyai banyak tempat wisata menarik. Salah satu wisata yang baru-baru ini banyak dibicarakan di media sosial adalah Ranca Upas. Sebuah bumi perkemahan di pegunungan yang masih asri. Berangkat dari Jakarta sekitar jam 1 pagi lewat dan sampai di Ranca Upas sekitar jam 6 pagi, aku disambut dengan udara yang sangat dingin dan sinar matahari yang hangat. Perpaduan yang sangat pas yang tidak bisa didapatkan di Jakarta.

Dalam perjalanan itu, sebelumnya aku membooking 2 trip ke Ranca Upas di Explorer.id. Menurutku ini adalah travel paling professional sejauh ini yang aku ‘pakai’. Karena ia mempunyai aplikasi sendiri di appstore, jadi kamu bisa booking lewat aplikasi itu dengan mudah. Di H-1, Explorer.id akan membuat grup whatsapp yang berisi para peserta. Di sana salah satu leader trip memberitahukan apa saja yang harus dibawa dan di mana titik kumpulnya.




Aku berangkat dari Plaza Semanggi untuk kemudian ‘mengambil’ peserta lain di Jatiwaringin. Sialnya ketika baru saja berangkat sekitar 5 menit, ban bus kami pecah. Namun aku kembali mengacungi jempol keprofesionalitas explorer id. Mas Bayu, Leader Trip kami saat itu, langsung turun tangan dan tak lama ia bilang,

“Mohon maaf semuanya, bus pengganti sedang dalam perjalanan.”

Maka kami menunggu sekitar 1 jam dan kembali melakukan perjalanan panjang yang kira-kira menempuh waktu 4 jam.

Ohya, Mas Bayu juga memberitahukan kepada peserta trip bahwa explorer.id ini masih berusia dini. Ia baru lahir pada November tahun lalu dibawah usaha White Horse. Nah, karena di bawah nama White Horse, bus yang kami naiki juga bus White Horse, dapat dipastikan semua trip akan menggunakan bus besar dan nyaman satu ini.

Kembali ke Ranca Upas. Sesampainya kami di sana, bahkan belum sempat cuci muka karena air di sana pun sedingin es, kami langsung menyebar ke penjuru Ranca Upas untuk mengambil foto. Medan yang kami lalui untuk berkeliling Ranca Upas cukup menyebalkan. Ada banyak tanah yang lembek di mana-mana dan membuat sepatumu sukses menjadi kotor. Juga embun yang menempel di rumput-rumput akan membuat kaus kaki hingga celanamu basah. Maka aku merekomendasikan untuk membawa sandal dari rumah, agar lebih nyaman mengexplore tempat ini. Karena ketika aku membeli sandal swallow di sini, harganya cukup mahal. Hahaha

nggak cinematic

Orang-orang sepertinya lupa bahwa mereka belum mandi ketika mengambil foto di antara rerumputan, atau dengan baghround pegunungan dan embun yang menyejukan. Beberapa kali aku harus mengencangkan jaket yang kukenakan karena sangat dingin, dan sungguh sepertinya ketika aku datang lagi kesini, aku harus mengenakan jaket lebih tebal!

Untuk mengusir rasa dingin itu, aku membeli indomie yang dijual warung di pinggiran. Dan ya, memakan indomie di tempat seperti ini sangat cocok, di samping juga untuk sarapan sih. Kamu bisa tebak, harga indomie di sini pasti lebih mahal dari tempat lainnya, dan itu benar, tapi sensasi yang diberikakan tidak membohongimu kok.

penampakan indomie

Berjalan menyusuri Ranca Upas, kamu bisa menyaksikan anak-anak muda yang duduk di depan tenda mereka. Melihatnya membuatku merasa ingin bermalam di sini, sepertinya seru deh. Apalagi bisa masak sendiri, tidur di bawah langit malam yang bersih, atau bernyayi bersama teman-teman di depan api unggun.

Setelah puas berfoto ria di area Bumi Perkemahan Ranca Upas, aku menuju penangkaran Rusa yang masih berada di area yang sama. Tidak ada tiket masuk di sini, hanya saja ada yang berjualan kangkung (Rp. 5000) dan wortel (Rp. 10.000) untuk bisa bercengkrama dengan hewan menggemaskan itu.

Rusa di sini terkenal jinak dan cenderung narsis. Walau ya, ketika kamu turun dari tangga dan menemui mereka, mereka akan terus mengejarmu jika makanan yang kamu bawa belum habis dan akan terus seperti itu. Bercengkrama bersama rusa di pagi hari dengan sinar matahari yang hangat agaknya seperti liburan yang menyenangkan dan cukup bisa membuang penatmu.


Sebenarnya di sini juga ada pemandian air panas, tempat penahan, kids zone dan semacamnya. Tapi aku tidak mencobanya karena mungkin tenaga yang tidak cukup untuk melakukan itu semua. Tapi mungkin lain waktu aku akan mencobanya sih.

Sekitar 3 jam di tempat ini, kami menuju tempat oleh-oleh sekitar jam 9 pagi untuk kemudian dilanjut menuju D’riam Resort.

Di tempat oleh-oleh, aku tidak membeli banyak makanan karena ya memang males aja sih. Aku lupa apa nama tempat oleh-oleh ini, tapi di sini cukup lengkap, mulai dari asinan hingga krupuk kulit, dan banyak lagi.

30 menit di tempat oleh-oleh, kemudian kami segera dibawa ke D’riam Resort, sampai di sana sekitar jam 11 menuju siang. Di sini kami harus menunggu administrasi untuk bisa masuk. Dan dalam menunggu itu, peserta bisa mandi terlebih dahulu atau makan atau istirahat.

Aku memutuskan untuk makan siang. Ada banyak food court di tempat ini. Aku sampai bingung harus membeli yang mana. Hingga akhirnya pilihan itu jatuh pada ayam kecap dengan nasi. Harganya relatif murah untuk tempat seperti ini. Dan rasanya juga enak.

melihat mbaknya makan
sebuah struk

D’riam pada dasarnya adalah sebuah penginapan, tapi di sana ada banyak spot-spot foto yang (aku tidak tahu pasti) bisa disewa oleh beberapa orang atau sekelompok. Hal itu sudah tergambar jelas ketika kamu baru saja memasuki resort tersebut. Tampat itu menurutku cukup strategis, berada di dataran tinggi dan dilewati oleh sungai yang deras.

Spot-spot foto di sana hampir semuanya ramai, jadi kami harus mengantre untuk mengabadikan momen liburan ini. Konon spot yang paling hits adalah di sebuah jembatan bambu, dan memang di sana sangat instagramabel. Ada beberapa spot yang ‘dijaga’ oleh seorang fotografer ada juga yang tidak, salah satunya yang ada fotografernya adalah di jembatan bambu ini. Kamu harus mengantre lumayan panjang. Dan sialnya ketika aku mengantre, aku bertemu ibu-ibu yang dengan kekuatan dunia-akhiratnya selalu menyelak kami yang, seolah tak punya kuasa untuk melawan. Tapi yasudahlah, anggap saja ujian kesabaran.

sebuah potret kesabaran

Ohya, kamu juga bisa menyetak hasil foto itu dengan harga Rp. 5000/foto.

Setelah puas berfoto ria di tempat menyenangkan ini, kami kembali ke bus kira-kira jam 2 siang dan bus berjalan sekitar jam setengah 3 untuk pulang ke Jakarta. Orang-orang di dalam bus sudah mulai lelah dan selama perjalanan pulang, banyak yang tidur pulas.

Secara keseluruhan, trip ini sangat menghiburku yang sedang mencari alternatif liburan singkat dan tidak jauh-jauh amat. Pihak explorer.id yang dalam hal ini diwakili oleh Mas Bayu juga, sekali lagi, memberi kesan professional.

Dengan harga Rp. 175.000 (belum termasuk diskon dengan kode #antibosan) kamu sudah bisa liburan sehari di dua tempat yang menyenangkan. Pemesanannya juga mudah, tinggal buka aplikasinya dan boom! liburan deh.

Di samping itu aku juga mengaggumi betapa kuatnya dampak sosial media bagi bisnis trip seperti ini. Semakin banyak orang mengupload foto di media sosial di suatu tempat, semakin banyak orang ingin mungunjungi. Dan itu membuat semakin banyaknya travel yang mulai menjamur. Dan untuk itu, aku merekomendasikan explorer.id untuk teman liburanmu karena ya tadi, alasan-alasan di atas itu.

Baik, karena tulisan ini sudah cukup panjang, maka aku akhiri saja ya. Selamat liburan, jangan lupa bahagia..***

Instagram explorer.id: di sini
Lihat foto dan video saya di instagram: di sini