KE UBUD SENDIRIAN: IDENTITAS #1


Seorang teman facebook pernah mengira bahwa aku ini berumur 23 tahun. Padahal aku masih 17. Aku dengan teman facebook itu belum pernah bertemu. Barangkali anggapannya itu timbul karena melihat profil facebook-ku dan segala isinya, kontennya yang, mungkin berbau dewasa. Mungkin…



 
          Salah satu hal yang mungkin berbau dewasa, adalah bepergian jauh sendirian. Aku belum lama ini, 26 Oktober, pergi ke Ubud sendirian, tidak ada teman dan dengan membawa uang seadanya.
          Itu juga kali pertama bagiku naik pesawat, dan sebelum naik pesawat, aku mempelajari bagaimana caranya untuk masuk bandara dan sebagainya yang, kalau kulihat di televisi, begitu ketat.
          Sialnya, untuk masuk bandara harus memiliki KTP, dan aku sudah bikin KTP tapi belum jadi, aku hanya punya surat pernyataan bahwa KTP lagi diproses. Jadi aku menggunakan itu untuk masuk bandara. Sebelumnya aku agak ragu bisa masuk bandara hanya menggunakan itu. Jadi, sebelum berangkat, aku membawa akta, KK, ijazah, sampai SKCK. Serius. Aku lakukan ini untuk mencegah hal yang tidak dinginginkan tentu saja. 

sebuah persiapan.

          Aku take off jam 9 malam lewat, sempat aku mau berangkat jam 8 pagi dari kosan. Tapi aku pikir itu terlalu dini, tapi di sisi lain aku takut nanti ada masalah dengan identitasku dan harus melakukan beberapa proses untuk itu—karena aku tidak punya KTP. Akhirnya aku putuskan berangkat jam 12 siang, setelah duhur, setelah makan siang di warteg. Naik grab dan turun di Manggadua Square, di sana ada shulter bus bandara. Aku baru tahu bahwa di tempat ini bus bandara.
          Dari Mangga Dua menuju bandara soekarno-hatta memakan waktu 40-an menit. Itu cukup cepat, karena biasanya harus memakan waktu 1 jam-an bahkan lebih. Untung sebelum terbang, aku sudah searching banyak-banyak di internet, termasuk di mana terminal maskapai yang aku pakai nanti. Jadi aku turun terakhir dari bus, tanya sana-sini dan masuk di ruang tunggu. 

Di mangga dua~

          Sebelum itu, aku ceck-in secara mandiri. Jadi kaya disediain mesin gitu untuk ceck-in, jadi bisa pake scane atau memasukan kode booking untuk mencetak tiket boarding pass. Dan ketika aku ceck-in, ada seorang bapak di sampingku tampak kesulitan di depan mesin ceck-in. Aku  membantunya, tapi tidak bisa, sepertinya ada masalah yang aku tidak tahu.
          “Bapak tanya petugas saja.”
          “Oh iya, terima kasih.”
          Logatnya begitu asing di telingaku, di tiket yang dia pegang, dia akan terbang ke Malaysia.
          “Bapak dari Malaysia?” tanyaku sebelum kami berpisah.
          “Iya.”
          Perkiraanku benar.    

***
Sial, mungkin karena terlalu panik atau apa, aku tidak membawa air minum. Jadi aku membeli air minum di bandara, dan harganya 11 ribu, iya 11 ribu! Padahal itu cuma air putih dalam kemasan, tapi mungkin karena ini di bandara jadi harganya mahal ya. Saya sempat kaget ketika aku bertanya harga air ini berapa dan masnya bilang sebelas ribu, ketika itu aku kelimpungan dan seketika mual. Ndak nyangka aja, yang biasanya cuma tiga ribu, jadi sebelas ribu, berapa kali lipat tuh..
          Ditambah ketika aku memberikan uangnya berupa ceban dan dua ribuan, dan masnya nanya apa aku punya seribuan, aku jawab ndak punya, firasatku mulai ndak enak, lama kemudian aku bilang,
          “Yaudah, ngga apa-apa.” Sambil senyum, dan aku curiga apa yang masnya lihat ketika aku senyum, mungkin itu sebuah wajah yang penuh dendam.
          Jadi intinya kukatakan padamu bahwa aku masih berumur 17 tahun, bukan 23 tahun, dan 16 November nanti aku berumur 18, aku berharap nanti ada yang memberi kado satu pak beng-beng. Serius.

Bersambung~> MOTOR-MOTORAN DI BALI


Comments
0 Comments

Posting Komentar