Membaca Novel Perdana Eko Triono: Para Penjahat dan Kesunyiannya Masing-Masing

Melalui program Columbus, para mantan badit dari tahanan ditempatkan di sebuah daerah bernama Jabelekat untuk membangun kota baru seperti Mexico, Tokyo, Sydney atau New York.

Parta Gamin Gesit merupakan salah satu bandit yang tinggal di Jabelekat bersama istrinya. Tahun-tahun pertama, mereka mendapat jatah beras dan barang pokok lainnya dari pemerintah, namun setelahnya, mereka mandiri. Seperti membuka lahan atau berbisnis. Semuanya dimulai dari nol.

Novel ini ditulis oleh Eko Triono, nama yang lebih dikenal sebagai cerpenis. Itu pula yang kuyakini ketika membaca novel ini, aku masih bisa mencium aroma cerpen.



Setting tempat novel ini adalah sebuah tempat yang bernama Jabelekat, tentu saja ini fiktif. Sebagai orang Cilacap, ketika mendengar Jabelekat, yang tergambar di kepalaku adalah sebuah tempat yang jauh. Diceritakan dearah itu awalnya kosong, kemudian diisi oleh para mantan-mantan bandit untuk membangunan kehidupan yang berarti.

Namun permasalahan mulai berdatangan, mulai dari Beruk maniak yang suka mengintip para wanita mandi, hingga monopoli dagang. 

Tentu saja dalam mengatasi masalah tersebut, kita tidak bisa membayangkan kehidupan normal seperti di sekitar kita. Ini adalah Jabelekat, daerah yang dihuni oleh para mantan bandit, bisa saja naluri bejat mereka keluar kapan saja.

Program ini (Columbus) digagas Presiden Republik. Dijalankan oleh Kementerian Transmigrasi. Tujuannya untuk mengirim bandit-bandit ke tanah baru. Agar mereka, kata Presiden, mengurangi jumlah penjara, konsumsi bubur sumsum, dan biaya cuci baju napi. Dan agar mereka menemukan hikmah kebijaksanaan dalam kebersamaan kembali dengan masyarat. (Hal. 18)

Maka setiap ada masalah, para penghuni Jabelekat akan konsultasi terlebih dahulu dengan orang paling pintar di antara mereka, orang yang diutus pemerintah untuk mengatasi masalah para penghuni Jabelekat.

Ia adalah Yusuf Yasa. Tapi anehnya, solusi yang dibawa oleh Yusuf Yasa terkesan nyeleneh. Ini membuatku berpikir ulang, bagaimana caraku membaca novel ini, haruskah dengan serius atau sedikit bercanda?

Misalnya saja dalam mengusir Beruk Maniak, Yusuf Yasa mengusulkan dengan membuat sayur bening dan sambal.

***

Novel diawali dengan akhir cerita. Jadi lembar-lembar selanjutnya kita akan membaca masa lalu bagaimana daerah itu sebelum adanya pemberontakan yang membuat Jabelekat ‘punah’ dari peradaban.
 



Dengan alur tersebut, pembaca agak sedikit kebingungan kalau tidak konsentrasi, karena bisa saja pembaca akan ling-ling: kemana arah cerita ini?

Seperti yang aku katakana di muka bahwa novel ini seperti mempunyai aroma cerpen. Itu karena menurutku apa yang ditulis oleh penulis begitu padat, rapat, tidak seperti novel yang biasa kita baca: lambat, runut, dan telling.

Ini adalah novel pertama penulis, dan tentu saja aku sangat mengapreasiasi usahanya untuk keluar dari zona nyamannya selama ini. 

Ending novel ini tidak terduga—walau akhir cerita sudah dibeberkan di awal novel—bahkan sukses membuatku berkata: bajingan!

Comments
0 Comments

Posting Komentar