ENDAS




Malam tiba membawa gelapnya, hujan mulai rintik, rerumputan menghalangi jalan pemuda itu, bajunya sudah tidak lagi memberikan perlindungan dari dingin, celananya compang-camping, dia menggigil. Sendirian.

Dilewatinya  persawahan, jalanan setapak dipaksa mengantarkan ke sebuah perkampungan yang dilihatnya dari kejauhan. Sekarang dia mempunyai tujuan.
Sampainya di komplek perkampungan, ia melihat satu rumah yang di terangi damar[1] di sudut depan rumah, hanya rumah itu yang masih terlihat berpenghuni dari beberapa rumah gubuk lainya.

Di dekatinya rumah itu, sandal sempat terjebak di lumpur masih digunakannya walau penuh dengan tanah yang mengering.
 ‘tok, tok, tok‘
“Permisi... ada orang??“  ‘kreeaaak’ pintu itu terbuka.
“Iyah? Siapa?“
“Nanti saja saya jelaskan, sekarang ijinkan saya untuk masuk, saya mohon“

Hening tiba, “siapa pemuda ini, pakaianya tak pantas, wajahnya, tapi... seperti orang kota, hmmm... kasihan, mungkin dia tersesat“ batin Nenek tua pemilik rumah gubuk itu.
“Nek, saya mohon, untuk malam ini... saja “
“Baiklah Nak, masuklah, masuk “
“Terimakasih, Nek“

Pemuda itu memasuki rumah gubuk nenek tua. ‘tap, tap, tap’
“Duduklah Nak, tunggu, Nenek akan ambilkan air “
“Iyah Nek, terimakasih“

Pemuda itu duduk di bangku tua yang leot, berdebu, terbuat dari bambu yang sudah kering coklat. Setelah Nenek tua itu datang dengan membawa segelas air hangat, dia duduk lebih dekat dengan pemuda itu.
“Sekarang, ceritakan darimana asalmu?“ tanya Nenek itu.
“Begini Nek, saya datang dari kota, saya kabur dari kejaran polisi“
“Hah!? Apa yang telah kamu perbuat?“ Nenek tua itu kaget dan penasaran. Wajahnya semakin sangar.
“S-sa-saya membunuh Istri saya, Nek “
“Apahh!?“ keget Nenek keriput itu.

Semilir angin menumbus dinding rumah yang terbuat dari bilik bambu, pepohonan riuh bersuara, menambah suasana mencekam diantara mereka.
“Lalu, tujuanmu apa ke kampung ini?“ tanya Nenek tua yang sudah kriput dan bongkok.
“Saya ingin mencari kehidupan baru yang bahagia, jauh dari masa lalu yang kelam“ pemuda itu memelas, suranya seperti merintih.
“Hm... “
“Ngomong-ngomong, Nenek tinggal sendirian disini?“ pemuda itu memecah suasana agar segera mencair.
“Tidak, tapi berdua dengan Kakek “
“Lalu, dimana Kakek?“
“Tepat di sampingmu“ Nenek tua itu menunjuk tepat ke bangku sebelah pemuda yang kebingungan itu.

“apa Nenek ini hidup bersama suaminya yang sudah tak bernyawa? Atau... dia itu gila? Ah...“


                                                    ****


Semilir angin terus menumbus dinding rumah, pepohonan juga tak henti bergemuruh.
“Sekarang, pergilah“ usir Nenek itu.
“Tidak bisa Nek, saya juga tidak tau dimana saya sekarang, saya mohon, ijinkan saya bermalam disini“
“Baiklah, tapi... ada syaratnya“
“Apa syaratnya? Pasti akan saya penuhi“ pemuda itu merengkuh tangan Nenek tua dengan penuh harapan bisa bermalam di gubuknya.
“Begini, sudah setangah tahun desa ini tidak turun hujan, biasanya ada ritual yang dilakukan dengan memberikan sesajen, tanpa itu, hujan tidak akan turun“
“lalu, Nek ? “
“Sesajen itu adalah kepala kerbau, tapi, semua kerbau disini sudah mati kekeringan“
“Lalu, Nek?“ pemuda itu mulai gentar.
“Maukah kamu dijadikan sesajen itu, pasti hidupmu akan damai disana, kamu akan selalu dikenang di desa ini“
Pemuda itu sontak kaget bukan kepalang, heningpun kembali mendominasi, angin-angin dingin masih bergelud dengan pemuda itu, perutnya juga lapar.
“Hmm... baiklah Nek, tapi, beri aku makanan dulu“ kata pemuda itu.
“Terimakasih Nak“
“Iya, sama-sama Nek, inilah tujuanku, aku ingin mendapatkan hidup baru yang jauh dari masa lalu yang kelam“ pemuda itu meyakinkan Nenek tua yang mudah saja mempercayainya.
“Baiklah, tunggu, akan Nenek ambilkan makanan “
“Iya, Nek “

Nenek tua bongkok itu menuju dapurnya, diambilnya buah-buahan untuk pemuda kelaparan yang akan bermalam di gubuknya.

                                                           
                                                       ****

Setelah makan, mereka masih duduk di tempat yang sama tadi.
“Nak, kamu sudah mengentuk?“ tanya Nenek tua itu.
“Iya, Nek, dimana saya bisa tidur?“
“Kamu bisa tidur disini nak “ Nenek itu menunjuk amben[2] yang tak jauh dari bangku yang meraka duduki.
“Baiklah, Nek “

Nenek bongkok itu pun menuju kamarnya, diambilkannya sehelai selimut untuk pemuda itu.

Malam yang sunyi mengantarkan kecemasan bagi si pemuda, hatinya tak tenang, tapi, ia sudah menyiasati akan semua ini.
Mana mungkin aku mau begitu saja kepalaku di jadikan sesajen, aku hanya ingin bermalam di gubuk ini, bukan untuk mati. Untung saja pemilik gubuk ini adalah Nenek tua. Hm... Baiklah, pagi buta aku akan pergi dari sini, sekarang, nikmati saja semuanya “ batin pemuda itu.
`
Terlelaplah ia dalam tidur pulas, ia nampak nyaman di amben, nafasnya satu-satu berdesakan keluar dari lubang hidungnya, dengan sepi ia bermalam di gubuk Nenek tua, dan ia tak tau apa yang akan terjadi esoknya.

.
                                                                         ****

Malam terlewatkan sangat singkat, pemuda itu masih pulas bersama tidurnya, sampai fajar tiba ia masih tidur, pagi buta sudah meninggalkannya.
Nenek tua itu sudah terbangun dari tidurnya, ia nampak sudah siap dengan parang di tangan kriputnya, ia akan mengiringi nasib pemuda itu yang hidup tanpa arah dan beberapa detik lagi akan bercerai dari jiwa dan raga kepunyaanya. ‘clek!!’

Putuslah kepala dan badan dari pemuda itu, tapi, ia masih bisa bangun dari tidurnya tanpa kepala dan lalu diambilnya parang dari tangan Nenek tua itu yang ternyata adalah Penyihir. Lalu, di tebasnya oleh si Pemuda tepat di leher penyihir itu. Gubuk tua menjadi saksi pertikaian mereka yang mengakibatkan banjir darah yang terus bercucuran disana-sini....



[1] sejenis lentera/lilin.
[2] sejenis kasur yang terbuat dari bilik bambu.

Visi, Misi dan Kegiatan Mading SMK N 11 Jakarta

Visi:
Meningkatkan ‘minat baca’ Siswa/i SMK N 11 Jakarta, sehingga berwawasan luas.

Misi:
1.     Menjadikan membaca sebagai budaya.
2.     Membandingkan ‘diri sendiri’ dengan dunia luar yang dinamis.
3.     Ajang kreativitas Siswa/i SMK N 11 Jakarta.
4.     Menyalurkan bakat.
5.     Memberi informasi yang konkret dan dapat dipertanggung jawabkan juga menarik.
6.     Saling berbagi ilmu (Seminar).
7.     Lebih mengenal SMK N 11 Jakarta (guru, staf TU, murid, maupun pedagang kantin).

Kegiatan:
1.     Siapa saja (siswa/i SMK N 11 Jakarta) boleh ikutserta mengisi Mading SMK N 11 Jakarta, dengan ketentuan dan syarat berlaku.

2.     Mengadakan kuis mingguan: menulis Artikel, Cerpen, Puisi/Prosa, ataupun Diary (berhadiah) bagi seluruh siswa/i SMK N 11 Jakarta.







Kritik dan saran silahkan mention/DM ke @Madingnya11__
Jangan lupa diFolow dulu yah ... ^_^

KETUA REDAKSI: AFSOKHI ABDLLOH

Bisa dikatakan pria sejati?

Rasa takutku sudah sirna karena ‘cinta’. Sekarang, aku berdiri di pintu dojo[1] dan di hadapanku sudah banyak orang yang dibanting, membanting, saling mengunci dan masih banyak lagi, matras pun terus bergetar. ‘Bagh, bahg, bagh’
Kuniatkan untuk masuk di club Judo[2] ini, niat awalku adalah hanya ingin bertemu dengan wanita yang sudah memberiku janji –“Kamu bisa dikatakan pria sejati jika bisa mengalahkanku di pertarungan Judo.”
Dia memang seorang wanita, tapi perawakanya seperti bener-benar atlit yang terlatih. Pun wajahnya cantik nan manis. Aku suka.

Dengan hati-hati, kumasuki dojo.
“Hay!” seorang menepuk pundaku dengan kencang dari belakang, dia wanita yang kutunggu – Ocha Aurora, dia yang sudah mendatangakanku sampai disini.
Dia sudah menggunakan judogi[3]-nya dan sabuk coklatnya dibiarkan menggantung di pundaknya dan bergelayutan di dadanya.
“Ha-hay juga,” jawabku.
“Ayo, kuantar ke tempat pendaftaran, gratis lho...,”
“I-iyah.”

Langkahku semakin berat, kulewati pinggir-pinggir matras dojo, dan terlihat jelas, keringat bercucuran dari pejudo-pejudo itu. Matras dojo terus bergetar karena bantingan terus datang bertubi-tubi tanpa henti.
“Cepat...!” Ocha menarik tanganku. Aku pun dibuat pontang-panting olehnya.

Akhirnya, sampailah di tempat pendaftaran. Aku mengisi formulir dan kububuhi tandatangan, di sana jelas terlampir; jika ada cidera ringan/serius, ditanggung oleh pendaftar.
“Di sini latihannya keras, kamu harus bisa menyesuaikan dengan teman-teman barumu, semua pejudo harus disiplin dan menaati peraturan.” Aku hanya bisa menganggukan kepala mendengarkanya – pemilik club judo.
“Ini,” lanjutnya, ia memberiku judogi lengkap dengan sabuk putih.
Ocha memandangiku dengan senyumnya yang manis, sepertinya dia senang mempunyai teman baru di club ini.
“Ayo mulai latihan,” ajak Ocha.
“La-latihan?”
“Iyah.... Kamu ganti baju dulu.”
“Oh, iya.”
“Aku tunggu di matras sana yah....”
“Iya.”

Ia berlari meninggalkanku, sudah ada teman-temanya menunggu di tengah-tengah matras yang luas, bisa dikatakan Ocha adalah pejudo senior. Buktinya dia sudah sering memenangkan kejuaraan judo pelajar/umum tingkat daerah atau pun nasional – dia pernah menceritakan itu padaku.

                                     ***

Tepat seminggu kemarin, ia mengajaku untuk bergabung di club judo ini. Semua itu sudah kupikirkan ratusan kali. Aku juga sudah mencari informasi tentang yang namanya Judo, benar saja, resiko menjadi pejudo itu sangat banyak; patah tulang, sepertinya sudah biasa bahkan menjadi makanan sehari-hari.

Tapi, karena hati ini yang sudah dicurinya, rasa takut pun sirna seketika. Aku mencintainya, aku ingin selalu melihatnya, melihatnya dan terus melihatnya. Sehari saja tidak melihatnya, semalaman aku tidak bisa tidur karenanya. Inilah langkahku untuk bisa selalu bertemu dengannya – masuk club Judo, walau ini sangat-sangat berisiko untukku. Ini demi Ocha Aurora.

                                     ***

Setelah siap dengan judogi baru ‘milikku’, aku berjalan menyusuri matras dengan hati yang berdebar-debar, aku melihat banyak wajah-wajah garang, keringat bercucuran di sekujur tubuh, perban di mana-mana.... akhirnya, sampailah aku di hadapan Ocha.
“Aduh.... ini salah cara pakai sabuknya,” kata Ocha yang tersenyum pada sabukku yang masih sangat kaku – baru.
“Hah? Ini salah?”

Ocha pun membenarkan sabuk putihku. Dia melepas ikatanku yang salah tadi, aku hanya bisa terdiam dan mengangkat kedua tanganku agar memudahkanya untuk membenarkan sabuk ini dari pinggangku.
“Nah, ini baru....”
“Wah, iyah, bagus Cha,” aku tersenyum padanya.
“Belajar yah....,” dia tersenyum padaku, wajahnya manis sekali ....

‘prittt ....’ suara pluit yang ditiup sense[4] mengintruksikan untuk segera berbaris.

Dengan tertibnya, semua pejudo berkumpul dan berbaris, tapat jam 8 malam ini latihan akan dimulai.
“Mulai pemanasan...!” intruksi sense.
Seketika, semua pejudo membuat lingkaran besar dan menyisakan Ocha di tengah, dia yang memimpin pemanasan malam ini.

Aku ikut lingkaran itu, di antara badan-badan kekar dan wajah-wajah sangar. Hanya aku yang masih bersabuk putih.

***


15 menit kemudian pemanasan selesai, selanjutnya Hochikome[5], kali ini semua pejudo berpasangan dan mencoba mengeluarkan tekhnik-tekhniknya dengan membanting pasangannya itu. Sekuat tenaga....!

Kakiku menjadi lemas, seperti tak bertulang. Matras terus bergetaran, bertubi-tubi bantingan berdatangan.
“Hey! Kamu nggak ikut latihan?” seorang pejudo mengagetkanku.
“Iyah, ini lagi belajar, jadi, banyak-banyak melihat dulu.”
“Ahh.... nggak usah banyak teori. Praktek langsung!”
‘bugh’ aku dibantingnya dan terkapar di matras, rasanya sakit sampai ke tulang-tulang. Ketika aku mencoba berdiri, mataku samar-samar melihat orang yang membantingku tadi, wajahnya hitam seperti arang.
“Enak, kan?” ledeknya.
‘bugh’ aku meninju tepat di pipi kirinya yang keras – kepalanku merah.
“Kurang ngajar...!” dia kembali ingin membantingku.

“Sudah!” sense menghentikan perkelahian kita – aku dengan laki-laki hitam itu, dia masih sabuk kuning.

Aku pun diasingkan, aku duduk disamping matras ditemani sekardus air gelas, juga dengan menahan rasa sakit di pundak kiriku yang jatuh terbanting.
Di pinggir matras, aku hanya bisa melihat Ocha dengan kepiawaiannya melakukan tekhnik-tekhnik bantingan judo, dia tetap terlihat cantik.

‘prittt....’
Bunyi pluit tanda istirahat, semua pejudo berjalan ke arahku, badan yang besar, kekar. Judogi mereka masih berantakan, wajah-wajahnya sangar, dan sabuk mereka digenggam erat, penuh dengan keringat; melihatnya, rasanya aku ingin lari jauh dari sini.

Tubuhku beku di samping sekardus air gelas, mereka mengambil air itu satu-persatu. Ditusuknya air gelas itu dengan tangannya, lalu diminumnya tanpa jeda.
Sampai latihan dimulai lagi, aku tetap di pinggir matras menahan sakit. Tapi, semua rasa sakit itu terobati dengan melihat Ocha, Ocha, dan Ocha dari pinggir matras.****



[1] Tempat untuk latihan judo, berupa gedung.
[2] Bela diri asal Jepang, Judo juga dikatagorikan sebagai Olahraga, sering dipertandingkan di ajang Pesta Olahraga besar dunia.
[3] Baju judo, yang terbuat dari kain tebal (putih/biru)
[4] Guru/Pelatih (bahasa Jepang)
[5] Latihan membating dengan berpasangan –bergantian.






ini foto waktu 'penulis' (masih) Judo ^_^

Pengertian dan Contoh Soal VALAS


Adalah mata uang yang bukan mata uang dalam negeri. Harga valuta asing, disebut; krus. Krus umumnya dibagai tiga.
1. Krus beli, krus ini dipakai apabila pedagang valas (bank) menerima atau membeli valas. 
2. Krus jual, krus ini dipakai apabila pedagan valas (bank) mengeluarkan atau menjual valas.
3. Krus tengah, krus ini dipakai apabila terjadi pertukaran valas, antar bank (pedagang valas).
Soal;
Di Jakarta, pada hari ini ny Hinesti mempunyai  Rp15 juta dan tuan Sokhi, mampunyai US$1.500 . kurs US$ yang berlaku pada hari ini adalah 
Beli: Rp 12.000 Jual: Rp 12.500.
Ditanya;
a. Berapa US$ kah yang diterima Ny. Hinesti.
b. Bepara  kah yg diterima Tn. Sokhi.
 Jawab;
a. Ny; H= Rp 15.000.000 /Rp 12.500 * US$ = US$ 1,200
b. Tn; S= US$ 1.500 * Rp 12.000 =  Rp 18.000.000

Dirgahayu Gerakan Praja Muda Karana Indonesia ke-53

Selamat ulang tahun yahh Pramuka yang ke53. Yupz 53 tahun, udah ‘tua’ banget yah J Terima kasih juga buat Bapak; Boden Powel J yang sudah mencetuskan gerakan Pramuka sedunia atau sering kita panggil Bapak Pramuka sedunia. Terima kasih juga teruntuk; para pelatih, pembina, DKN, DKD, DKC pramuka. Atas jasa kalian ... kami bisa mengenal Pramuka J

Apasih Pramuka itu? Pramuka nggak Cuma panas-panasan di lapangan doangan lho .. Seorang Pramuka juga diajarkan untuk menjadi taat agama, pemimpin, disiplin, berani dsb, seperti terukir di Dasa darma & Tri satya.

Nah, pandangan kalian bahwa Pramuka Cuma panas-panasan di lapangan doangan.. tuh salah besar. Di Pramuka itu ... banyak banget yang namanya ‘Materi’ untuk dipelajari. Dari cara pemakaian Kompas, Menaksir tinggi, baris-berbaris, menabung, memimpin, sampai membuat suatu acara. Pokoknya banyak banget deh, gak bisa disebutin satu-satu.

Hampir semua eskul yang ada di sekolah, masuk katagori materi Pramuka. Beneran.
Di Pramuka juga ada yang namanya SAKA(Satuan Karya). Banyak dari kementrian di Indonesia membuat SAKA. Contohnya seperti; saka bayangkara, saka wirakartika, saka kalpataru, saka dirgantara, saka bakti husada. Dan masih banyak lagi.

Ohyah. Di kurikulum 2013 ini .. ekstrakulikuler Pramuka diwajibkan lho .. coba deh kalian lihat di raport. Pasti ada ‘Pramuka:’ gitu. Pasti deh.
Buat kalian yang ‘sudah’ Kurikulum 2013. Perlu kalian ketahui nih, tentang penilain teritegrasi; pengetahuan, keterampilan, sikap di Kur 2013, sebelumnya tuh sudah diterapkan di Pramuka Lho ..

Dan belum lama ini..  setiap hari Rabu, para guru sampai murid, diwajibkan memakai seragam Pramuka. Nggak tau kenapa, kalau saya melihat seseorang memakai seragam Pramuka tuh; Gagah , cantik-cantik gitu. Apalagi kalau pake seragam lengkap –kacu, tali kur, dan baju yang lengkap dengan ‘tempelannya’. Keren banget.
Eh. gak Cuma itu. Menurut sejarah, sebelum ‘Pramuka’atau  namanya adalah KEPANDUAN. Kepanduan ini adalah yang pertama kali mengibarkan bendera merah putih lho...

Ohyah.. bagi kalian Pramuka aktif, pasti tahu SK baru tentang seragam donk? Weh, tambah keren dakh tuh seragam, ada sentuhan baru di ujung lengan seragam Pramuka, pokoknya makin keren deh. Keren.

Kalau Menurut saya, anak Pramuka dengan anak yang tidak ikut pramuka tuh beda. Ya. Kenapa? Anak Pramuka tuh lebih disiplin, berani tampil didepan dan masih banyak lagi keunggulan dari Pramuka/Pramuki.

Scout (bahasa inggris Pramuka) tuh punya slogan yang sangat terkenal; “SCOUT TODAY LEADER TOMOROW” wow. Keren dakh tuh. Perlu kalian ketahui juga nih. Setiap negera di dunia tuh punya ‘pramuka’ atau ‘scout’ lho, setiap negara mempunyai lambang masing-masing.

Dan lambang  Pramuka Indonesia itu .. tunas kelapa. Kenapa? Karena .. pohon, buah, batang, daun, akar dan masih banyak lagi (kelapa) itu semua bermanfaat. J Nah... itu yang Pramuka Indonesia harapkan. Agar, para Pramuka/i Indonesia itu berguna untuk bangsa dan negera. Setidaknya para Pramuka/i berguna untuk keluarganya, lingkungan hidupnya, sekolahnya dll.

Masa orientasi siswa pandangan pertama


                                             Masa orientasi siswa pandangan pertama

 Hari pertama MOS, aku bertemu dengan salah seorang wanita peserta MOS yang sangat pemalu, disemua kegiatan MOS ia selalu munudukan wajahnya jika ada sorot mata yang mengarahnya.
          Sapu tangan hello kitty adalah teman sejatinya, ia sering berkeringat, berbeda dengan yang lain.
          Acara MOS hari pertama itu, akupun sudah memeperhatikannya. Aku berbeda kelas denganya, aku kelas 10 Adminisrtrasi perkantoran1 sedangkan ia 10 Akuntsi2.
          Ketika baris berbaris di lapangan dengan antribut MOS, aku berusaha mencari-cari name badgenya yang terbuat dari karton.
Ku tembus dengan mataku grumungan orang-orang yang menutupinya. Dan akhirnya aku melihat name badgenya dikalungkan tepat jatuh didadanya, namanya Selvi amelia.
          Di lapangan sekolah, banyak acara yang dilakukan untuk mengenal lingkungan sekolah. Entah kenapa, metaku sering meliriknya tanpa alasan.


                                                                      ****

        Akhir acara MOS dihari pertama, semua peserta MOS pulang ke rumah masing-masing, masih mengenakan atribut MOS. Aku berjalan dari gedung sekolah menuju jalan raya untuk menyetop angkot. Di jalan munju jalan raya, tak jauh di depanku ada wanita itu lagi. Kulaju dengan perlahan langkah kakiku, ternyata ia menaiki angkot yang sama denganku, segara kupacu langkah kakiku panjang-panjang. Ia sudah masuk ke angkot dan ku susul secepatnya.
        Begitu aku duduk di depanya, ia selalu resah, ia menjauhkan pandangannya ke depan, ia selalu melihat ke arah sopir, jadi, aku hanya bisa melihat wajah sampingnya saja. 
Mobil dan motor yang berlarian terlihat dari kaca nagkot, dan meberikan beground yang indah untuk wanita itu. Angin siang menghempaskan rambut panjangnya dan dibiarkan meliap-liup kesana-kemari. Angkot dalam keadaan sepi.
         Wajahnya merah merona, sapu tangannya masih digenggamnya menutupi mulutn, rambutnya panjang, ia berkaca mata, tahi lalat tepat dibawah mulutnya sungguh manis. “Kau wanita tipeku” batinku saat itu.
         Lama di angkot itu, perjalanan lumayan jauh, sebentar lagi tempatku turun. 
“Kiri bang!” teriakku. Seketika angkot berlambuh perlahan ke kiri jalan raya.
Ketika aku sudah menurunkan kakiku dan berjalan memasuki gang, ia –Selvi amelia- juga ikut turun, rok biru yang masih kaku diangkatnya dan perlahan ia turun dari pintu angkot. Dia separti seorang putri yang akan menyematkan kalungan bunga kepadaku.
Ia turun tepat di hadapanku, sukses mebuat jantungku loncat ke sana kemari bahkan ingin menggelinding di jalan raya. Namun, ku beranikan tekadku juga penasaran yang mendalam. Untuk lebih mengenalnya.
“Hay..  dimana kamu tinggal “ sapaku.
“Disana “ ia menunjuk ke lawan arus angkot tadi.
“ Hah, kamu kelewatan? “
“Emmm iyah”
“Kenapa bisa, Selvi? ... “ aku menyanyakannya dengan sok akrab.
“Ah, iyah, malu, aku gak pernah naik angkot, aku gak bisa berhentiinnya, tadi berangkatnya aku dianter  “
“Oh... aku anter kamu pulang yah “
“Hemm. Iyah, boleh “
Rumahnya lumayan jauh. Di perjalanan, ia sama sekali tidak berani mentapku, sebenarnya ia wanita yang cantik. “ di pandangan pertama ini  aku sudah jatuh hati padamu” hati kecilku berkata seperti tiu. 
Entah apa yang membuatnya menjadi sangat pemalu, tapi juga membuatku sangat ingin mengenalnya lebih jauh.


****

         
Sampai di rumahnya.

“Terima kasih yah .... emmm “
“Ochi ! “ sambarku.
“Ohyah, terima kasih Ochi “
“Iyah sama-sama Selvi... “
“Yaudah, aku masuk dulu yah “
“Iyah, hati-hati “
“Hati-hati kenapa? “
“ Hati-hati aku akan mencintaimu “ batinku.
Hening menguasai ketika ia bertanya “ Hati-hati kenapa?”. Aku tersenyum memecah keheningan itu, ia juga tersenyum, wajahnya mengarah kepadaku, ia sangat cantik, ternyata ia mempunya lesung pipi, manis sekali. Paru-paruku rontok untuk menghirup udara waktu itu. Dan ku hembuskan setelah ia mulai memasuki rumahnya. “ Hiuhh.. Selvi.... Selvi... “


****


Malam harinya, aku selalu memikirkanya, bayang-bayang wajahnya bergelayutan diatap kamarku, aku tidak bisa tidur. Aku hanya bisa membuatkanya puisi:

Aku bukan sang pemberani yang bisa membuatmu terlindungi dari mara bahaya ...
Aku bukan sang raja yang dapat membuatkanmu istana yang di dalamnya terdapat pelayan yang melayanimu sepenuh hati ...
Aku bukan awan yang dapat memberikan kesejukan ...
Aku juga bukan mentari yang dapat memberimu kehangatan ... 


Tapi, kau begitu pemalu, seakan kausangat lemah untuk menghadapi kehidupan ini ...
Aku akan bersedia melindungimu, bahkan apapun itu ...
Tapi aku butuh satu ...
Cinta darimu ...

~ Tidur ~