Ada 20 negara ASEAN dan non ASEAN yang ikut serta. Wuah. Pasti keren kan?
Ketika saya tahu festival ini diikuti oleh negara luar, saya langsung berdecak kagum. Hebat juga Indonesia...
Saya kepoin twitter @aseanlitfet sampai beberapa hari. Dari sana saya menemukan beberapa acara yang dilaksanakan seperti di taman, kampus, yang akhirnya bermuara jua di Taman Izmail Marzuki, Cikini.
Namun saya hanya bisa datang pada festival itu pada tanggal 21 dan 22 Maret (acara ini dimulai pada 16 Maret).
Pagi itu, Sabtu 21 Maret, saya berangkat naik kereta dari stasiun Kota. Bersama seorang perempuan, sekelas dengan saya, namanya Ratna, kami turun di stasiun Cikini. Dari stasiun Cikini, kami sempat kesasar menuju arah TIM, tapi tak lama kemudian, kami menemukan jalan yang tepat dan benar, diberitahu oleh Kang Ojek di pertigaan.
Dari stasiun Cikini, sebenarnya tinggal jalan lurus saja dan taraa..., sampai di TIM. Tepat jam 10 pagi lebih sedikit, ternyata masih sepi di sana. Dan saya menjadi pengunjung pertama di booth Kampus Fiksi.
Setelah mendapat buku silabus dari Kampus Fiksi gratis dan melihat keadaan sepi. Ya, hanya ada beberapa orang yang masih mempersiapkan booth-nya, panggung, dan segelintir entah itu pengunjung atau panitia, hilir mudik di depan kami.
Jadi, kami memutuskan untuk ke 7 eleven yang tidak jauh dari TIM. Tak jauh dari 7 eleven ini, ada penginapan yang saya berani taruhan pasti itu tempat di mana Kak Vie, Kak Ayun dan Mbak Rina menginap. *abaikan*
Menunggu jam 12 di 7 eleven, akhirnya kami putuskan untuk shalat Duhur. Jalannya berkelok-kelok menuju masjid yang ada di komplek TIM. Tepatnya di lobi parkiran.
Beneran, saya sudah mandi!
Selanjutnya kami berjalan menuju panggung utama. Saya kasih tahu ya, di sini ada dua panggung; kalau panggung di dalam itu kebanyakan memakai bahasa Inggris, maklum, pembicaranya adalah tamu dari luar Indonesia. Karena itu, saya tidak berani masuk ke dalam, tidak ngerti apa yang diomongin lebih tepatnya begitu.
Di panggung yang satu lagi, di luar, kini sedang ada diskusi. Saya terlebih dulu tertarik dengan tumpukan buku yang tak jauh dari panggung. Ada dari penerbit Gagas Media. Di sana terpampang buku 'Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri' (karya Bernard Batu Bara), saya tertarik, dan membelinya.
Nah, ini bukunya, saya baca di kelas dan banyak yang pinjem :3
Sebelumnya saya sudah tahu penulisnya, yaitu Bernard Batu Bara, sudah saya follow twitternya juga. Dan kebetulan juga sekarang dia sedang di panggung, menjadi bintang tamu pembicara gitu.
Saya dan Ratna duduk, dan mengikuti diskusi. Kebanyakan, saya lihat yang datang di acara ini adalah para mahasiswa. Saya perhatikan, tidak ada yang seusia saya. Huh. Mungkin remaja seusia saya tidak suka sastra ya? Mungkin....
Yeah. Sekarang saya duduk ikut disukusi. Seru. Dan beberapa lama kemudian, langit mendung, gerimis, dan bertanda akan hujan. Saya dan Ratna memutuskan untuk pulang. Sebab dia juga ada acara.
Sampai di stasiun Cikini, segera kereta jurusan Kota melintas dan berhenti di hadapan kami, secepatnya kami masuk lalu sampailah di Kota. Hari yang lumayan melelahkan juga mengasyikan!
***
Esoknya, saya kembali ke festival itu. Bersama keempat teman saya: Fitria, Melna, Fany, dan Argi, mereka seusia saya. Jadi kami berlima, dua laki-laki dan tiga perempuan. Argi adalah teman sekalas saya, dan tiga perempuan itu berbeda sekolah dengan saya. Bahkan saya baru kenal dengan Melna dan Fany. Kalau Fitria? Dia sudah saya kenal jauh sebelum ini.
Lucunya, si Argi ini tidak mau kenalan sama ketiga perempuan itu. Entah dia gerogi atau apalah-apalah. Dasar #Argicowokgerogian:3
Kami berangkat dari stasiun Kota jam 2 siang lewat, dan sampai di Cikini jam setengah 3-an. Sebelumnya kami janjian berangkat jam setengah 2, tapi ya ada saja kendalanya, macet di jalan. Sempat juga saya beli air mineral di mini market ketika menungga ketiga perempuan itu di stasiun Kota bersama Argi. Dan tanpa saya sadari, ternyata uang saya tidak ada di kantung celana, wah malu sekali saya ketika pembayaran di kasir. Ada-ada saja... *garingwoy*
Tak lama kemudian (agak lama juga sih) tiga perempuan itu datang. Ya, saya tahu orangnya dan Argi tidak tahu. Yang saya tahu hanya Fitria saja. Saya melihat wajah Fitria di depan saya, di kerumunan orang. Lalu saya menuju ke arahnya dan segera naik ke kereta secepatnya.
''Yang mana orangnya?'' tanya Argi.
''Itu yang pake baju ijo,'' jawab saya.
''Emm...'' Argi bergumam. Entah apa yang dia pikirkan. Wajahnya tampak kebingunan. Di dalam kereta, kami sibuk masing-masing.
Seperti kemarin, kami berjalan menuju TIM, dan bersua dengan para pengunjung yang mayoritas para mahasiswa.
Acaranya pun sama seperti kemarin, tapi tampaknya kini agaknya lebih ramai, mungkin karena hari terakhir..., tadinya saya ingin ikut penutupan acara ini di malam hari. Mengingat saya membawa teman, ya saya urungkan, mungkin tahun depan ada kesempatan.
Bagi saya, acara ini tampaknya tidak terlalu meriah. Booth-booth-nya sedikit, buku-buku murah pun langka (saya jujur :3), tidak ada game dan monoton begitu saja, datar.
Saya kira acaranya akan lebih meriah, atau kerena saya salah datang di jam yang kurang tepat atau gimana, saya tidak tahu pasti.
Awalnya saya kira akan banyak pengunjung dan booth, lalu diadakan game. Tapi ternyata tidak, hanya booth yang memperkenalkan produknya dan komunitasnya saja, juga pembicaraan yang tak lepas dari dunia sastra.
Mungkin sebab ini pungunjung mudanya tidak terlalu banyak. Jadi, tampaknya sastra hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Ya saya tidak tahu pasti sih ya, tapi tampaknya begitu. Apa minat sastra di negeri ini sedikit? Ya mungkin saja...
***
Sempat kami berlima mengikuti diskusi di panggung yang di luar. Ada pembicaraan tentang komunitas. Ada dari Kampus Fiksi, Stomata, Fakta Bahasa dan Buku Jalanan (dari Malaysia).
Lucunya, adalah ketika dari komunitas Buku Jalanan dipersilakan berbicara. Menggunakan bahasa Malaysia, kadang saya tidak mengerti apa yang mereka katakan. Tapi sikit-sikit mengerti sih...
Asyik saya mengikuti diskusi ini, dan tepat pukul jam 5 sore, kami pulang. Saya melihat para perempuan itu, tampaknya mereka kelelahan, berkeringat, dan tak enak saya melihatnya.
Sampai di stasiun Cikini, kami menunggu kereta lewat. Tak lama kemudian kereta datang dengan gagahnya. Kami masuk, dan tak terasa sampai di Kota.
Akhirnya kami berpisah dengan membawa sekian pengalaman yang kami buat. Yeah, tak sampai di sini saja, kami juga menjadi akrab di medsos, termasuk Argi. Dia baru mulai melancarkan perkenalannya di twitter, dasar #ArgicowokADM :3
Nah, begitulah cerita saya di festival ini. Saya harap tahun depan akan lebih meriah lagi, lebih-lebih-lebih..., banyak pengunjung, banyak booth, dan pokoknya bakal bermanfaat bagi banyak orang, khususnya pencinta sastra yang, haus akan sastra itu sendiri.***
Afsokhi Abdullah
Barat Jakarta, 14 April 2015
Tambahan:
Mukanya ngajak ribut kan yah?
Keren-keren pembicaranya...!
Suasana festival
Ini saya.
Dari depan TIM
Jalan menuju pulang
Kelakuan :3
Sehabis dari festival ini, saya langsung ke toko buku, dan ini yang saya dapat! Yeee...! Terima kasih sudah meluangkan untuk membaca cerita saya ^_^