Pada sebuah pagi di
warung kopi, Warto Kemplung terus mengoceh tentang kejadian yang belum lama
terjadi. Tentang tentara Jepang yang mengepung Pesantren. Dan kemudian ia
bercerita tentang Mat Dawuk, seorang pria buruk rupa yang beristri gadis cantik
anak seorang ustad, tapi nakal, ialah Inayah.
Karena terlalu nakal,
Inayah memutuskan pergi ke Malaysia untuk merantau, di sana ia bertemu dengan
laki-laki yang hanya mau diajaknya kawin, tidak menikah. Hingga akhirnya ia
berkekasihkan seorang laki-laki yang posesif, laki-laki itu tidak mau
diputuskan oleh Inayah, dan ia sudah terlalu sering menyiksa gadis itu.
Dalam keadaan kabur
dari lelaki posesif itu, ia bertemu Mat Dawuk, pemuda yang satu desa dengannya
di Rembuk Randu. Ia menyelamatkan Inayah dari lelaki posesif itu dan
menampungnya di sebuah gubuk di mana Mat Dawuk tinggal. Di sebuah pinggiran
hutan di Malaysia. Mat bekerja sebagai pembunuh bayaran, tapi ia berjanji pada
Inayah, jika mereka menikah, ia akan berhenti dari pekerjaannya itu. Dari sini,
Mat mulai memikirkan masa depan--yang tak pernah dipikirkan sebelumnya.
Rumbuk Randu adalah
sebuah desa fiktif yang dikarang penulis. Ia digambarkan berada di tengah hutan
di pulau jawa, jauh dari laut dan pertanian. Orang-orang Rumbuk Randu
kebanyakan bergantung pada hasil tani di hutan, sebagaian lagi menjadi TKI di
Malaysia.
Novel ini sangat kental
dengan budaya Jawa. Karakter-karakter yang muncul dengan segala hal magisnya
juga sangat berkaitan dengan budaya Jawa.
Alur menuju konflik
dalam novel ini dibawa dengan tidak biasa. Pembaca akan terus bertanya-tanya,
apakah Mat Dawuk yang diceritakan oleh Warto Kemplung di kedai kopi benar-benar
nyata? Atau sebenarnya Warto Kemplung adalah Mat Dawuk?
Dengan cara bercerita
yang tidak biasa itu, sebagai pembaca aku merasa tidak bosan. Aku seperti tokoh
‘aku’ di novel ini yang mendengarkan cerita Warto Kampung di sebuah kedai kopi.
Cerita dalam buku ini bergaya 1001 malam. Di mana kita merasa didongengi oleh
penulis melalui tokoh Warto. Dan itu cukup mengasyikan. Saking asyiknya, kita
sampai hampir lupa bahwa cerita yang sedang kita baca adalah sebuah dongeng
dari tokoh fiktif juga.
Warto juga terkadang
menghentikan ceritanya dan meminta kepada para pendengarnya untuk memberikan
kopi dan rokok agar ia melanjutkan ceritanya. Cerita yang begitu detail dan
seperti seolah-olah Warto berada di dalam cerita tersebut, membuat para
pendengar ceritanya curiga bahwa itu hanya kisah bualan saja, atau memang Warto
adalah Mat Dawuk?
Novel ini berfokus
kepada emosi mat Dawuk yang seburuk rupa apapun, ia memiliki cinta dan belas
kasih kepada istri dan calon anaknya. Namun orang-orang jahat terus berdatangan
dalam hidupnya, dan membuatnya murka. Satu sisi kita akan bersimpati kepada Mat
Dawuk, sisi lain kita bisa memaafkannya sebagai tokoh yang penuh dosa di masa
lalu, sekarang ia adalah lelaki baik-baik.
Masalah dalam novel ini
muncul ketika orang-orang tidak setuju dengan pernikahan Mat Dawuk dengan
Inayah alias buruk rupa dengan cantik menawan. Keluarga Mat terus terusik dan
kita bisa merasakan emosi Mat yang bergejolak. Cerita berhasil dibawa ke tensi
yang paling tinggi untuk kemudian turun kembali perlahan. Seru sekali.