P [Cerpen]

saat ini saya ingin keluar rumah. sendiri menyusuri jalan sambil melihat langit sore. satu hal yang masih terus saya ingat, bahwa langit terbuat dari lautan lain di dunia ini. di sana ada kehidupan yang sama seperti di sini, dan saya meyakini itu dari kecil.

saat saya duduk di tepi jalan yang berdebu, seorang peri turun dari langit diiringi polisi awan yang berseragam oranye. mereka berjejer rapi dan angin sore meniup rambut mereka yang klimis dan rapi.

saya melihat mereka turun perlahan ke sebuah danau yang tak jauh dari tempat saya duduk. maka saya pergi ke danau itu dan menanti mereka mendarat. terlihat peri itu berpakaian serba putih dan bercahaya samar, sedangkan polisi awan mengenakan pakaian serba oranye dan tegap. saya jadi ingat pemuda pancasila.

saya duduk di tepi danau, tak ada siapa-siapa, hanya saja nyamuk mulai banyak bersarang di kaki saya. membuat kulit saya banyak yang bentol-bentol. tapi hal itu tidak menyurutkan antusias saya terhadap kedatangan makhluk langit itu.

jika orang melihat ke atas, seharusnya juga melihat seberkas jejak di langit seperti roket yang pergi ke luar angkasa. namun bedanya yang satu ini berwarna oranye dan berekor kekuningan.

saya melihat ke sekeliling saya begitu sepi, sebentar lagi malam bakal tiba. namun makhluk langit itu tidak juga sampai ke danau. saya jadi semakin bosan dan memanggil-manggil mereka.

“ayo cepat, turun!”

kata saya, yang saya sendiri nggak tahu apa tujuan saya berkata seperti itu. seorang peri di barisan paling depan seolah adalah panglima dari rombongan itu. saya menunjuk-nunjuknya sambil mengisyarakatkan untuk segera turun sebelum malam tiba.

tapi seolah seperti slow motion, mereka begitu terlihat lambat untuk sampai ke danau. maka saya mencari cara agar mereka bisa cepat sampai. saya memanggil orang-orang di sekitar danau untuk menyerukan peri agar segera turun.

tak lama, tepi danau sudah terisi oleh banyak orang. mulai dari tukang bakso, tukang ojek online, anggota DPR, hingga anak kecil, sampai bapak saya sendiri yang cuma pakai sarung dan bertelanjang dada. kami sama-sama menyerukan kepada peri untuk cepat turun sebelum malam tiba.

“Turun! Turun!”

teriak kami serentak. 10 menit lagi agaknya matahari sudah tak terlihat. peri itu tersenyum kepada kami dan mengangkat tongkatnya sambil merapal mantra. ketika ia mulai mengayunkan tongkatnya ke arah kami, terlihat bintang-bintang kecil gemerlapan di ujung tongkat itu, berputar dan akhirnya menuju ke arah kami.

entah apa yang terjadi selanjutnya, sore itu menjadi terang kembali. matahari menjadi dua: di barat dan timur. barat berwarna biru, dan timur berwarna kuning spongebob. semua itu terjadi hanya dalam sekejap mata.

saya melihat ke orang-orang sekitar, mereka juga kebingungan. apa yang terjadi?

peri akhirnya sampai di atas danau, ia mengambang berdiri di atas air. sedang polisi awannya menunggu di atas pohon-pohon.

“Apa maumu?!” tanya saya sambil berteriak.

peri bergeming, dan hanya memberikan seulas senyum yang siapa saja yang melihatnya akan setuju bahwa ia adalah wanita paling cantik yang pernah mereka lihat sepanjang hidup dan tak pernah terbayangkan kecantikan semacam itu di kepala manusia. peri itu berbadan sempurna, bercahaya tipis, dan aura itu, tak datang dari bumi.

“Aku akan membawamu pulang,” kata peri padaku.

aku tak mengerti dengan apa yang dikatakan peri. tapi detik selanjutnya badan saya terasa melayang, dan berpindah ke sampingnya. harum wangi menyeruak dari tubuh peri, yang sepertinya ini wangi surga atau semacam itu.

“Sudah tidak ada kata bermain,” kata peri, saya hanya diam dan meringis.

Bapak saya terlihat kebingungan dengan apa yang terjadi, ia hanya mematung di sana. sarungnya sedikit melorot.

lalu saya dibawa peri ke awan hanya dalam hitungan 5 detik, di sini saya diajarkan bagaimana menggunting kuku kucing raksasa. di sini saya diajarkan untuk merawat kucing raksasa ini, di atas awan. dia adalah sumber kehidupan, kata peri.

kami tinggal di antara bulu-bulu kucing, bersama orang-orang lainnya. dan sepanjang hidup merawat kucing ini agar ia bisa terus berpindah dari awan satu ke awan lainnya.

kata peri, saya terjatuh dari punggung kucing ketika umur saya 6 bulan. lalu ditemukan oleh keluarga manusia yang mengurus saya sampai detik ini. hari ini adalah hari kepulangan saya ke rumah setelah sebelumnya mereka memantau saya dari atas awan.

saya tidak menyangka ternyata benar di awan ada kehidupan.***

Zara [Cerpen]

Apa yang lebih menyedihkan dari kedatanganku padamu, Zara? Aku jatuh cinta dan memikirkan bagaimana cara melepasmu—di detik yang sama.

Aku menyukai semua yang melekat padamu, dan semua yang pernah melekat padamu.

Namun, bagaimana caraku untuk pulang, Zara? Aku tersesat di matamu yang lautan bunga, dan senyummu yang candu. Saat pertama kali melihatmu, aku adalah orang yang ingin menjadikanmu tempat ibadahku. Darimu aku mendapatkan surga, dan hanya padamu aku menyembah.

Zara, kuingin kamu tahu ketika mata kita bertemu, aku ingin menjadi angin yang bisa leluasa memelukmu. Namun, sama seperti angin, ia mudah berlalu.

Jika kamu dengar deru ombak, itu adalah jantungku saat bibirku mencium bibirmu. Sepotong bibir yang manis, dan katamu ini terbuat dari tebu yang kamu tanam di halaman rumahmu di dataran tinggi.

Saat jemariku bermain di antara helai rambutmu, Zara, aku adalah ikan yang tersesat sampai ke samudera, mencari ujung dunia namun yang kutemukan hanyalah kamu. Rambutmu adalah malam yang pekat, dan aku memujamu dari surau paling sepi di ujung jalan desa.

Tapi, aku ingin kamu tahu bahwa aku memikirkan bagaimana caraku untuk pulang, bagaimana caraku melepasmu. Kembali ke rumah yang telah kupupuk dari serakan patah hati yang tak pernah kamu bayangkan.

Saat sebelum bertemu denganmu, aku adalah manusia paling rapuh yang pernah berpikir menjadi abu adalah cara lain menjadi hidup.

Lalu kamu, Zara, katakan satu napas saja agar aku bisa paham kenapa dunia begitu menakutkan bahkan untuk orang dewasa seperti kita. Kamulah yang aku imani saat ini, kata-katamu adalah sabda, ciumanmu adalah obat lara.

Kumohon, Zara, jika kamu tak ingin aku di sini, buat aku menyesal karena pernah menatap matamu. Di sana setengah nyawaku terenggut, dan kamu permainkan, tak pernah kenal kata cukup.

Saat kamu memelukku, Zara, aku seperti menyentuh bulan di malam paling sepi dan dingin. Aku ingin memelukmu ketika kepalaku lebih ramai dari perang, lebih tajam dari parang. Aku hanya ingin pelukanmu dan wangi tubuhmu ketika aku tak percaya siapa-siapa.

Tapi, Zara, akhirnya kamu berkata bahwa wanita sepertimu tak pernah percaya segala hal yang mengikat. Kamu dan aku datang dari trauma yang sama, dengan awal dan akhir yang sama.

Aku tahu sejak awal kamu pun memikirkan hal yang sama ketika mata kita bertemu. Bahwa orang ini hanya singgah, dan suatu saat akan pergi seperti yang sudah-sudah.***


Juki [Cerpen]

Adalah sepasang mata Juki yang melihat perempuan itu melewatinya dengan begitu anggun. Pipi merah merona, rambut bergelombang sedikit pirang, dan bibir yang agak tebal seperti awan Jakarta malam itu. 

Juki baru saja bermandikan keringat, debu, dan pasir bak adonan di tubuhnya yang coklat. Ia sedang menunggu gantian mandi dengan teman satu mesnya, pekerjaan proyek hari itu selesai jam 11 malam.

Perempuan itu menyita perhatian Juki yang seperti baru saja kerasukan cinta pertamanya. Cinta yang sama saat ia di TPQ dan jatuh cinta dengan sepupunya sendiri. Meski kejadian sudah lama berlalu, tapi rasanya terkadang muncul dan bisa datang suatu saat di waktu yang berbeda, seperti malam itu.

Mata Juki bagai kucing di tengah kegelapan, ia menelisik jauh sampai perempuan itu tertelan gelap malam. Aku seperti melihat bidadari, gumamnya.

“Gantian mandi, Juk, nanti diserobot Si Kumbang,” kata temanya, Si Cacing, sekonyong-konyong mengganggu lamunan Juki yang mulai liar.

Juki cepat berdiri, dan berjalan ke kamar mandi yang terbuat dari triplek sisa proyek. Di sana ia mandi dan terus membayangkan lekuk tubuh perempuan yang baru saja dilihatnya.

***                                                                

Setelah beberapa hari di jam yang sama, Juki selalu memperhatikan perempuan itu. Akhirnya perempuan itu sadar akan keberadaan Juki. Saat Juki melihatnya mulai menjauh, terlihat samar lambaian tangan.

“Ia memintaku kesana?” gumamnya seperti orang tolol.

Juki yang saat ini bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek berlogo Manchester United, mendatangi perempuan itu dengan hati-hati. Layaknya anak kecil yang baru dikenalkan huruf abjad, Juki dengan saksama menelisik dari ujung kepala sampai ujung kaki perempuan di depannya.

“Mau apa kau?” ketus perempuan itu ketika Juki sudah di depan hidungnya.

Juki tak menjawab, kaku, kelu, seluruh tubuhnya dingin, menyatu dengan malam Jakarta saat itu.

“Aku tau laki macam kau, bajingan goblok yang mau menggadaikan masa depan untuk kesenangan sementara,” perempuan itu mendengus, “aku tau kau mau badanku.”

Juki menelan ludah, pupil matanya melebar, penglihatannya jadi lebih terang dari sebelumnya.

“Lima ratus ribu sekali main,” ucap perempuan itu, matanya kemudian memutar seolah tak sabar dengan sikap naif Juki yang sangat ketara.

“Mau nego? Bisa,” tambahnya.

Juki yang seolah tersirna oleh kecantikan perempuan itu–setidaknya menurutnya–kemudian mengeluarkan tiga lembar uang seratus ribuan dari saku celana logo Manchester Unitednya. Perempuan itu menerima.

“Ok, deal, ikuti aku dan jangan berisik.”

Juki mengikuti perempuan itu dari belakang seperti anjing yang menuruti majikannya. Ia melihat perempuan itu dari belakang yang terbalut kaos polos putih oversize dan celana jeans pendek sampai terlihat putih pahanya. Tubuh yang berisi, pinggul yang proporsional, dan kaki yang agak gemuk. Juki taksir umur perempuan itu di akhir 30an, sama sepertinya.

Juki sebenarnya sangat menyukai mata perempuan itu, yang terlihat tegas dan mengintimidasi, namun ia yakin sebenarnya di balik mata itu ada sosok yang rapuh dan penyayang.

Mereka sampai di depan sebuah kamar dengan pintu coklat yang terlihat cukup terawat, perempuan itu masuk disusul Juki. Matanya kosong, entah apa yang ada di batok kepalanya saat itu.

“Mandilah,” kata perempuan itu pendek.

Juki menuruti kata perempuan itu dan masuk ke kamar mandi yang tidak terlalu besar, hanya cukup untuk satu orang. Di sana ia temukan peralatan mandi seperti sabun, sikat, dan lainnya tertata rapi. Ia cepat mandi dan keluar dengan sehelai handuk biru berlogo Chelsea.

Juki duduk di ujung ranjang dengan sprei berlogo Barcelona yang mendominasi, kemudian perempuan itu mengelus pahanya. Juki hanya bisa diam dan menikmati sensasi itu, tangan perempuan itu terasa begitu lembut.

Kemudian perempuan itu mulai mendekatkan kepalanya ke pundak Juki, Juki semakin mencium aroma harum dari badan perempuan itu, wangi mawar, ya wangi mawar yang samar-samar.

Malam itu lampu kamar antara menyala atau tidak, tipis saja, Juki mulai bernafas tak beraturan, perempuan itu masih tenang dan terlihat profesional.

“Nggak usah tegang, goblok!” bentak perempuan itu pelan tapi nyelekit.

Juki hanya bisa mematung dan mencoba rileks.

Saat perempuan itu baru ingin mendaratkan ciuman di pipi Juki, terdengar satu pesan masuk ke hp Juki.

Juki yang melihat ke arah meja di mana hpnya tergeletak, melihat samar satu notifikasi SMS masuk, ia mengernyitkan dahi dan memfokuskan pandangan pada layar hpnya:

“Kamu belum kirim? Anakmu butuh susu.” Isi pesan itu terlihat di layar.

Juki, sekali lagi, hanya bisa mematung seolah terbius oleh harum perempuan itu yang membuatnya sangat nyaman berada di sana.

Tak lama kemudian, ia menyadari bahwa dirinya dan perempuan itu sudah tak menggunakan sehelai kain pun. Juki tak ingat apa-apa, dan tak merasakan apa-apa. Yang ia tahu pistolnya sudah lemas seperti kentang rebus.

“Sudah selesai,” kata perempuan itu.

Juki mulai berkemas dan sorot matanya melihat ke arah tubuh bugil perempuan itu, perempuan yang kemudian ia menyebutnya Si Mawar. Ia keluar dari kamar itu dan tak lupa hp android yang sudah ia kenakan dua buah karet di bodynya—karena terkadang baterai di hpnya tak berfungsi dan dengan mudah kapan saja drop—dibawanya dan dimasukan ke saku.

Ia pulang dengan berjalan menyusuri jalan gelap yang sama ketika ia datang ke tempat itu, tak jauh, hanya sekitar 30 meter.

Seolah tak terjadi apa-apa, ia kemudian tidur di mesnya dengan selembar kardus air mineral. Ia tak cerita kepada siapa-siapa, dan hanya tidur yang ia inginkan untuk saat itu. Tidur adalah pelarian paling murah yang ia tahu.

***

Hari-hari selanjutnya, ia hanya bisa melihat perempuan mawar itu dari kejauhan tanpa menidurinya. Karena ia tak punya uang lagi. Pada saat dimana ia mendapat bagian upahnya, ia datang ke tempat perempuan mawar itu dan tanpa tedeng aling-aling ia bilang, “Aku mau semalam denganmu.”

Dan malam itu Juki seolah terlahir kembali, ia begitu menikmati tiap sentuhan perempuan mawar itu. Bibirnya yang bau Samsu dilumat habis perempuan itu dengan saksama, dan lumatan lainnya yang membuatnya seolah berada di surga dan segala bentuk janji manis untuk orang yang berbuat baik selama di dunia.

Juki menikmati surganya malam itu, ia terkekeh, tersenyum, merengkuh, mendesah, di riuhnya malam Jakarta yang jahanam.

***

Esoknya uangnya lenyap, ia sudah habiskan di satu malam bersama perempuan mawar. Ia datang ke proyek dengan mata merah dan wajah tak menyenangkan, ia begadang sampai subuh untuk menikmati tiap detik bersama perempuan mawarnya.

“Semalam kau kemana?” tanya Si Kumbang, orang paling ditakuti di antara kuli dan tukang bangunan.

“Bukan urusanmu, aku mau kerja, jangan ganggu,” ucap Juki acuh tak acuh.

“Istrimu menelponku.”

“Peduli setan.”

“Katanya istrimu sudah lama tidak kau sentuh, aku menyuruhnya untuk mencoba sendiri atau kalau sudah tak tahan, aku bisa melayani saat itu juga.”

Juki cuma diam. Saat itu dadanya adalah api.

“Aku bohong,” Si Kumbang terkekeh, “istrimu menelepon Si Cacing karena malam itu kau tidak ada kabar.”

Juki sudah kadung diselimuti amarah, tanpa babibu, Juki meninju mulut Si Kumbang dan darah segar keluar begitu saja. Juki mengerang kesakitan, begitu juga Si Kumbang. Tangan Juki ikut berdarah karena terkena gigi depan Si Kumbang yang kuning kecoklatan.

Tak lama kemudian area proyek sudah seperti arena tinju bebas dadakan. Tak ada yang melerai, karena semua sudah benci dengan si Kumbang dan ini saatnya melihat orang yang berani mati melawan jagoan itu.

Si Kumbang pun balas menyeruduk Juki sampai terpelanting di tumpukan pasir yang baru saja datang pagi tadi. Juki berusaha berdiri, orang-orang mengerumuni mereka dengan menyemangati Juki. Juki yang tidak memiliki ilmu apa-apa, hanya badan yang ia tempa di tempat proyek, mengandalkan nyali dan keberuntungan.

Juki mulai mendekati Si Kumbang dengan perlahan, ia pasang kuda-kuda, begitu pula si Kumbang. Orang-orang sorak sorai meneriakan nama Juki berkali-kali, ia adalah pahlawan bagi mereka.

Juki dan Si Kumbang sama-sama mengamati pergerakan masing-masing, saling memutar otak dan strategi untuk mencari celah untuk menyerang dengan telak.

Ketika melihat Si Kumbang ingin menyeruduknya lagi, Juki langsung melemparkan pasir tepat ke arah mata Si Kumbang, pasir yang ia rengkuh dari kejatuhan pertamanya tadi. Pasir itu otomatis membuat penglihatan Si Kumbang kabur dan menjadi kesempatan Juki untuk menyerang.

Sorak sorai semakin bergemuruh ketika Juki mulai meninju telak rahang Si Kumbang, yang membuat badan besarnya mulai goyah, Juki kembali meninju perut Si Kumbang, kemudian menendang dengkulnya sekuat tenaga sehingga membuat Si Kumbang terjatuh ke depan.

Hal itu dimanfaatkan Juki untuk mencekik dari belakang dan kesempatan itu tak ia sia-siakan, cekikan Juki yang bercampur tabungan amarahnya dan teman-temannya membuatnya begitu bersemangat.

Sedang Si Kumbang terus mencoba melawan, ia sekuat tenaga menjatuhkan Juki yang berada di atas badan besarnya. Tapi siapa saja yang melihat perkelahian itu akan tahu siapa yang akan kalah.

Tubuh Si Kumbang mulai lemas, nafasnya sudah sulit karena lengan Juki sudah seluruhnya masuk ke lehernya. Seperti kesetanan, Juki ingin membunuh Si Kumbang saat itu juga. Namun Si Cacing yang melihat Si Kumbang sudah tak berkutik, melerai perkelahian itu.

Si Kumbang terkapar seperti tai kucing, kemudian Juki diarak oleh teman-temannya.

“Juki, juki, juki, juki!”

Orang-orang mengelu-elukan namanya. Ketika ia berada dalam kesenangan, ia melihat ke luar, ke arah jalan yang biasanya orang lalui, ia melihat perempuan mawarnya, perempuan itu tersenyum tipis, dan Juki membalas senyumnya dengan memberikan ciuman jarak jauh ala remaja baru kasmaran.

“I lope you,” kata Juki mengikuti yang di film-film.

Meski tak ada yang tahu apakah yang berada di sana benar perempuan mawar yang dimaksud Juki.

***

Beruntungnya, atas kejadian perkelahian tersebut, tidak ada yang mengadu pada mandor. Semua kuli dan tukang senang karena Si Kumbang sudah hancur harga dirinya. Membuat mereka jadi lebih leluasa bekerja tanpa takut diusili oleh Si Kumbang yang sering kelewatan.

Malamnya, Juki datang ke tempat perempuan mawar itu, dan disana ia disambut dengan baik. Perempuan itu membantu Juki menyembuhkan luka-luka kecil di tubuhnya yang keras seperti beton dengan kapas dan alkohol.

Bak pasangan baru, mereka kemudian berciuman, bercumbu, dan bercinta sampai pagi.

“Hari ini gratis, besok bayar, ya.”

Juki hanya meringis mendengar kata-kata itu keluar dari mulut yang sama yang melumat tiap jengkal tubuhnya, dan ia mulai menyalakan rokok samsunya, mengebulkan asapnya perlahan. Pikirannya mulai tenang, dan bergumam: sedang apa istriku sekarang?***

The White Tiger: Tentang Kerasnya Kelas Sosial dan Dendam Mendalam

saya merasa lega kerena bulan Januari ini ditutup dengan film bagus. sebuah film yang benar-benar selera saya.

The White Tiger bercerita tentang perjalanan seorang pria kasta rendah di india dalam usaha mengubah nasibnya. kelas sosial seperti ini memang terjadi di mana-mana, jika kita lahir dari keluarga miskin, mau pintar sekalipun, kita hanya memilki sedikit peluang untuk hidup lebih baik.




Balram, tokoh sentral dalam film ini, menyadari itu, analoginya: bahwa ayam-potong yang terkurung di sebuah kandang dan ia tahu nantinya akan dipotong, tidak akan/bisa melakukan perlawanan. Balram mencoba untuk keluar dari kandang itu dengan berbagai cara. baginya, hanya ada dua cara untuk menjadi sukses jika kita terlahir miskin: melalui kriminal atau politik.

ini adalah film yang dapat menggugah hati siapa saja. emosi Balram dalam film ini dapat kita rasakan. bagaimana ia diperlakukan oleh majikannya dengan semena-mena, membuat tabungan dendamnya semakin memuncak. dan semua itu tersampaikan dengan baik.

saya menemukan aroma film Pariste (2019) kali ini, semacam dendam yang mendalam dari kelas sosial rendah terhadap kelas atas. sebuah emosi yang barangkali saya dan kamu juga rasakan jika berada di posisi itu. hal yang membuat kita mulai berpikir bahwa dunia sama sekali tidak adil untuk orang yang terlahir miskin.

saya sangat suka bagaimana cerita berjalan, alur yang maju-mundur serta cerita yang berlapis-lapis membuat film ini istimewa. pergerakan kamera untuk mengantarkan emosi pemain kepada penonton juga salah satu hal yang membuat saya sangat menyukai film ini.

pada akhirnya, The White Tiger merupakan film penting dan wajib ditonton untuk mengisi awal tahun yang tidak seberapa menarik ini.***

Mindset Sederhana Sebelum Memulai Investasi

sepengalaman saya berinvestasi dan mengikuti akun-akun yang berbicara investasi serta ikut bergabung di grup telegram hingga facebook, saya selalu menemukan orang-orang yang panik ketika portofolionya merah. 

atau dengan kata lain, uang yang mereka investasikan berkurang.




setiap investor pasti pernah mengalami kerugian, tapi selama uang di portofolio tidak ditarik ya tidak terjadi apa-apa. orang-orang yang panik seperti ini kemungkinan adalah orang yang tidak menentukan tujuan investasinya. 

orang dengan tujuan investasi tentu saja akan bodo amat dengan portofolio hijau atau merah, selama tujuan itu belum tercapai ya tidak usah diambil pusing. 

ada juga investor yang ketika melihat portonya merah, ia akan menambah muatan. sebab ia sudah yakin dengan pilihannya tersebut dan yakin suatu saat nilainya akan bertumbuh. 

keuntungan dari investasi yang paling menonjol adalah dari selisih beli dan jual kita terhadap instrumen itu. 

secara logika, ketika pasar sedang merah artinya itu adalah saat yang bagus untuk beli, dan ketika pasar hijau adalah saat yang bagus untuk jual. 

dan tentu saja untuk investasi selalu gunakan uang dingin, jangan gunakan uang panas yang kalau uang itu hilang, kamu jadi benar-benar kepanasan.

akan lebih baik kamu persiapkan dana darurat terlebih dahulu. 

ada banyak instrumen investasi, yang tren belakangan ini adalah saham. sebelum memutuskan invest di saham, kamu harus memahami betul-betul apa yang kamu beli. 

kamu harus meluangkan waktu untuk belajar dan memperhatikan pergerakan pasar. 

jika kamu tidak ada waktu dan ingin investasi yang santai, reksadana bisa jadi pilihan, meski tampak santai, kamu juga harus pelajari setiap reksadana yang kamu ingin beli ya. 

ada namanya fund fact sheet, di mana kamu bisa membaca data-data yang kamu butuhkan untuk selanjutnya yakin membeli reksadana tersebut.

perlu diperhatikan bahwa hasil investasi di masa lalu tidak menjamin hal serupa di masa depan. 

Kenapa IHSG Terus Naik di Situasi ‘Seperti Ini’?

Saya bertanya kepada seseorang yang bekerja di sekuritas tentang bagaimana pendapatnya mengenai IHSG di 2021. dan saya mendapat jawaban yang cukup mengagetkan.

menurutnya IHSG akan terus naik di tahun ini dengan pertimbangan semakin banyak orang yang punya uang tapi bingung mau dikemanakan. membeli saham adalah salah satu usaha lain untuk mendapatkan keuntungkan dibanding usaha mainstream.




semakin banyak modal, semakin tinggi juga berkesempatan mendapat keuntungan. tapi jangan lupa ada risiko rugi juga. gunakan 'uang dingin' untuk membeli saham adalah salah satu syarat paling sederhana yang kadang dilupakan.

membeli saham tentu saja sama dengan kita membeli perusahaan tersebut. walau persentasenya sangat kecil. artinya usaha yang di mana perusahaan kita beli sahamnya, itu termasuk usaha kita juga, kita ikut dalam kepemilikan.

dan investor domestik tercatat mengalami pertambahan 42% di tahun 2020. meski masih jauh jika kita bandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.

yang menarik, ketika hari pertama 'PSBB ketat' pada tanggal 11 Januari kemarin, yang menurut prediksi banyak orang IHSG akan turun dan bersiap untuk membeli saham incaran, IHSG malah menunjukan fakta sebaliknya. artinya isu seperti pembatasan dan sebagainya sudah tidak berefek lagi terhadap kinerja IHSG. atau ada anomali lain yang tidak bisa kita pahami.

yang pasti, kembali ke konsep penawaran dan permintaan. jika semakin banyak permintaan, maka harga semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. semakin banyak orang yang membeli saham, artinya harga akan naik.

ya, meski tidak semudah itu. ada banyak faktor yang memengaruhi harga saham, mulai dari isu perusahaan, hingga tekhnik fundamental dan tekhnikal untuk melihat harga wajar.

boleh setuju, boleh tidak.

Soul (2020) dan Semua Omong Kosong Tentang Passion

passion, singkatnya, adalah ketika kamu melakukannya, kamu mau menggadaikan waktumu hanya untuk itu. hal yang jika kamu lakukan, kamu mengeluarkan semua potensi dalam dirimu. ada fase yang disebut 'zona' di mana kamu antara sadar dan tidak sadar ketika melakukannya. sebuah buku yang fenomenal tentu saja ditulis oleh penulis yang memasuki zona ketika menuliskannya. sebuah gol spektakuler lahir dari pemain yang memasuki zona.

begitu cintanya dirimu kepada hal itu, sehingga tidak memikirkan hal lain. namun, terkadang hal yang kita kira adalah passion, ternyata tidak lebih dari hal 'biasa saja'.

film soul berbicara tentang itu, lewat tokoh yang mempunyai mimpi menjadi musisi jazz terkenal. tentu saja tidak sesingkat itu, film ini membawa kita untuk merenung sejenak apa arti tujuan hidup ini. apakah yang selama ini kita lakukan sudah sesuai jalan? atau kita sedang berjalan di jalan orang lain?

soul berbicara melalui cerita yang berjalan dengan baik dan transisi yang sangat lembut. ditambah animasi yang sempurna dari pixar yang di beberapa adegan juga menggambarkan kehidupan sesudah dan kehidupan sebelum dengan menarik.

yang disayangkan barangkali ketika film menuju ending, adegan terkesan terlalu dipaksakan untuk diakhiri alih-alih mengambil alternatif lain yang lebih lembut. secara keseluruhan, film ini masih sangat rekomended untuk ditonton oleh siapa saja. akan sangat relate bagi mereka yang baru saja mengalami fase dari remaja ke dewasa, mereka yang mulai berpikir bahwa mengejar passion untuk hidup adalah mungkin.***