MATAMU BIJI KOPI

Matamu biji kopi, yang diberi gula dan diseduh dengan air panas yang pas. Matamu nikmat jika diseruput kapan saja, karena matamu biji kopi.

Bukan sembarang kopi, matamu adalah biji kopi pilihan seperti yang digadang-gadang iklan kopi di televisi. Kau tahu? Aku tidak percaya iklan itu, yang aku percaya cuma kamu, karena biji kopi pilihan ada di matamu, sayang..

Matamu bikin aku tersenyum sendiri di saat sepi dan di saat ramai. Aku gila, sayang, gila karena matamu. Ini benar. Matamu..

Saat itu aku melihat mata biji kopimu secara langsung. Aku kelabakan melihatnya. Bahkan sesak nafas setelahnya. Rasanya aku mati sesaat. Tapi jika saat itu aku mati selamanya juga tak masalah. Aku mati karena matamu..

Oh, sayang, tak ada mata seindah matamu.. Congkel dan berikan padaku, boleh?

Ah, itu baru matamu, belum pipi, belum hidung dan belum bibirmu. Aku tak tahu bagaimana rasanya menyentuhnya. Tapi, bibirmu sudah berhasil menyentuh aku. Bibirmu itu lidah ular berbisa, mematok dadaku dan membikin rindu di dalam sana. Menggebu-gebu tak ada ampun. Bibirmu..

Jika matamu adalah biji kopi, bibirmu adalah cangkir yang indah. Dan aku tak akan bisa menyentuh yang indah itu, karena kamu tak mungkin mau disentuh aku: orang yang menggilaimu dan sudah benar-benar jauh dari waras.

Karena yang mudah disentuh akan mudah rusak, aku lebih suka mengaggumi ketimbang menyentuh, itu lebih bijak, memilih gila juga bijak.

Dan matamu ada di setiap mataku. Dan mataku ada di setiap matamu. Kita satu sejak percumbuan itu, sayang.. Kau ingat?***

*ditulis karena merindukanmu*
Comments
0 Comments

Posting Komentar