Yang paling membuat saya tertarik dan
ia adalah sebab kenapa saya taruh di paragrapf ini adalah kerena karya ini keren.
Sebuah karya yang bertemakan ‘upacara untuk melupakan’. Karya ini berupa
patung, didominasi dengan warna hitam dan putih. Objek patung tersebut
menyerupai seorang laki-laki dewasa.
Anehnya,
tanpa sensor patung ini dipertontonkan. Dengan jelas (maaf) penis empunya
patung tersebut dibuat sedemikian rupa. Entah ini yang dinakaman estetika dalam
seni atau bukan, tapi menurut saya, etika dalam karya tersebut bisa dibilang
kurang.
Nilai plus yang bisa saya sematkan di sini, adalah patung yang dipamerkan sungguh amat mirip dengan sebenarnya. Tinggi, tubuh, semua dibuat oleh si pencipta dengan sangat detail.
Tak
hanya karya berjudul upacara untuk melupakan yang memukau saya. Adapun sebuah
lukisan yang bertema ‘teater dari
saluran 99’. Dalam karya ini saya bisa melihat bagaimana si pencipta memberikan
pesan bagaimana kebebebasan dalam berpikir, berkarya dan hidup itu sendiri.
Pelukis
memberikan banyak warna dalam lukisannya, tokoh-tokohnya pun bisa dibilang
aneh. Abstrak.
Sayangnya,
tokoh yang dilukis tadi, cukup vulgar. Ada tokoh yang hanya menggunakan celana
dalam saja, dan lain sebagainya.
Beberapa
kata-kata yang ditulis oleh pelukis di selipan lukisannya pun menarik perhatian
saya. Beberapa yang saya catat:
“Saat
kita bersulang, saat kita telanjang, kang Mas.”
Selanjutnya,
masih karya bertema teater dari saluran 99. Lukisan sama seperti lukisan yang
sebelumnya, namun pesan yang bisa saya dapat tidak sama. Yang membedakan
adalah, dalam karya teater dari saluran 99 yang lain, kita bisa melihat
bagaimana kejamnya kehidupan.
Tokoh-tokoh
yang dilukis pelukis berkesan terinjak, sedih, dan suram. Namun berwarna.
Lukisan ini adalah pemenang Indonesia art award 2010. Kata-kata dalam lukisan
tadi yang membuat saya tertegun di antaranya:
“Permisi,
saya sedang bunuh diri sebentar, bunga dan bensin di halaman. Teruslah mengaji
dalam televisi berwarna itu. Dada.”
“Aku
tidak mau berujung di situ. Aku bukan sejenis burung hantu. Aku hanya pencopet
kelas 3 bulan dan 100 tendangan ke dada.” Tulisan ini diberi judul catatan dari
360 derajat.
Selanjutnya
lukisan yang bertema, ‘orang-orang dan sejumlah benda di dada.’
Dengan
jelas saya bisa menafsirkan bahwa si pelukis mencoba menyampaikan betapa
bobroknya para petinggi negara. Dengan jelas dalam lukisan itu terlihat
orang-orang dengan bermacam penghargaan di dadanya bertindak tidak senonoh. Ada
yang bermain dengan wanita, saling menginjak dan sebagainya.
Lukisan
ini adalah lukisan yang paling saya suka, ia mencerminkan keadaan saat ini dan
memang penyakit pejabat tinggi yang tidak jujur, dan ia akan tetap ada
sepanjang manusia itu ada. Karya ini saya apresiasi dengan kata-kata keren…
Saya
sempat bertanya kepada penjaga, kenapa pameran ini didominasi dengan warna
hitam dan putih?
Beliau
menjawab, karena dengan warna
hitam-putih, dapat dengan mudah diingat. Akhirnya saya paham, dan saya pulang
dari pemeran itu tanpa ada rasa penasaran..
Gamba-gambar di atas bersumber dari katalog pameran tersebut, yang didapat oleh teman-teman saya. Ia berupa cd. Yang pada saat teman-teman saya ke pameran beramai-ramai di hari Sabtu, saya pada hari Minggu sendirian ke sana. #kokcurhat
Sip, see you..